Mohon tunggu...
Ahmad Soleh
Ahmad Soleh Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Editor Lepas

Menulis konten bertema sosial, politik, budaya, pendidikan, dan agama. Selain itu, juga menjadi pengrajin puisi. Bekerja sebagai editor lepas dan penulis konten.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lorong Waktu Bukan Sekadar Film Bernuansa Religi

7 April 2023   14:41 Diperbarui: 7 April 2023   14:43 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Ahmad Soleh

Setiap harinya, saat film Lorong Waktu mulai di putar di layar televisi, saya dan mungkin juga sebagian banyak penonton lainnya menunggu adegan Ustad Addin menekan tombol enter. Ya, ketika Ustad Addin sudah menekan tombol enter, artinya ada petualangan baru yang akan dihadapi  Zidan (Jourast Jordy) dan Haji Husin (Deddy Mizwar). Tak jarang, petualangan mereka di universe lain menghadirkan kejutan-kejutan, ketegangan, dan aksi kocak yang mengundang gelak tawa.

Bagi generasi 90-an, film Lorong Waktu sudah sangat populer. Bahkan, kehadiran bulan Ramadhan selalu ditunggu dengan rasa tidak sabar lantaran ingin menyaksikan cerita-cerita unik dalam setiap episode serial yang dibintangi Deddy Mizwar ini. Mulai dari cerita rakyat, legenda, dan berbagai kisah menggugah nalar hadir dalam film ini.

Namun, bukan soal filmnya yang akan saya bahas dalam tulisan ringkas ini. Sebab, soal itu pasti sudah banyak yang membahas dan sudah cukup populer di kalangan masyarakat. Hal yang menurut hemat saya penting untuk dibahas adalah bagaimana film ini tidak sekadar memiliki pesan agama dan moral yang tinggi, tetapi juga punya pesan-pesan tersirat yang membuat film Lorong Waktu ini tidak sekadar film bernuansa religius.

Film religius pada umumnya memang mengedepankan aspek-aspek keagamaan, penyimbolan agama, dan karakter yang mengenakan pakaian bernuansa agamis. Memang ketiga hal itu ada dalam film Lorong Waktu. Bahkan, latar tempat yang dijadikan sebagai latar kejadian di setiap episodenya adalah di sebuah masjid. Di mana, para pemeran berperan sebagai marbut atau pengelola masjid. Dan Haji Husin adalah tokoh yang dituakan di masjid tersebut.

Bila dibilang film bernuansa religius, dengan melihat latarnya saja pun kita sudah bisa menilai bahwa Lorong Waktu ini adalah film religi. Lebih spesifik lagi, film Islami. Ditambah lagi diputar di bulan suci Ramadhan. 

Lalu, apa yang membuatnya memiliki nilai lebih dari sekadar film religi? Bila kita lihat beberapa hal menonjol dalam film ini, yaitu judulnya Lorong Waktu, sebetulnya tidak menggambarkan film religi. Apa sebenarnya pesan dari judul ini? Inilah yang menarik untuk dikupas. 

Film Lorong Waktu sebetulnya menceritakan tentang perjalanan waktu Haji Husin dan Zidan. Apa sih hubungannya perjalanan lintas waktu dengan nuansa agamis, religi, lebih-lebih Islami? Mesin waktu yang terletak di salah satu sudut ruangan masjid juga begitu ikonik dari film ini.

Mesin waktu tersebut merupakan hasil penemuan karakter Ustad Addin. Sementara Zidan dan Haji Husin sebetulnya hanyalah korban dari percobaan mesin waktu ini. Namun, perjalanan waktu berhasil dilakukan, hingga mereka pun menjelajah waktu setiap harinya. Nah, mungkin kawan-kawan sudah bisa menangkap apa pesannya. Ya, di sini film ini berpesan bahwa masjid atau tempat ibadah tidak melarang inovasi dan kemajuan teknologi. Meskipun, keberadaan mesin waktu sampai saat ini hanyalah sebuah imaji fiksional.

Nah, sosok Ustad Addin merupakan simbol dari sikap keberagamaan yang maju dan terbuka terhadap kemajuan zaman. Ia seorang Ustad yang saban harinya mengajar mengaji anak-anak dan mengurusi masjid, tetapi di sisi lain ia melek teknologi dan mampu membuat mesin waktu. Sosok Ustad Addin seolah menegaskan bahwa beragama tidak membuat umatnya bodoh dan terbelakang. Cara yang sangat cerdik, bukan?

Selain itu, apa lagi? Ya, dalam beberapa episode lanjutannya, Haji Husin juga kerap membantu orang-orang yang telantar di masjid tersebut. Ia mempekerjakan orang-orang yang mengalami kesulitan tersebut di sebuah toko kelontong yang ia kelola beserta anaknya, seorang perempuan cantik bernama Sabrina.

Di sini, jelas sekali pesannya bahwa masjid tidak hanya menjadi ruang ibadah mahdhah, mengaji, dan kegiatan ritual ibadah lainnya. Haji Husin menjadikan masjid sebagai tempat pemberdayaan yang memberdayakan orang dhuafa dan mengalami kesulitan. Meskipun kerap diselingi aksi-aksi kocak dan menyebalkan, keberadaan penjaga toko (yang diperankan Kibil dan Oppie Kumis) membuat warna dan menguatkan pesan cerita dalam film ini. Sekali lagi, ini cara yang sangat cerdas.

Menurut saya, itulah alasan kenapa film ini bisa bertahan sampai berjilid-jilid. Tidak membosankan, asik, dan mendidik.

Nah, gimana? Jadi kangen kan nonton film Lorong Waktu? Infoin ya, kira-kira di mana serial ini bisa ditonton lagi hehee. Terima kasih sudah membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun