"Iya, ibu ingat. Serunya Barongsai, saat Imlek kali pertama dirayakan secara terbuka,"Â ujar ibu dengan muka berusaha keras mengingat.
Saya generasi Z (lahir awal 2000-an), sudah akrab dengan Imlek dari sangat belia. Di rumah ada foto ayah menggendong saya (umur sekitar dua tahunan), dengan latar lokasi perayaan hari raya China. Tepatnya di Kampung Cina, yang berada di Cibubur Jakarta Timur.
Dari gambar kenangan ini, berarti dari saya batita Imlek sudah dirayakan di negeri tercinta. Yang konon menurut cerita ayah, Lunar New Year sempat dilarang diekspresikan secara terbuka di Indonesia.Â
Entah untuk pertimbangan atau alasan apa (saya tidak paham), tetapi hal ini cukuplah memantik rasa ingin tahu.
Ibu mengaku, kali pertama melihat Barongsai setelah duduk di bangku kuliah. Ketika itu bersama dua kakaknya (bude saya), sedang belanja di mall di daerah Bintaro- Tangsel. Tiba-tiba terdengar suara musik kencang dan berisik, kemudian pengunjung meringsek ke asal suara.
Selanjutnya ibu baru tahu, suara dominan yang didengar berasal dari alat musik yang bernama tambur. Dan ditimpa suara sumbal dan gong kecil, mengiringi atraksi yang bernama tarian Barongsai. Dua penari laki-laki bergerak super lincah dan kompak, begitu mahir melentingkan badan. Berpindah dari balok satu ke balok lain, menutupi badannya dengan kostum serupa naga.
Sejak kejadian itu, saban memasuki bulan februari hal jamak terjadi. Ibu menjumpai ornamen atau segala terkait Imlek, dijual bebas di pasar atau supermarket. Mulai  kertas merah bahan lampion, amplop angpao, pernak-pernik berwarna merah, kuning dan pink.
Kemudian  tak ketinggalan kue keranjang - awalnya ibu mengira kue dodol-, cokelat, kue bulan, nastar dan lain sebagainya. Musik khas Thionghoa diperdengarkan di tempat publik, warga keturunan memakai baju khas Cici Koko. Baju yang di kemudian hari dipakai siapa saja -- non china-, dalam rangka ikut bergembira menandai perayaan hari raya imlek.
"O'ya, ada jeruk mandarin juga" sela ibu.
----
Dari kisah imlek pertama dilihat ibu, saya baru tahu bahwa almarhumah nenek ternyata memiliki darah Chinise. Foto ayah yang menggendong saya, adalah saat menuruti keinginan nenek yang kangen hari raya leluhurnya.
Almarhumah Nenek adalah mualaf, sehingga tak ikut merayakan imlek. Lamat-lamat saya mengingat, nenek adalah muslimah taat beribadah. Beliau sangat aktif di pengajian, memiliki banyak kegiatan di perumahan tempat nenek tinggal.
Tak mengherankan kalau anak-anaknya (termasuk ibu saya) asing dengan Imlek, dibarengi dibatasinya perayaan hari sakral ini. Sampai kebebasan berekspresi warga Thionghoa diijinkan, barulah ibu bersama bude bisa melihat atraksi barongsai di Mall.
Adalah almarhum Gus Dur atau KH. Abdurahman Wahid, ketika itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke empat. Atas jasa besar tokoh kharismatik disegani, warga Thionghoa di Indonesia tidak usah ngumpet merayakan Imlek.
Dan bisa jadi, saat di kandungan (mungkin) saya sudah mendengar suara musik tambur. Ibu dengan perut membesar berisi saya, (bisa jadi) makan kue keranjang atau jeruk mandarin kesukaan. Â
Cerita tentang Buah Jeruk dari Ibuku di Perayaan Imlek bersama Nenek
Digelarnya lomba blog Ketapels bertema Imlek, mengingatkan saya akan cerita ibu tentang Jeruk mandarin. Konon almarhumah nenek -- meski tidak merayakan-- , suka membeli jeruk saat hari raya Imlek tiba. Jeruk dengan kulit berwarna orange, melambangkan kemakmuran dan mengonsumsinya membuat badan sehat (karena mengandung vitamin C).
Ibu hapal kebiasaan membeli buah jeruk, dan tak jarang diajak menemani nenek berbelanja. Ibu yang aware buah berkualitas, merekomendasikan nenek membeli Jeruk Sunpride. Sebagai pilihan tepercaya, brand ini adalah satu-satunya pemegang sertifikat GAP --Â Good Agriculture practice , memastikan setiap proses aman hingga tangan konsumen-.
So, hari Imlek selain meriah tentunya sehat. Meski nenek tidak merayakan Imlek, kebiasaan membeli buah tidak hilang hingga kepulangan beliau ke alam baqa. Demikian teman Ketapels, cerita buah jeruk dari ibu di perayaan Imlek bersama Nenek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H