Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Imam Al-Ghazali dalam Pandangan Kiai Husein

13 Maret 2021   22:59 Diperbarui: 14 Maret 2021   00:48 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berangkat dari Buku Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan, buah karya kiai Husein Muhammad, penerbit Mizan. 

Terbesit bahwa saat ini permusuhan antar kelompok di kalangan umat manusia semakin marak terjadi, termasuk dalamnya masyarakat Islam yang hampir selalu ada pada setiap zaman dan segala ruang. Pasca Nabi, konflik mulai muncul. 

Ada "waq'ah al-Jamal" atau perang Unta, lalu "Waq'ah Shiffin" atau Perang Shiffin, "Hurub al-Riddah" atau perang murtad, lalu "Ma'rakah Karbala" Perang Karbala. Itu terjadi pada abad pertama dalam Islam dan seterusnya entah sampai kapan terus terjadi.

Berbagai alasan mengapa hal itu terjadi. Ada perebutan kuasa, ada kecemburuan atas kenikmatan, ada juga karena idelogi yang berbeda, ada karena keterbatasan pengetahuan dan lain sebagainya. 

Tokoh-tokoh besar yang menjadi pemimpin komunitas tak luput dari tuduhan sesat, kafir, munafik dan seterusnya yang di sematkan pada tokoh tersebut. 

Caci maki dan kata-kata kasar berhamburan ditujukan kepada mereka ini. Para pengikutnya juga mengalami hal yang sama. Pada umumnya atau yang sering terjadi adalah serangan kelompok konservatif tekstualis ketat terhadap kritis-progresif.
Mengenai hal itu terdapat pernyataan dari Imam al-Ghazali (w.1111 M), dalam bukunya : Faishal al-Tafriqah Baina al-Islam wa al-Zandaqah".

"Sahabat, aku melihatmu sedang dirundung gelisah, berduka dan pikiranmu kacau. Ini gara-gara engkau mendengar caci-maki orang-orang itu terhadap pikiran-pikiranku yang aku tulis dalam sejumlah buku. Mereka menyatakan bahwa pikiran-pikiran dan pendapat-pendapatku bertentangan dengan pandangan al-Salaf al-Shalih (generasi awal yang saleh) dan para guru ilmu Kalam.
Sahabat yang sedang dirundung duka lara. Engkau tak perlu bersedih hati. Bersabarlah atas ucapan-ucapan cemooh mereka yang menyakitkanmu itu. Tinggalkan melayani mereka secara baik-baik. Anggap saja itu angin lalu. Tak usah juga dipusingkan oleh mereka yang tak mengerti tentang apa yang sesungguhnya makna 'kafir' dan "bid'ah" (sesat) itu?."

Sebagaimana halnya manusia paling baik dan paling terhormat di muka bumi, Nabi Muhammad saw, utusan Tuhan, tak luput dari caci maki dan tuduhan semacam itu oleh beberapa orang keluarganya, teman-temannya, kaumnya sendiri yang tak paham. Nabi disebutnya sebagai "orang gila", majnun. 

Ucapan-ucapan orang paling mulia di muka bumi itu dianggap mereka sebagai "dongeng" dan "mitos" dan cerita legenda belaka. Tak usah engkau menyibukkan diri melayani dan membungkam mulut mereka yang tak paham itu. 

Tak ada gunanya. Teriakan apapun terhadap mereka tak akan menggoyahkan pendirian mereka. Bukankah anda pernah mendengar puisi ini :

"Semua permusuhan dapat diharapkan penyelesaiannya, kecuali permusuhan orang yang dengki kepadamu".

Iman al-Ghazali dan Serangan dari dua Kubu

Sementara bertolak belakang dengan pandangan di atas, para kritikus dan pembenci al-Imam menyebut dia sebagai: "Pembunuh Peradaban Islam" atau "Jagal Ayam Bertelur Emas". Dikarenakan al-Ghazali dianggap telah menghancurkan filsafat dan rasionalisme, sebuah dimensi pengetahuan yang menghidupkan intelektualisme dan peradaban umat manusia.  Dakwaan semacam ini umumnya dilancarkan oleh para pemikir rasionalis Islam yang progresif. Karyanya "Tahafut al-Falasifah" atau Kerancuan para Filsuf, menjadi titik-kritis al-Ghazali dalam memandang filsafat. Melalui buku ini al-Ghazali mengkritik sejumlah pikiran para filosof.

Tuduhan yang sama juga dikemukakan oleh kaum tekstualis yang konservatif, akan tetapi dengan alasan yang berbeda. Sejumlah ulama ahli hadits menyerang al-Ghazali dengan sangat keras Ali Sami Nasyar menulis :

"Al-Ghazali dihantam habis-habisan oleh sejumlah ulama, seperti Abu Ishak al-Marghinani, Abu al-Wafa Ibn Aqil, Al-Qusyairi, al-Thursyusyi, Al-Maziri, Ibn Shalah dan al-Nawawi". 

Abu Bakar al-Thurthusi, (w. 520 H), misalnya. Orang ini menyebut al-Ghazali "Mumt 'Ulm al-Dn" atau Orang yang membuat sekarat ilmu-ilmu agama, yang dalam pernyataannya yang lebih panjang dia mengatakan:

"Abu Hamid telah banyak berdusta terhadap Nabi dalam kitabnya Ihy`  'Ulm al-Dn. Saya tidak tahu jika ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak memuat kedustaan kepada Nabi, selain kitab yang dia tulis itu. Di dalam kitab tersebut al-Ghazali  banyak sekali memasukkan pemikiran-pemikiran filsafat dan pikiran-pikiran Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan Suci). Kelompok ini berpendapat bahwa kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan (muktasab)." 

Tuduhan dan prasangka buruk terhadap al-Ghazali pada umumnya dikemukakan oleh para ahli hadits dan ahli fiqh tekstualis-formalis. Sebagaimana diketahui, para ahli hadits dalam kajian-kajian keagamaan, pada umumnya lebih menekankan perhatiannya pada aspek riwayat atau sanad (jalur) transmisi dari hadits Nabi. Mereka jarang sekali melakukan analisa kritis atas matan (konten)-nya. 

Siapa yang menginformasikan hadits itulah yang lebih penting. Sepanjang sebuah hadits diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya dan berakhlak mulia, maka ia akan dijadikan argumen keagamaan yang valid. 

Sementara itu, para ahli fiqh lebih melihat pada bentuk legal formal sebuah teks. Logika teks atau aspek-aspek rasionalitas yang ada pada teks acap kali kurang memperoleh perhatian serius bahkan cenderung dinafikan dan harus dikalahkan ketika berhadapan dengan bunyi teks.

Terlihat bahwa kecaman terhadap al-Ghazali muncul dari dua pandangan yang berlawanan. Kelompok rasionalis-progresif dan Kelompok tradisionalis-konservatif. 

Kelompok pertama mengkritik al-Ghazali karena dianggap anti rasionalisme, sementara kelompok kedua justru karena pembelaan al-Ghazali terhadap rasionalisme atau lebih tepat karena al-Ghazali menggunakan logika untuk memahami pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun