[caption id="attachment_139493" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi (sumber: impactlab.net)"][/caption]
Ini hanya dugaan bukan menuduh sesuai dengan pepatah “Curiga boleh asal tidak menuduh.” Ya bagi anda para remaja yang teratur berkunjung ke Sevel atau Franchise-Franchise Junk Food lainnya, berhati-hatilah karena bisa jadi kalian menjadi penyebab tawuran. “Lhokok bisa?”
Jawabannya mudah karena kalian sebagian besar terlalu sering mengkonsumsi minuman bersoda. Ini tentunya bagi kalian yang wajib minum minuman ringan sebagai menu andalan ketika berkunjung ke berbagai Waralaba Junk Food. Mari menengok penelitian terbaru mengenai perilaku agresif remaja. Senin lalu (24/10) melalui dailymail.co.id dan mirror.co.id dipublikasikan kajian bahwa para remaja berusia 14 sampai 18 tahun yang mengkonsumsi minuman berkarbonasi lebih dari 4 sampai 5 kaleng dalam seminggu terakhir, akan berperilaku agresif, sering membawa senjata tajam dan terlibat perkelahian.
Secara keseluruhan ketika para remaja Boston Amerika Serikat yang berjumlah 1.878 orang ditanya “Apakah mereka berperilaku anarkis terhadap lingkungan mereka (pacar, teman atau anggota keluarga),” mereka semuanya menjawab “Ya kami melakukannya terhadap ketiganya.” Bahkan perilaku tersebut cenderung meningkat dari 9 % menjadi 15 %. Apa arti peningkatan persen itu? Remaja yang mengkonsumsi minuman non diet itu sebanyak 4 atau lebih dari 5 kaleng akan berperilaku kasar terhadap lingkungannya sebesar 9 atau lebih dari 15 % dibanding remaja yang tidak meminumnya.
Lebih detailnya para peneliti dari Universitas Vermont, membagi mereka menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang mengkonsumsi 4 kaleng minuman bersoda dan kelompok kedua meminum 5 kaleng atau lebih. Hasilnya:
Tabel Tentang Penelitian Hubungan Antara Tingkat Kekerasan Di Kalangan Remaja Dengan Tingkat Mengkonsumsi Minuman Bersoda Per Minggu
Mengkonsumsi 4 kaleng / minggu
Mengkonsumsi 5 kaleng atau lebih / minggu
Memiliki atau membawa senjata tajam
23 %
43 %
Tingkat kekerasan terhadap pacar
15 %
27 %
Tingkat kekerasan terhadap teman sebaya
35 %
58 %
Tingkat kekerasan terhadap anggota keluarga
25 %
43 %
Sumber: dailymail.co.id dan mirror.co.id
Galau
Apa kita harus percaya 100 % terhadap penelitian itu? Menurut pimpinan peneliti Dr Sara Solnick "Mungkin ada hubungan sebab-akibat yang langsung, mungkin karena kandungan kafein dan gula dalam minuman ringan itu, atau mungkin ada faktor lain, belum ditemukan dalam analisis kami, yang menyebabkan tingginya hubungan antara mengkonsumsi minuman ringan dengan tingkat agresifitas," sebagaimana dikutip dari dailymail.co.id Artinya ada beberapa faktor lain yang menyebabkan perilaku kekerasan pada orang-orang muda.
Namun penelitian yang pertama kali dipublikasikan di situs online Injury Prevention Journal ini, mendukung kesimpulan penelitian yang dilakukan sebelumnya di Belanda dan Inggris. Diperkirakan gizi buruk yang didapat dari Franchise-Franchise Junk Food (termasuk minuman bersoda dan berkafein) bisa menjadi pemicu perilaku antisosial. Hal ini dimungkinkan karena itu mengarah ke tingkat rendahnya bahan kimia yang mengalir ke otak lalu mempengaruhi tingkat kegalauan kemudian dapat meningkatkan agresifitas seseorang.
Sederhananya begini, ada dua penyebab mengapa seseorang remaja sering galau? Pertama, ia terlalu banyak meminum kafein ditambah ia menderita gizi buruk. Mari mencirikan remaja yang terkena sindrome galau; (1). Ia mengutamakan perasaan gelisah daripada logika, (2) Akibat dari poin pertama, ia sesaat kehilangan tanggung jawab pribadi, (3). Lalu, ia mudah tersugesti pada situasi emosi yang destruktif. Nah, ada hubungannya kan antara tingkat kegalauan dengan perilaku anarkis?
Tiga Musim, Datang Secara Bersamaan
Sebagai penutup, coba perhatikan tiga musim (baca: fenomena sosial) yang datang hampir bersamaan, khususnya di Jakarta. Pertama, remaja perkotaan sebagian besar akhir-akhir ini lebih suka nongkrong dan gaul di Sevel. Tanggapan pun datang dengan merebaknya Sevel dimana-mana. Musim kedua, akhir-akhir ini juga di daerah Jakarta intensitas tawuran antar remaja (baik yang terjadi antar sekolahan maupun antar kampung) sering terjadi (coba baca media-media pemberitaan di tahun 2011). Dan musim terakhir ini sering terjadi di dunia maya, yakni sebagian besar remaja seringkali mewacanakan (menuliskan atau membicarakannya) kata “galau”. Kompas pun memperhatikan fenomena galau ini dengan menuliskannya di rubrik “komodifikasi” di hari Minggu (16/10).
Nah, apakah ketiga musim itu saling berhubungan? Penelitian yang dipaparkan di atas mungkin bisa menjawabnya. Atau, kalian ada jawaban lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H