"Abrasi proses pengikisan pantai yang disebabkan tenaga gelombang laut, arus laut dan pasang surut yang terjadi setiap hari. Korelasi antara prubahan iklim dan abrasi, dengan naiknya ketinggian air muka laut, jadi setiap tahunnya air muka laut itu bisa saja semakin tinggi karena adanya pemanasan global. Nah itu juga berdampak terhadap garis pantai yang semakin lama semakin terkikis," Kata Margaretha Roselini Simanjuntak, prakirawan BMKG Maritim Belawan.
Desa Bandar Rahmat bukan satu satunya wilayah pesisir yang terus menerus dihajar abrasi. Berdasarkan jurnal studi pemetaan indeks kerentanan pesisir terhadap perubahan iklim menunjukkan, bahwa pengikisan daratan juga terjadi di 7 wilayah pesisir pantai sepanjang Sumatera Barat diantaranya Kabupaten Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, kota Pariaman, kota Padang, Pesisir Selatan, Pulau Sipora dan Kabupaten Mentawai.
Sejak 2012, pusat penelitian Sumber Daya Laut Pesisir Balitbang Perikanan dan Kelautan sudah menemukan korelasi antara perubahan iklim dan ketinggian air muka laut.
Peneliti kehutanan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Onrizal mengatakan beberapa faktor mendorong tingginya pasang air laut, antara lain disebabkan perubahan tutupan lahan seperti hilangnya lahan bakau yang penting sebagai penahan ombak.
Faktor lain adalah perubahan iklim yang menyebabkan suhu bumi semakin panas, membuat bongkahan es di kutub mencair, sehingga volume air laut semakin tinggi. Akibatnya air laut yang bertambah menyebabkan abrasi, bahkan mengancam pulau tenggelam.
"Ini amat sangat penting bagaimana kita mencegahnya, bagaimana mitigasi atau bisa juga adaptasi. Ini double ya, bisa akibat penurunan tanah bisa juga naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global.
Sangat penting mencegah meningkatnya suhu bumi dengan mengurangi pelepasan gas rumah kaca, kemudian melakukan penyerapan energi gas rumah kaca seperti merestorasi hutan mangrove yang sudah rusak, ini bukan hanya menjaga wilayah pesisir dari abrasi dan banjir tapi juga menyerap gas rumah kaca lebih tinggi lagi sehingga bisa memperlambat terjadinya perubahan iklim," sebut Onrizal.
Tindakan mitigasi untuk menyelamatkan warga beserta nasib anak-anak desa Bandar Rahmat dari ancaman banjir rob dan pemanasan global hanya sekedar isu biasa bagi pemerintah Kabupaten Batu Bara.
Meski tanggul sepanjang 300 meter telah dibangun, nyatanya tidak mampu mencegah banjir rob. Akses jalur darat warga menuju dusun desa Bandar Rahmat maupun desa lainnya terputus tidak tidak bisa dilalui, tanggul yang dibangun pun mulai rusak. Sementara sekolah dasar di lokasi itu juga masih terendam banjir.
Saat disinggung mengenai dampak banjir rob yang mengancam tenggelamnya desa Bandar Rahmat, Bupati Batu Bara, Zahir mengungkapkan akan berkordinasi ke Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) pusat.
"Akibat gelombang itu kan besar, dibawah itu bisa kroak, jadi itu nanti kita lapor ke BPBD ya, akan kita perbaiki," Sebutnya