Mohon tunggu...
Zidan Novanto
Zidan Novanto Mohon Tunggu... Auditor - Investor

Tulisan tidak mencerminkan tempat penulis bekerja dan tidak mengatasnamakan institusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika Politik dan Hukum Pemilu bagi Pejabat Publik

26 Januari 2024   09:28 Diperbarui: 26 Januari 2024   09:49 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sistem demokrasi, pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu mekanisme penting untuk menentukan pemimpin negara. Namun, dalam konteks demokrasi yang sehat, dosis kekuasaan, kualitas pemimpin, etika politik, dan hukum pemilu memainkan peran utama. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum memberikan landasan hukum yang jelas terkait dengan tahapan pemilu, dan pada  UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 281, 282, dan 283 mengandung ketentuan-ketentuan penting terkait dengan etika kampanye pejabat publik.

Pasal 281 mencakup ketentuan bahwa setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden harus mengikuti tahapan kampanye secara adil dan bersaing sehat. Etika politik di sini menekankan perlunya keadilan dan fair play dalam upaya memenangkan dukungan masyarakat. Pejabat publik dalam tahapan kampanye harus menjaga netralitasnya dan menghindari kebijakan publik yang dapat merugikan pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya.

Pentingnya netralitas pejabat publik selama tahapan kampanye tercermin dalam Pasal 282, yang menyatakan bahwa seorang pejabat publik tidak boleh menggunakan kekuasaan dan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye pribadi atau kelompok politik tertentu. Etika publik menuntut agar pejabat publik tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk keuntungan politik pribadi, sehingga memastikan proses pemilu berjalan adil.

Adapun Pasal 283 memberikan ketentuan terkait dengan penyelenggaraan kebijakan publik selama tahapan kampanye. Pejabat publik harus menghindari pengambilan kebijakan yang dapat dianggap sebagai tindakan politis yang merugikan pesaingnya. Kebijakan publik yang dapat memberikan keuntungan tidak adil kepada pasangan calon tertentu sejalan dengan etika politik yang menekankan integritas dan kesetaraan dalam konteks pemilihan umum.

Pentingnya kualitas pemimpin tercermin dalam bagaimana presiden memahami tanggung jawabnya selama tahapan kampanye. Seorang pemimpin yang mempraktikkan etika politik yang baik akan berusaha untuk memastikan bahwa proses pemilu berlangsung dengan transparan, adil, dan menghormati hak-hak semua peserta.

Dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, seorang pejabat publik dalam hal ini sebagai pemimpin negara harus menjalankan kekuasaannya dengan dosis yang tepat, memastikan etika politik yang baik, dan mematuhi hukum pemilu. Hal ini penting untuk melestarikan kualitas pemimpin dan membangun fondasi demokrasi yang kuat dan berkelanjutan.

Netralitas adalah aspek kunci yang menentukan kualitas pemimpin dan integritas demokrasi. Berikut adalah poin-poin yang relevan terkait dengan unsur kepatutan dan etika politik dalam peran presiden untuk tetap netral:

  • Kepatutan dan Sikap Netral:
    • Seorang pejabat publik harus memahami bahwa kepatutan adalah pondasi dari etika politik yang baik. Jika posisinya sebagai kepala negara mengharuskannya untuk tetap netral dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon selama tahapan kampanye.
    • Sikap netral menunjukkan kedewasaan politik dan keadilan, memastikan bahwa pejabat publlik tidak mencampuradukkan peran resmi dengan kepentingan politik pribadi.
  • Ketidakgunakan Fasilitas Negara:
    • Pejabat publik harus menghindari menggunakan fasilitas negara atau sumber daya publik untuk mendukung kampanye pribadi atau kelompok politik tertentu. Hal ini mencakup penggunaan transportasi resmi, fasilitas kantor, atau personel negara untuk kepentingan politis.
  • Pengambilan Sikap yang Tidak Tergantung pada Pilihan Pribadi:
    • Pejabat publik harus berhati-hati dalam menyampaikan sikap atau pandangan yang bisa dianggap mendukung atau menentang pasangan calon tertentu. Pernyataan atau tindakan yang bersifat politis harus dipertimbangkan dengan baik agar tidak merusak netralitasnya.
  • Pentingnya Menjaga Perspektif Nasional:
    • Seorang pejabat publik harus senantiasa menjaga perspektif nasional dalam mengambil keputusan atau mengeluarkan pernyataan. Kepentingan negara harus selalu diutamakan di atas kepentingan politik pribadi atau kelompok.
  • Partisipasi dalam Debat dan Forum Publik:
    • Pejabat publik dapat memilih untuk berpartisipasi dalam debat atau forum publik selama tahapan kampanye, tetapi harus melakukannya dengan kepatutan dan memastikan bahwa posisinya tidak bersifat partisan. Diskusi dan interaksi harus bersifat konstruktif tanpa memihak pada pasangan calon tertentu.
  • Transparansi dalam Hubungan dengan Partai Politik
    • Jika pejabat publik memiliki preferensi politik tertentu, penting untuk menjaga transparansi dalam hubungannya dengan partai politik. Namun, ia harus tetap memastikan bahwa kebijakan dan tindakan yang diambil tidak merugikan pesaing politiknya.

Dengan memperhatikan unsur kepatutan dan etika politik ini, seorang pejabat publik dapat memainkan peran kunci dalam menjaga integritas pemilu. Ini akan menciptakan lingkungan yang sehat dan adil bagi semua peserta pemilu, sambil tetap memastikan bahwa pemerintahan berlangsung tanpa cacat dan netral.

Adagium hukum "Politiae Legius Non Leges Politii Adoptandae" (politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya) menambah dimensi yang signifikan dalam konteks tahapan pemilu dan peran seorang pejabat publik. Dengan mengaitkan adagium ini dalam artikel, kita dapat menyoroti pentingnya menjaga supremasi hukum dan menekankan bahwa kebijakan politik, termasuk tindakan seorang pejabat publik, harus selalu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Supremasi Hukum dalam Tahapan Pemilu: Adagium ini menegaskan bahwa politik harus tunduk pada hukum. Dalam konteks tahapan pemilu, pejabat publik jika berposisi sebagai pemimpin negara harus menjadi contoh yang mematuhi dan menghormati hukum pemilu yang telah ditetapkan, seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun