Mohon tunggu...
Ahmad Saifullah
Ahmad Saifullah Mohon Tunggu... -

manusia yang terus berjuang menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemaluan Bapak Guru

17 Februari 2014   08:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan gelombang delta menjangkiti mayoritas murid di kelas? saat kejemuan, kebosanan, bête, stress, tegang perasaan, khawatir, bersarang dalam lahir batin murid. Secara jasad bisa dilihat dari gusarnya seorang murid, misalnya dengan perlambang garuk-garuk kepala, plengosan, teriakan "kapan istirahat?",  tidak tenang duduknya atau justru tenangnya murid yang terlanjur ketiduran. Otak murid rawan memasuki gelombang delta saat jam-jam akhir pelajaran.

Ketika saya merasa mayoritas otak murid memasuki gelombang delta, langkah yang mudah adalah dengan memberikan gerak fisik yang dipandu (gym), dan yang kecenderungannya membuat mereka tertawa. Misalnya dengan tepuk tangan layaknya anak tk, dengan diselingi tepuk silang dengan teman satu bangkunya, atau teman yang ada di belakangnya. Setelah itu perintah-perintah dadakan yang dilakukan guru kepada murid, misalnya memegang janggut teman, kuping teman, hidung teman. Atau dibikin beberapa kelompok. Satu kelompok menyuarakan secara serempak, "ha...ha...ha..." kelompok satunya, "he...he..he..." kelompok lainnya, "hu...hu...hu..." secara bergantian dan ritmenya semakin dipercepat, hingga terdengar bunyi, "hu,he,hi,ha..ha...ha...ha. Maka gelak tawa itu yang akan membuang kejenuhan mereka. Berangsur otak mereka memasuki gelombang alfa, atau minimal gelombang beta yang siap dimasuki pelajaran.

Gym seperti di atas selain membuat refresh, juga mendekatkan kekariban pertemanan teman-teman di kelas, dan dilingkungannya. Insya Allah hambatan 'perasaan komunikasi' akan terkikis habis dengan cara-cara komunikasi non verbal semacam itu.

Di Australia ada suatu penelitian terhadap sekitar 20 penderita kencing manis. Selama satu jam sepuluh orang dari mereka dimasukkan ke kelas humor, lawakan, dan sepuluh lainnya masuk ke kelas matematika dengan guru killer pula. Apa yang terjadi setelah satu jam? Saat di tes gula darah mereka, sepuluh orang alumni kelas humor gula darahnya normal, sedang sepuluh diabetis di kelas matematika mengalami kenaikan gula darah secara serempak. Ternyata membikin tegang batin murid sama juga menebar penyakit.

Di negara kanguru juga diadakan penelitian terhadap 20 keluarga monyet. Sepuluh keluarga di tempatkan di kandang kawat, sepuluh lainnya di tempatkan di kandang hangat, alias di dalam kandangnya di berikan boneka besar yang dapat menghangatkan keluarga monyet. Sebulan kemudian terjadi perubahan drastis dari kedua kelompok keluarga tersebut. Rata-rata dari keluarga kawat kecenderungan monyetnya agresif, suka menyerang orang yang akan memberikan makan, apalagi yang tidak? Sedangkan monyet keluarga hangat kecenderungannya menjadi monyet jinak, dan bersahabat dengan manusia. Maka keluarga manusia pun bisa bercermin dari uji coba tersebut. Pertanyaannya apakah sekolahan kita ini termasuk sekolah hangat atau sekolah kawat?

Mungkin ukuran itu cukup dengan melihat kenyataan seberapa banyak murid yang merindukan masuk sekolah, dan enggan meninggalkannya? Sebaliknya seberapa banyakkah murid yang tak betah di sekolahan? Atau seandainya murid belum kangen sekolahan, kita bisa bertanya seberapa dikangeninya seorang guru oleh murid?

Inilah yang menurut saya menjadi pondasi pendidikan di sekolah, yakni pilihan menciptakan sekolahan hangat atau sekolahan kawat. Sekolahan hangat berasal dari guru, murid yang hangat (harmonis). Guru, murid yang hangat berawal dari keluarga yang hangat pula. Karena kata orang bilang, "selalu berawal dari rumah." Bagaimana kita membalikkan persepsi itu menjadi, "selalu berawal dari sekolahan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun