Mohon tunggu...
Ahmad Zainudin
Ahmad Zainudin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Tempat diskusi paling bebas dan aman adalah ruang kelas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru sebagai Pemimpin Pembelajaran di Sekolah

20 April 2021   10:49 Diperbarui: 20 April 2021   11:00 9155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, perlu diketahui guru juga manusia biasa. Guru juga pernah mengalami up and down dalam setiap detik yang dijalaninya. Sebaiknya, guru juga bisa mengambil keputusan yang tepat yang bisa berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Oleh karena itu, sebagai guru memiliki pengendalian diri yang mencakup pengendalian sosial dan emosional sehingga bisa melihat masalah secara jernih dan luas. Pengelolaan emosi menghadapai permasalahan yang di hadapi apalagi  keanekaragaman karakteristik potensi murid serta masalah sosial murid. Oleh karenanya, guru perlu memahami Kompetensi Sosial Emosional (KSE) yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pendidik.

Disamping itu pembelajaran KSE harus dikombinasikan dengan pembelajaran diferensiasi yang dimana memberikan pembelajaran dengan mengeluarkan potensi dan sesuai minat bakat murid. Lakukan pemetaan sederhana untuk mengidentifikasi gaya belajar yang cocok untuk diterapkan berdasarkan gaya belajar murid-murid itu sendiri. Murid juga merasa senang belajar karena mereka ikut terlibat dalam menentukan cara belajar yang mereka inginkan. Dengan ditambah refleksikan diri terhadap filosopi Ki Hajar Dewantara bahwa hakikatnya guru perlu menuntun peserta didik untuk mengenali dan menemukan dirinya.

Seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Kolaborasi dibutuhkan dalam hal ini. Sinergi antara murid, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat untuk membentuk mutu pendidikan yang lebih baik. Proses Coaching bisa jadi alternatif pendekatannya, lakukan komunikasi yang asertif antara seluruh pihak sehingga dapat menemukan solusi dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Membangun hubungan positif antar warga sekolah.

Kesimpulan akhir, dalam pembelajaran berdiferensiasi, kompetensi sosial emosional, dan coaching memiliki koneksi yang berkaitan untuk pengembangan kompetensi guru baik secara akademik maupun sosial. Ditambah dengan refleksi Ki Hajar Dewantara, merefleksikan bahwa setiap anak mempunyai keunikan sendiri yang terlahir dari kodrat zaman dan kodrat alam. Guru berperan sebagai penuntun bukan penuntut, agar potensi-potensi yang ada pada anak akan menjadi kekuatan modal untuk menggapai harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun