Mohon tunggu...
Zidan Novanto
Zidan Novanto Mohon Tunggu... Auditor - Investor

Tulisan tidak mencerminkan tempat penulis bekerja dan tidak mengatasnamakan institusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Kerja "9 to 9 and 6" ala Pekerja China

9 Agustus 2023   09:10 Diperbarui: 9 Agustus 2023   09:27 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya kerja telah menjadi aspek penting dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Salah satu contoh yang menarik perhatian adalah praktik kerja "9 to 9 and 6" yang umum ditemukan di kalangan pekerja di China. Praktik ini mengacu pada jam kerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama enam hari dalam seminggu. Meskipun praktik ini mungkin berhasil untuk beberapa individu dan organisasi, tetapi juga menimbulkan perdebatan tentang dampaknya terhadap keseimbangan kerja dan kehidupan serta kesejahteraan pekerja.

Asal Mula dan Faktor Pendorong

Budaya kerja "9 to 9 and 6" memiliki akar dalam budaya kerja yang keras di China serta semangat untuk mencapai kesuksesan dan kemajuan ekonomi. Faktor-faktor pendorong seperti persaingan bisnis yang ketat, dorongan untuk mencapai target yang tinggi, dan tekad untuk meningkatkan karir seringkali mendorong individu untuk terlibat dalam jam kerja yang panjang[^1^].

Dampak Positif dan Tantangan

Budaya kerja ini memiliki dampak positif dalam beberapa hal. Pertama, produktivitas bisa meningkat karena pekerja memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks[^2^]. Kedua, budaya kerja yang keras sering kali berhubungan dengan semangat berjuang dan berdedikasi dalam mencapai tujuan perusahaan[^3^]. Selain itu, dalam beberapa industri seperti teknologi dan e-commerce, jam kerja yang panjang bisa dilihat sebagai cara untuk memanfaatkan peluang dan membangun produk yang lebih baik[^4^].

Namun, praktik "9 to 9 and 6" juga menimbulkan tantangan yang signifikan. Pertama-tama, keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi dapat terganggu, yang dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan masalah kesehatan mental[^5^]. Kedua, waktu luang dan interaksi sosial dapat terabaikan, mengurangi kualitas hidup individu[^6^]. Selain itu, dampak jangka panjang terhadap produktivitas dan kreativitas individu juga harus diperhatikan, karena penurunan kinerja bisa terjadi akibat kelelahan dan tekanan kerja yang berlebihan[^7^].

Perubahan Menuju Keseimbangan

Sebagai tanggapan terhadap dampak negatif dari budaya kerja "9 to 9 and 6," beberapa perusahaan dan pemerintah telah mulai mengambil langkah untuk mempromosikan keseimbangan kerja dan kehidupan. Beberapa inisiatif termasuk pengurangan jam kerja, promosi fleksibilitas kerja, dan peningkatan perhatian terhadap kesejahteraan mental pekerja[^8^].

Penting bagi perusahaan untuk menyadari bahwa produktivitas yang berkelanjutan tidak selalu berasal dari jam kerja yang panjang. Kreativitas, inovasi, dan performa yang baik juga bergantung pada keseimbangan dan kesejahteraan pekerja. Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan hidup pribadi dapat membantu mewujudkan budaya yang lebih seimbang dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Budaya kerja "9 to 9 and 6" yang umum di kalangan pekerja China mencerminkan semangat keras dan dedikasi untuk mencapai kesuksesan. Namun, dampak negatif terhadap keseimbangan kerja dan kehidupan serta kesejahteraan individu tidak dapat diabaikan. Penting bagi individu, perusahaan, dan pemerintah untuk mencari keseimbangan yang tepat antara produktivitas, kesejahteraan, dan kualitas hidup. Dengan demikian, mereka dapat menciptakan budaya kerja yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.

Referensi: [^1^] Zhang, T. (2019). Why do Chinese People Work So Hard? The "9--9--6" Schedule, Explained. Sixth Tone. [^2^] Ouyang, J., Zeng, D., & Han, J. (2019). The effects of 996 work schedule on employees' productivity, fatigue, and psychological well-being. Current Psychology. [^3^] Li, J. (2017). Understanding 996 Work Culture in China. Medium. [^4^] Chen, M. (2018). The '996' schedule: Why working from 9 a.m. to 9 p.m. is a blessing in disguise. South China Morning Post. [^5^] Kim, J. H., & von dem Knesebeck, O. (2016). Perceived job insecurity, unemployment and depressive symptoms: A systematic review and meta-analysis of prospective observational studies. International Archives of Occupational and Environmental Health. [^6^] Akerlof, G. A., & Kranton, R. E. (2010). Identity economics: How our identities shape our work, wages, and well-being. Princeton University Press. [^7^] Demerouti, E., Bakker, A. B., Nachreiner, F., & Schaufeli, W. B. (2001). The job demands-resources model of burnout. Journal of Applied Psychology. [^8^] Tan, S. H. (2020). China's '996' work culture backlash gains traction. BBC News

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun