Mohon tunggu...
Ahsani Maulinardi
Ahsani Maulinardi Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswa

Seorang pelajar Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bendungan Marib: Geliat Peradaban dari Era Klasik hingga Modern

15 November 2020   11:56 Diperbarui: 15 November 2020   22:00 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bendungan Marib merupakan salah satu bendungan tertua yang berada di Kawasan Semenanjung Arab, terletak di reruntuhan kota Marib yang saat ini berada di Yaman, diantara puing – puing reruntuhan kota Marib tidak hanya terdapat Bendungan Marib, terdapat beberapa kuil kuno, dan peninggalan sejarah era Antiquites lainnya sejak jaman Kerajaan Saba hingga Kerajaan Himyar.

Secara topografi wilayah, kota Marib berada di dataran tinggi dan dikelilingi beberapa pegunungan di selatan Semenanjung Arab, membuat daerah yang kemudian dibangun menjadi Bendungan Marib tersebut berbentuk seperti cekungan yang memiliki elevasi menurun terhadap daerah – daerah di Marib yang menjadi pemukiman masyarakat di sekitarnya.

Dibangun awal sejak tahun 1700 SM, Bendungan Marib berfungsi untuk menahan laju debit air hujan yang turun pada musim penghujan yang sebelumnya selalu menggenangi pemukiman disekitar lokasi bendungan tersebut berada, selain berfungsi untuk menahan banjir bendungan Marib juga berfungsi untuk mengaliri irigasi untuk kebutuhan pertanian dan gembala hewan ternak. 

Dalam waktu yang bertahap masyarakat kuno Saba dan Himyar membangun Bendungan Marib untuk memenuhi berbagai kebututan seperti meninggikan dinding bendungan, membangun penampungan air, aliran kanal untuk mengaliri ladang dan sumur – sumur masyarakat.

Pembangunan Bendungan Marib berhasil menjadikan barat Yaman sebagai kawasan yang makmur dalam pertanian yang berdampak pada daerah Yaman yang kemudian berkembang menjadi episentrum perdagangan di selatan Laut Merah, perdagangan dengan kerajaan di Afrika, Cina, Kekaisaran Roma, dan lain – lainnya berhasil membawa kejayaan Kerajaan Saba & Himyar hingga ratusan tahun lamanya, memasuki abad ke-6 Masehi pada tahun 575 Bendungan Marib mengalami kerusakan akibat debit air hujan yang tidak dapat ditampung kembali membuat bendungan tersebut mengalami kerusakan parah dan memaksa ribuan masyarakat yang berada di sekitar bendungan Marib melakukan eksodus secara besar – besaran di Semenanjung Arabia.

Ribuan tahun kemudian pada tahun 1984, Syeikh Zayed Presiden Uni Emirat Arab mengunjungi Bendungan Marib dan kemudian setuju untuk melakukan rekonstruksi ulang Bendungan Marib atas dasar utang budi Syeikh Zayed terhadap nenek moyang nya yang merupakan suku nomaden yang terdampak atas kerusakan Bendungan Marib dan berpindah pada kawaasan yang saat ini menjadi Uni Emirat Arab, sebuah inisiasi yang diterima dengan tangan terbuka oleh pemerintah Yaman pada saat itu karena turut membantu mengembangkan kesejahteraan masyarakat di Marib.

Beberapa dekade setelahnya, pada tahun 2015 Yaman diguncang oleh perang sipil antara Pemerintah Yaman melawan kelompok Houthi yang berhasil merebut ibukota Sana’a. 

Adanya kepentingan politik dari negara – negara adidaya di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Iran turut serta menambah panjang jalannya peperangan di Yaman, Arab Saudi yang beraliran Sunni mendukung pemerintah loyalis Yaman dan Iran mendukung kelompok pemberontak Houthi yang beraliran Syiah. 

Keterlibatan actor – actor eksternal tersebut menjadikan Yaman sebagai medan perang dari apa yang dikenal dengan nama proxy war yang berlangsung hingga hari ini.

Dikuasainya Ibukota Sana’a oleh kelompok Houthi mengakibatkan adanya pengungsian besar – besaran masyarakat Yaman menuju daerah – daerah yang dikuasai loyalis Yemen, data yang tercatat oleh Malcom H. Kerr Carnegie Middle East Center mencatat setidaknya ada peningkatan populasi di Marib sebanyak 50 kali lipat pada tahun 2015 dibanding tahun sebelumnya yang diakibatkan oleh eksodus masyarakat Yaman yang berlindung dari okupasi kelompok Houthi.

Dalam beberapa bulan setelahnya, kelompok Houthi berhasil menguasai Bendungan Marib dan menjadikannya sebagai basis pertahanan melawan kelompok loyalis dan koalisi Arab Saudi. 

Menyusul aksi tersebut, Bendungan Marib mengalami kerusakan akibat serangan udara yang dilakukan pemerintah Arab Saudi untuk melumpuhkan pertahanan kelompok Houthi di sekitar Bendungan Marib.

Aksi tersebut mendapat kecaman internasional, adalah UNESCO yang mengecam pemerintah Arab Saudi atas serangan udara tersebut yang menghancurkan Bendungan Marib, pelanggaran tersebut ber asas pada dinobatkannya Bendungan Marib sebagai Properti Warisan Dunia oleh UNESCO, selain Bendungan Marib, situs – situs bersejarah seperti kota Sana’, Zabid, Mukkala, Taez, dan lain – lain juga terdampak kerusakan atas perang sipil tersebut. Irina Bokova, Direktur-Jenderal UNESCO mengecam aksi perusakan tersebut dan mendesak kelompok – kelompok yang terlibat dalam Perang Sipil Yaman untuk menghindari konflik pada daerah yang mendekati situs – situs bersejarah tersebut.

Kerusakan atas Bendungan Marib tentu berdampak pada keberlangsungan masyarakat adat yang berada di provinsi Marib, peperangan yang berlangsung selama beberapa tahun turut menciptakan dinamika konflik vertikal hingga taraf suku – suku yang berada di provinsi Marib. 

Di dalam provinsi Marib sendiri terdapat 5 suku besar yang berafiliasi dengan berbagai aktor internal maupun eksternal selama ratusan tahun sejak masuknya Inggris pada tahun 1839 dan mendirikan pemerintahan Aden Protectorate di Yaman yang berfungsi untuk mengamankan jalur Laut Merah yang saat itu menjadi jalur perdagangan penting bagi Inggris yang menghubungkan koloni Inggris di Afrika Barat, Afrika Selatan, dan Perusahaan Dagang Hindia 

Timur menuju Samudra Atlantik dan Inggris. Diantara 5 suku besar tersebut adalah: Al-Ashraf, Al-Jid’an, Bani Jabar, Murad, dan Abida, suku – suku tersebut merupakan suku sedenter yang tetap mendiami provinsi Marib sejak ribuan tahun lalu ketika terjadi eksodus suku – suku di Marib akibat rusaknya Bendungan Marib. Sejak seratus tahun sebelumnya suku – suku diatas menjadi proxies bagi aktor – aktor eksternal dan internal yang memiliki kepentingan di Yaman.

Perang sipil yang berlangsung di Yaman sejak 2015, dan kelangkaan kebutuhan dasar bagi suku – suku yang terdampak perang tersebut di provinsi Marib memaksa suku. – suku tersebut meminta bantuan baik dari kelompok Houthi, maupun loyalis Yaman untuk keberlangsungan hidup selama berjalannya perang. 

Suku – suku mayoritas seperti Al-Ashraf, Al-Jid’an, dan Bani Jabar yang merupakan penganut Syiah Zaidi berafiliasi dengan kelompok Houthi dan menjadikan teritori mereka untuk basis penyerangan dan pertahanan kelompok Houthi. 

Dua suku lainnya yaitu Murad, dan Abida yang menganut Sunni sejak lama telah menjadi pendukung pemerintahan Yaman dan membantu serta mendapatkan bantuan dari kelompok loyalis Yaman dan Arab Saudi dalam perang sipil saat ini.

Sebagai provinsi yang menjadi episentrum pengungsi perang selama perang sipil ini terjadi, Marib mengalami kesulitan dalam akomodasi keperluan masyarakat dan pengungsi secara luas, bantuan – bantuan internasional kemudian hadir untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak perang sipil tersebut, diantaranya adalah organisasi internasional IOM dan  ICRC, IOM yang bergerak pada penanganan pengungsi yang terdampak konflik, bencana alam, dan lain – lain turut memberikan bantuan kebutuhan dasar, shelter, dan advokasi bagi pengungsi – pengungsi di provinsi Marib, ICRC sebagai organisasi palang merah internasional turut membantu masyarakat sipil yang terdampak perang serta kombatan – kombatan di dua pihak.

Peperangan yang berlangsung dalam 5 tahun belakangan ini membuat upaya revitalisasi terhadap Bendungan Marib tidak terlaksana hingga saat ini, kelangkaan irigasi air akibat rusaknya Bendungan Marib yang berdampak pada kesuburan pertanian dan peternakan di provinsi Marib serta tidak adanya struktur yang menampung air hujan mengakibatkan banjir bandang yang menggenangi provinsi Marib tidak dapat dihindari saat musim penghujan datang.

Upaya revitalisasi Bendungan Marib mulai digaungkan kembali oleh Pemerintah Yemen tahun ini sejak bulan April dengan menunjuk beberapa pihak swasta yang ingin mendanai revitalisasi Bendungan Marib, diharapkan revitalisasi tersebut dapat menampung debit air hujan yang lebih banyak dibanding daya tamping bendungan sebelum mengalami kerusakan di tahun 2015.

Sumber:
Ahmed Nagi. Marib, Yemen: Rising Above the Conflict. Carnegie Middle East Center.

Gabriel Koehler-Derrick. A False Foundation? AQAP, Tribes and Ungoverned Spaces in Yemen.

Justin Vela & Mohammed Al-Qalisi. The dam that Syeikh Zayed built. National News.

Kaushik Patowary. The Collapse of Marib Dam and the Fall of an Empire. Amusing Planet.

UNESCO. UNESCO Director-General condemns airstrikes on Yemen’s cultural heritage.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun