Siang itu, suasana kebun teh Pagilaran Batang terlihat asri. Pemetik tak begitu banyak terlihat memetik pucuk daun teh. Mungkin suasana mendung membuat mereka aras-arasen untuk bekerja.
Para pemetik ini mendapat gaji dua kali dalam sebulan, setiap tanggal lima dan dua puluh. Mereka digaji dengan borongan. Gajian dihitung sesuai hasil berapa kilo mereka memetik daun teh.
Markasep terus saja melajukan motornya mendekati pabrik teh Pagilaran Batang. Hembusan angin yang dingin menebarkan suasana sunyi.
"Kalo ikut dagang batik disini bisa ga Pak?" Tanya Markasep kepada satpam pabrik teh milik UGM ini. "Iya gak apa-apa, parkir disana aja Mas. Biasanya pegawai ngumpul disana." Dengan rasa girang, Markasep memarkirkan motornya. Bakul batik ini mengedarkan pandangannya ke semua sudut pabrik teh. "hhhmmm, suasana yang bikin betah."
Markasep mulai mengeluarkan dagangannya, sambil menghampiri ibu-ibu yang masih bercengkrama. "Apa itu Mas," tanya ibu yang berjilbab. "Ini dagangan batik murah Bu." Jawab Markasep dengan bahasa jawa halus.
"Langsung dibawa masuk aja Mas dagangannya." Markasep tanpa babibu langsung menurunkan tas berisi pakaian batik.
Tak lama berselang pegawai ibu-ibu berkerumun mendekat. Mereka beberapa kali mencoba pakaian batik yang biasa mereka kenal dengan atasan blus. Berputar-putar di depan kaca pengilon, memandangi tubuhnya yang dibalut baju batik Pekalongan ini, sambil memuji kalo batiknya bagus. "kelihatan cantik Bu." Rayu Markasep dengan sedikit senyuman. "Iya tampak lebih muda." Ditimpali teman-temannya.
Ada di antara mereka yang hanya ingin melihat barang-barang dagangan. Sudah biasa manusia selalu penasaran dengan hal baru, dan disadari atau tidak sering melupakan yang lama. Mobil baru tentu akan lebih sering diperhatikan oleh pemiliknya, kebersihannya sampai perawatannya, demikian juga bagi yang punya istri baru.
Juga dengan pakaian batik baru yang dibawa Markasep. Bagi yang belum melihatnya, pasti bilang bagus-bagus batiknya, tetapi bagi yang sudah akan lain bilangnya. Markasep harus selalu pindah-pindah tempat pemasaran, karena manusia sekarang gampang bosan terhadap apapun, dan termasuk siapapun. Mereka pasti bilang kepada Markasep, "kok motifnya sama seperti yang dulu, kalau kesini bawa model yang baru Mas."
Seiring waktu berjalan perhatian manusia biasanya pudar, bersamaan dengan pudarnya yang baru menjadi yang lama. Kalau perhatian, sikap, karakter tidak berubah laksana ikan di tengah lautan yang tak ikut asin, itu dinamakan istiqomah.
Ada jenis manusia yang hanya ingin iseng, coba-coba, dan untuk pakaian batik agaknya ia tak ingin membeli, karena walau ia tahu kalau batik yang dibawa Markasep murah, mereka masih saja menawar dengan semurah-murahnya, atau mencari sesuatu yang tak ada. Manusia iseng akan Tanya yang tidak ada, "kalau celana batiknya ada gak mas?" "ada tapi belum kebawa," jawab Markasep enteng. Mungkin maksudnya dalam hati Markasep, "gak dibawa masih di titipin di toko-toko pasar Banjarsari.
Ada seorang suami yang berpesan kepada istrinya di sana, "kalau gak mau beli gak usah buka-buka, kasihan Mas nya nanti melipatnya susah" Markasep segera menimpali, "sudah menjadi resiko penjual Pak, nanti biar saya yang melipat, merapihkan lagi." Padahal dalam hati Markasep gedumel, "ni orang kerjaannya cuma milih, nyoba, dan menawar, kapan belinya?" tapi hati Markasep selalu menyangkal sendiri. "ooo, iya. Pembeli adalah raja."
"Ini tak hubungkan teman-temanku, biar pada kesini, tapi nanti aku dikasih murah ya Mas." sambil mengangkat HP seorang ibu muda mencoba menghubungi teman-temannya yang ada di kantor sebelah.
Ibu lainnya basa basi tanya kepada Markasep, "jadi bakul itu kesel Mas ya," "jangankan jualan Bu, Wong tidur aja kesel kok, apalagi ditiduri lebih kesel lagi" seloroh Markasep mengundang tawa para pegawai yang diantaranya juga pegawai laki-laki.
Diantara kerumunan karyawan itu ada yang nyambung lagi tentang pembicaraan 'ditiduri' tadi. "Biasanya kalau kemanten baru melakukan hubungan intim sehari bisa beberapa kali. Tapi kalau pasangan udah lama biasanya seminggu cuma sekali." timpal karyawan laki-laki yang pakai sepatu boot. Mulut belum juga mingkem, "tidak semua lelaki begitu," tegas salah satu karyawan perempuan. Disusul suara gaduh saling sahut menyahut, "berarti garwo ne Bu Irma masih greng terus tiap malam." "hahahaha..."
Di susul saling sahut pernyataan, tapi Markasep belum sempat kenal satu persatu karyawan. Markasep hanya bisa menuturkan ulang diskusi kusir mereka, "Manten baru dan manten lawas, menentukan durasi hubungan intim menunjukkan bahwa manusia selalu merasa bosan dengan sesuatu yang sudah lama, dan menyukai sesuatu yang baru."
"Maka posisi orang poligami itu layaknya seloroh 'golek seng anyar' atau mencari yang baru. Dan tidak bisa dipungkiri kadang mengefek kepada 'habis sepah dibuang' untuk istri tuanya."
"Logikanya bila seorang ingin nikah lagi itu sama halnya ingin memperbaharui gairah seksnya agar terus fresh dan on."
"Coba begini saja, jika seseorang mau nikah tolong cari pasangan yang secara jasadiah lebih jelek daripada istrinya yang pertama. Tentu sangat jarang yang mau. Kenyataan dimana-mana seseorang yang nikah lagi itu tentu memilih yang secara fisik lebih cantik, bahenol dari istri yang pertama. Tentunya sangat wajar kalau yang mendapat perhatian yang baru, dengan sensasi citarasa baru."
Pembicaraan para karyawan itu terus menjurus kepada poligami. Markasep hanya bisa mendengarkan. Terlepas apakah diantara mereka ada yang melakukan poligami atau tidak. Yang jelas pembicaraannya semakin sengit dan rame.
"Re berarti kembali gami diambil dari kata game atau permainan. Orang yang poligami itu kebanyakan karena alasan regami. Mengulang permainan dengan lawan jenis yang berbeda agar menemukan cita rasa yang baru."
"Maka hukum kewajarannya selalu manusia lebih condong menyukai hal dan barang yang baru, daripada yang lama. Maka bagaimana mungkin manusia bisa berbuat adil kepada istri-istrinya, kalau terjadi ketimpangan perhatian tersebut."
Poli juga bisa dimaknai sebagai ngepolke peli, atau memanjakan nafsu syahwat, sedangkan gami berasal dari kata inggris game yang artinya permainan.
Jadi seseorang yang melakukan poligami, sesungguhnya menyimpan gejolak bara untuk melampiaskan permainannya dalam menggairahkan libido syahwatnya.
Tentunya, istilah-istilah itu berangkat dari kenyataan dan sangat terbuka untuk didiskusikan.
Paesan, 1 Shafar 1434 H
13 Desember 2012 (23:26)
Ahmad Saifullah Ahsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H