Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Romansa "Layla-Majnun" di Tangan Kiai Husein

25 Februari 2021   15:17 Diperbarui: 25 Februari 2021   15:27 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiai Husein Muhammad dalam acara bedah buku "Sang Zahid"  (Dokpri)

Satu nama, Layla. Boleh jadi itulah nama seorang perempuan yang paling banyak disebut orang sekaligus dijadikan nama bagi anak perempuan. Ia dipakai sebagai lambang sosok perempuan lembut, bersahaja, melankoli dan keelokan yang mempesona. Di dunia Timur Tengah nama ini dikenal luas dalam kisah cinta abadi antara "Qais dan Layla", atau "Layla-Majnun".

Terdapat puluhan novel yang menceritakan kisah percintaan Layla-Qais atau "Layla-Majnun". Dengan nama lengkapnya Layla binti Mahdi bin Sa'd bin Ka'b bin Rabi'ah. Sementara nama lengkap kekasih abadinya adalah Qais bin Mulawwih (Mulawwah) bin Muzahim bin 'Adas bin Rabi''ah bin Ja'dah bin Ka'b bin Rabi'ah. Sebagian orang menyebut Qais bin Mu'adz dari Kabilah Amir. Kisah cinta Layla-Qais, dipandang masyarakat sebagai cinta abadi dan legendaris.

Satu romansa epik sebuah lakon percintaan, menggetarkan, menguras air mata sekaligus merupakan sebuah kisah cinta yang berakhir tragis.

Kisahnya telah menginspirasi banyak sastrawan besar dunia untuk menulis kisah cinta abadi yang senafas, seperti Romeo and Juliet, karya William Shakespeare, Romi dan Juli, Magdalena-Stevan, karya Alphose Karr berjudul Sous les Tilleus (Dalam bahasa Perancis berarti, "Di Bawah Pohon Tilia") yang kemudian diterjemahkan atau disadur dengan sangat apik oleh Musthafa al-Manfaluthi, menjadi "Majdulin", dan juga kisah cinta Hayati dan Zainuddin dalam novel terkenal Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, karya Buya Hamka yang mengebohkan itu, "Baridin-Ratminah" di Cirebon, Jawa Barat dan lain-lain.

Tidak sampai disitu, kisah Cinta Layla-Qais, ditulis oleh sejumlah sastrawan dunia dan sufi besar dari berbagai negara Arab, Persia, Turki, India dan lain-lain dengan versi yang berbeda-beda. Mereka antara lain: Al-Ashmu'i (w. 215 H), Arab, Nizami Ganjavi, Nizam al-Din, (w. 599 H), Persia, Sa'd al-Syirazi (w. 1291 M) Persia, Abd al-Rahman al-Jami (w. 1492 M), Persia , Amir Khasru al-Dihlawi (w. 1325 M), asal Turki kemudian pindah ke Delhi, Ahmad Syauqi (1932 M), Mesir, dan lain-lain.

Seperti halnya kisah Rabi'ah al-'Adawiyah, Kisah Layla-Majnun juga kontroversial dari aspek apakah ia riil, menyejarah, ada, atau hanya "legenda", "dongeng" "simbol" belaka. Apakah ia adalah karya khayali (imajinatif) para sastrawan yang dituturkan dari mulut ke mulut, berdasarkan tradisi lisan atau folklor.

Selain itu para sastrawan yang menulis kisah ini juga berbeda-beda menuturkan jalan ceritanya. Saya kira dalam hal ini tidaklah penting untuk diperdebatkan keras-keras, sebagaimana juga terhadap kisah Rabi'ah al-'Adawiyah. Hal yang utama adalah kisah itu sendiri. Kita mengambil salah satunya saja. Seperti film Gita Cinta di Sekolah, kisah cinta Layla dan Qais juga bermula di sekolah. Qais dan Layla adalah pelajar di sebuah sekolah dengan kelas yang berbeda. Qais kakak kelas. Qais pelajar yang cerdas dan ganteng. Layla, murid paling cantik dan pintar. Mereka bertemu di sana secara kebetulan, tak disengaja. Mata Qais bertemu mata Layla. Cahaya mata Qais menembus jantung Layla dan cahaya mata Layla menusuk relung jiwa Qais.

Kemudian mereka terpenjara oleh sebuah rasa yang asing tetapi indah yang tiba-tiba hadir. Layla dan Qais tak bisa makan, minum dan tak bisa tidur. Mereka disergap oleh rasa selalu ingin bertemu dan bicara manis. Hari-hari dirasakan keduanya seperti berjalan lama atau lambat. Keduanya tiba-tiba menjadi penyair. Mereka mendadak pandai menggubah puisi. Salah satu puisinya yang cukup terkenal adalah ini:

"Siangku adalah siang manusia yang lain Bila malam tiba, tidurku sering terganggu wajahmu, aku gelisah Sepanjang siang aku habiskan dengan perbincangan manis dan harapan-harapan indah Dan sepanjang malam, aku dicekam murung dan rindu dendam Cintaku padamu telah tertanam di relung kalbuku Jari-jari dua tangan kami merekat."

Kisah Layla- Majnun begitu menginspirasi banyak kalangan, namun kiai Husein memiliki cara tersendiri dalam meramu kisah tersebut. Lalu bagaimana kelanjutannya? Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun