Mohon tunggu...
Muh Ahsanul Amin
Muh Ahsanul Amin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Amateur Loser

Tetal istiqamah jangan lupa sedekah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyelami Lautan Akal

12 September 2024   09:30 Diperbarui: 12 September 2024   09:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu aliran filsafat yang mengandalkan akal atau rasio untuk mengungkap sebuah kemutlakan yaitu filsafat rasionalisme. Aliran ini bagaikan sebuah petualangan intelektual yang menuntun kita menjelajahi alam semesta pengetahuan melalui lensa akal budi. Rasionalisme meyakini bahwa kunci untuk menggapai kebenaran dan memahami realitas terletak pada kekuatan nalar manusia. Bagi para rasionalis, akal bagaikan kompas yang menuntun mereka menerobos lautan keraguan dan mencapai pulau-pulau pengetahuan yang kokoh.

Munculnya rasionalisme menandai suatu perubahan tentang sejarah filsafat, karena aliran yang dipelopori oleh Descartes ini adalah cikal bakal atau tunas dari filsafat pada masa modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata modern biasa hanya dipakai untuk menunjukkan sebuah filsafat yang memiliki corak yang sangat berbeda, bahkan kadang bertolak belakang dengan filsafat yang ada pada Abad Pertengahan Kristen pemikiran Descartes sering disebut renaissance, yaitu bangkitnya sebuah pahami rasionalismei sepertii padai zamani Yunanii yangi terulangi kembali. Pengaruh agama dan iman kristen yang sangat kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut untuk mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan para tokoh Gereja. Descartes sudah sangat lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat lambat.

Descartes dikenal sebagai pelopor rasionalisme, aliran filsafat yang menekankan peran sentral akal budi dalam memperoleh pengetahuan dan memahami realitas. Satu-satunya hal yang tidak dapat ia ragukan adalah keberadaan dirinya sendiri sebagai pemikir, yang ia ungkapkan dalam kalimat ikoniknya, "Cogito ergo sum" (Aku berpikir, karena itu aku ada). Pemikiran Descartes didasari pada keyakinannya bahwa pengetahuan yang benar dan pasti hanya dapat diperoleh melalui penalaran logis dan deduksi. Ia menolak otoritas agama dan tradisi, dan lebih memilih untuk membangun sistem pengetahuannya sendiri dengan fondasi yang kokoh. Metode ilmiah yang sistematis dan rasional, yang menjadi landasan ilmu pengetahuan modern, banyak terinspirasi oleh pemikiran Descartes.

Tak hanya Descartes filsuf lain yang berada dalam barisan kokoh akal budi yaitu Spinoza. Ia banyak dipengaruhi oleh para rasionalis terdahulu seperti Descartes, namun melangkah lebih jauh dengan mendefinisikan ulang konsep Tuhan dan substansi. Spinoza menempatkan akal budi sebagai alat utama untuk memahami realitas dan mencapai kebahagiaan. Dengan menggunakan akal budi, manusia dapat memahami keterkaitannya dengan substansi tunggal dan hukum alam yang tak terelakkan. Melalui "cinta intelektual" terhadap Tuhan/alam semesta, manusia dapat mencapai ketenangan batin dan menerima keteraturan yang ada. sang filsuf rasionalis yang berani, meninggalkan jejak pemikiran yang tak lekang waktu. Dengan konsep "Deus sive Natura" dan penekanannya pada akal budi, ia menantang kita untuk melihat dunia dengan perspektif yang lebih luas dan holistik. Mempelajari Spinoza tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang filsafat, tetapi juga tentang hubungan manusia dengan alam semesta dan makna kebahagiaan sejati.

Di lautan luas pemikiran filsafat, John Locke bagaikan mercusuar yang menerangi jalan menuju pemahaman baru tentang pengetahuan dan realitas. Lahir di Inggris pada tahun 1632, Locke dikenal sebagai salah satu tokoh kunci dalam aliran empirisme, yang menekankan peran pengalaman indrawi dalam memperoleh pengetahuan. Karyanya yang monumental, "An Essay Concerning Human Understanding," menjadi tonggak penting dalam sejarah filsafat modern. Locke mengemukakan konsep "tabula rasa," yang menyatakan bahwa pikiran manusia bagaikan papan tulis kosong saat lahir. Pengetahuan tidak berasal dari ide bawaan, melainkan diperoleh melalui pengalaman indrawi dan refleksi. dengan pemikirannya yang revolusioner, telah mengubah wajah filsafat dan meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai. Kontribusinya pada epistemologi, politik, dan pendidikan terus menginspirasi para pemikir hingga saat ini. Meskipun tidak luput dari kritik, Locke tetap menjadi salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah, dan pemikirannya terus dipelajari dan diperdebatkan hingga hari ini.

Di lautan lain ada David Hume, pemikiran Hume memiliki pengaruh yang signifikan pada perkembangan filsafat modern. Skeptisismenya menantang para filsuf untuk memikirkan kembali fondasi pengetahuan dan realitas. Empirisme Hume membuka jalan bagi aliran empirisme logis dan positivisme di abad ke-20. Kritiknya terhadap kausalitas dan induksi memicu perdebatan dan penelitian lebih lanjut tentang sifat penalaran ilmiah. David Hume, dengan skeptisisme dan empirisme radikalnya, bagaikan badai yang mengguncang lautan pemikiran tradisional. Ia menantang asumsi-asumsi yang telah lama mapan dan membuka jalan baru bagi pemahaman tentang epistemologi dan filsafat ilmu.

Terakhir yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu George Berkeley. Berkeley, terkenal dengan idealismenya, meyakini bahwa realitas pada dasarnya terdiri dari ide-ide. Ia berargumen bahwa benda-benda fisik hanya ada ketika dipersepsikan oleh pikiran. Dengan kata lain, keberadaan benda bergantung pada keberadaan pengamat yang mencernanya. Dengan tajam mengkritik materialisme, yang meyakini bahwa realitas terdiri dari materi. Ia menunjukkan kelemahan materialisme dalam menjelaskan fenomena seperti mimpi, halusinasi, dan perubahan kualitas benda. Menurutnya, materialisme gagal menjelaskan bagaimana ide-ide dapat berasal dari materi yang inert. Idealisme Berkeley yang revolusioner, telah meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai. Pemikirannya menantang kita untuk mempertanyakan asumsi tentang realitas dan membuka jalan bagi berbagai perspektif filosofis baru. Menjelajahi dunia idealisme Berkeley bagaikan petualangan intelektual yang memperkaya pemahaman kita tentang alam semesta dan tempat kita di dalamnya.

Filsafat rasionalisme, meskipun memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan pemikiran, tidak luput dari kritik. Salah satu kritik utama adalah penekanannya yang berlebihan pada akal budi, mengabaikan peran pengalaman dan indra dalam memperoleh pengetahuan. Kritik lain menyoroti potensi rasionalisme untuk terjebak dalam lingkaran abstrak dan mengabaikan realitas konkret. Bagaikan petualangan intelektual yang menantang kita untuk mempertanyakan asumsi dan memperluas cakrawala pemahaman. Dengan menekankan kekuatan akal budi, rasionalisme membuka jalan bagi penemuan pengetahuan dan pembangunan sistem pemikiran yang koheren. Meskipun tidak luput dari kritik, rasionalisme tetap menjadi tonggak penting dalam sejarah filsafat dan meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun