Kembali bahwa angka perceraian dan tingginya dispensasi nikah terhadap anak yang masih dalam masa pendidikan tersebut yang ada di Indramayu merupakan representasi dari gagalnya para kades dalam menjalankan visi-misinya sebab janji kampanye adalah sebuah janji yang menjadi barang lazim untuk di tinggalkan setelah terpilih. Hal ini ditambah dengan orientasi terhadap 'militansi ekonomi' para cucuk yang sudah saling berebut jabatan seusainya pemilihan.
Pengawasan dan perhatian kepada masyarakat dalam hal ini pemilih telah berakhir setelah surat suara dibenamkan dalam kotak pemilihan dan yang terjadi adalah pembiaran dan perlombaan merebut sesuap nasi. Maka bagaimanapun rakyat adalah tumbal dari segala eskalasi pemilu.Â
Lupakan pengandaian bahwa kepala desa atau kades benar ingin memajukan desa maka ada sektor prioritas yang harus dibenahi dan bukan hanya membeberkan prestasi kepada warganya tentang capaian pembangunan infrastruktur yang jelas-jelas itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti halnya jalan desa dan juga irigasi. Memang dalam hal pembangunan infrastruktur tersebut bisa dikatakan mudah sebab itu merupakan 'lahan basah' dari para pejabat kita, sehingga untuk membangun SDM bukan lagi prioritas dari program desa seperti sektor pendidikan tersebut
Memang sampai pada saat ini realitas di lapangan mengatakan bahwa desa masih dalam kungkungan nepotisme, jika bukan oligarki sehingga output kebijakan yang dihasilkan juga hanya bercokol dalam lingkup kecil keluarga dan dengan bahasa permisif; kekeluargaan.
Seharusnya lebih memperketat regulasi pengawasan terhadap desa bukan hanya melalui undang-undang namun juga pengawasan di lapangan yang benar-benar independen, meskipun sesulit menemukan jarum dalam jerami.misi dalam hal pendidikan tersebut dikawal seserius mengawal calon kades maka angka pengajuan atas dispensasi nikah tersebut tidak sekonyong-konyong muncul sefantastis itu.
Masalah pemuda yang tidak diberi atau disediakan ruang adalah sama krusialnya dalam desa, terlebih mereka adalah yang memiliki pola pikir kritis terhadap pemerintahan. Bukan hal yang aneh apabila mereka akan dijauhkan dari ruang lingkup pembangunan desa dan hanya diperlukan sebagai penghias kuota penduduk desa sehingga apakah masa perpanjangan masa jabatan kepala desa itu selaras dengan visi-misi kemajuan desa dengan mengenyampingkan peran pemuda? Dipastikan tidak sama sekali dan hanya dekadensi yang terjadi.
Bencana alam seperti banjir yang terjadi pada awal tahun 2021 juga menjadi catatan terburuk desa karena minimnya penggalakan mitigasi bencana di desa sehingga transformasi desa menjadi kota sudah dirasakan dengan banjirnya dan dengan budaya-budaya yang jauh dari nilai adiluhung sebagai ikonik desa yang sering dituturkan dalam buku dongeng anak
Dengan sekilas memperhatikan angka perceraian yang juga angka pengajuan dispensasi nikah pada anak di usia pendidikan tersebut menambah daftar panjang kegagalan kades dalam memimpin masyarakat desanya sehingga usulan untuk memperpanjang masa jabatan menjadi 9 tahun untuk kepala desa tersebut bukan solusi atas kegagalan tapi kerja kolektif yang konsisten dan juga transparansi anggaran terhadap warganya sebagai langkah awal keseriusan atas komitmen kerja para kepala desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H