Dalam seri penokohan berdasarkan gendernya, baik pada jilid 1 maupun jilid 2 dari Serat Centhini lebih cenderung memunculkan tokoh laki-laki di ranah pubiliknya jika di bandingkan dengan tokoh perempuannya, sehingga dalam catatan Serat Centhini lebih banyak ditemukan dialog antara laki-laki dan perempuan (pasutri khususnya) di dalam rumah dan hanya sebatas mengisi ranah domestiknya sebagai pramusaji atas tamu suaminya.Â
Dan pada bagian 30, 31, dan 32 dalam jilid 2 tersebut mengisahkan perempuan yang dalam status subordinatnya yang harus tunduk pada suami, lagi-lagi dengan menggunakan dalih agama. Sama halnya dengan tokoh utama pada jilid 2 ini yaitu Cebolang yang menikahi 4 perempuan sekaligus dan pernikahnnya tersebut di legislasikan oleh wali hakim. Atau jika terdapat tokoh perempuan di dalamnya, meskipun ia seorang permaisuri, putri raja atau gundik sekalipun tetap, posisinya pada masa itu sebagai second sex, Seperti kisah Nyai Aklimah.Â
Dan dalam Serat Centhini juga pendidikan seksualitas hanya disampaikan pada kaum Adam semata yang lantas di tabukan atas kaum Hawa seperti halnya dalam penyampaian soal asmaragama atau olah asmara tadi yang hanya di sampaikan pada Cebolang dan keempat santrinya yang semuanya laki-laki. Dari hal demikian maka timbullah persepsi bahwa Serat Centhini merupakan sebuah buku Kamasutra versi Jawa. Â
Dengan segala kerendahan hati penulis disini menghindari disgresi sebab tuna-budaya yang pada era kiwari kerap kali terjadi benturan kebudayaan dengan agama, lagi.Â
Lantas bagaimana mengatakan kabsahan atau relevansi atas Serat Centhini yang dalam kurun berabad lalu serta tergerus dengan pesatnya laju zaman apakah ilmu atau isi dalam catatan pada bagian 14 (Ilmu Keris dan Tombak), 15 (Gamelan), dan 16 (Menunggang kuda) tersebut masih bisa ditemukan, atau mungkin dari simpul-simpul atas catatan tersebut? Meskipun masih sering terdengar mengenai perhitungan hari baik dan buruk terutama dalam menentukan tanggal untuk melakukan suatu prosesi atau resepsi.Â
Maka jawaban atas kebingungan dari relevansi tersebut ialah masih.Â
Dalam berbagai kesempatan seringkali penulis menemukan hal-hal yang beririsan dengannya, seperti dalam derasnya bisnis kuliner yang dalam media massa dikabarkan bahwa resep tersebut berasal dari catatan Serat Centhini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H