Pagi itu udara masih terbilang sangat dingin, matahari belum sempurna memnuculkan batang hidungnya. Sekitaran jam 04:00. Aku dibangunkan oleh ayahku untuk sholat subuh berjamaah di masjid. Dengan keadaan kesadaran yang masih setengah terhampar di dalam mimpi, mata yang masih memancarkan aura melepas lelah disela tidur, tubuh yang masih terasa lemah sebab pelumpuhan organ tubuh disaat tidur, aku mencoba bangkit sepenuh daya untuk ikut berjalan ke masjid. Barang-barang untuk dibawa sudah dipersiapkan kemarin malam. Aku hanya perlu bersiap-siap saja di pagi ini seperti mandi dan sarapan.
Aku sudah mendengar suara ayam berkokok yang menunaikan tugasnya setiap pagi. Sebenarnya, aku lumayan takjub dengan ayam, sebab ayam bangun dan beranjak dari tempat tidurnya lebih dulu dibanding manusia, dan malah ayam yang membangunkan manusia. Makanya muncul sebuah perkataan yang menyatakan kalau kita bangun kesiangan, rezeki kita kelak akan dipatok ayam. Kali ini aku hanya tinggal bersiap-siap secara badan doang.Â
Aku mandi pagi dengan air dingin yang langsung mengguyur badanku tanpa perasaan berdosa yang menyebabkan tubuhku protes kepada air karena kedinginan. Tetapi apa boleh buat, agar badan bersih dan wangi, badan harus menghadapi siraman air yang mungkin dingin jika kejadiannya di pagi hari.
Setelah aku selesai mandi, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri sudah ada makanan di atas meja makan rumahku yang sudah siap untuk disantap dan dimasukan kedalam perut untuk menunaikan tugasnya memberi energi kepada tubuh yang bermanfaat untuk menghasilkan energi dalam kegiatan manusia sehari-hari.Â
Tak lupa baca doa, aku memakan makanan yang sudah disediakan di meja makan sampai habis. Seusai makan, aku menunggu sampai waktunya tiba dengan menonton televisi. Aku mencari program yang sesuai dengan moodku. Biasanya program animasi anak-anak yang aku cari, kebetulan waktu itu aku juga belum cukup dewasa untuk mempunyai mood menonton acara seperti berita dan semacamnya.
Waktunya telah tiba, kedua orang tuaku membantu membawa barang-barangku yang mencakup pakaian, alat-alat mandi, makanan ringan, buku pelajaran dan lain-lain. Kami sekeluarga pergi dengan menaiki dua motor.Â
Sebelum aku pergi aku menyalami rumahku dan berkata kepada rumahku juga ' Aku selama 6 bulan mendatang mungkin tidak akan tidur dan menapaki kaki dirumah ini, aku akan berjuang menuntut ilmu, Assalamualaikum rumahku tersayang ' akhirnya kami pun pergi meninggalkan rumah menuju tempat yang kelak aku akan singgahi dan tidur disana selama 6 bulan mendatang.
Tempat tujuan sudah sampai, tak terbilang bagaimana aura atmosfer yang tidak pernah dikenal sama sekali tiba-tiba langsung menabrak dan baru pertama kali ini aku merasakan aura yang berbeda ini. Aku menapakan kakiku di tempat yang asing dan nyatanya aku akan tinggal disana tanpa orang tuaku. Melepas kerinduan memanglah tak mudah untuk pertama kalinya, tapi itu hanya masalah waktu, adaptasi tidak akan lama untuk tinggal di pondok pesantren. Perlahan-lahan kutatap dinding-dinding pondok yang berwarna coklat muda, atapnya yang berwarna hijau, masjid dua lantai yang kokoh, satu-satu kupandangi dengan penasaran terhadap sesuatu yang baru kutemukan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H