Secara terperinci, Agustianto menyebutkan delapan peran yang dapat dilakukan oleh ulama dan pesantren dalam sosialisasi dan pengembangan ekonomi syariah, yaitu: Pertama,berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa ajaran muamalah maliyah harus dihidupkan kembali sesuai dengan syariah Islam. Kedua, berperan menjelaskan bahwa keterpurukkan ekonomi umat Islam selama ini di antaranya disebabkan karena umat Islam mengabaikan fiqh muamalah.Â
Kitab Ihya Ulumuddin Al-Ghazali, misalnya hanya digali aspek tasawufnya saja, sedangkan aspek ekonominya tidak dikaji dan dikembangkan. Demikian pula ratusan judul kitabkitab fiqh lainnya. Ketiga,berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah pengamalan fiqih muamalah maliyah, fiqih ini menjelaskan bagaimana sesama manusia berhubungan dalam bidang harta, ekonomi, bisnis dan keuangan. Keempat, mengembalikan masyarakat pada fitrahnya. Menurut fitrahnya, baik fitrah alam dan maupun fitrah usaha, umat Islam adalah umat yang menjalankan syariah dalam bidang ekonomi, seperti pertanian, perdagangan, investasi dan perkebunan, dsb.Â
Budaya demikian, kata Syafii Antonio, telah dirusak oleh liberalisasi dunia perbankan, sehingga masyarakat tercemari oleh budaya bunga yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah alam dan fitrah usaha. Fitrah alam dan fitrah usaha tidak bisa dipastikan harus berhasil, karena sebuah usaha bisa bisa untung besar, untung kecil, malah bisa rugi. Sedangkan dalam konsep bunga usaha dipastikan berhasil. Padahal yang bisa memastikan hanya Allah swt. Kelima, berperan menjelaskan kepada ummat keunggulan-keunggulan sistem ekonomi Islam, termasuk keunggulan sistem bank syariah dari bank konvensional yang menerapkan bunga.Â
Keenam,berperan membantu menyelamatkan perekonomian bangsa melalui perkembangan dan sosialisasi perbankan syariah. Krisis ekonomi di penghujung dekade 1990-an menjadikan perekonomian bangsa mengalami kehancuran. Suku bunga terpaksa dinaikkan, agar dana masyarakat mengalir ke perbankan sebagai tambahan darah bagi kehidupan bank. Namun, ternyata kebijakan itu semakin memperparah penyakit perbankan. Perbankan mengalami negative spread akibat bunga yang dibayar lebih tinggi dari bunga yang didapat. Kenyataan ini terjadi pada semua bank konvensional, sehingga sebagiannya terpaksa tutup (likuidasi), sebagian lagi dapat rekapitulasi dalam jumlah besar (ratusan triliunan rupiah dari pemerintah dalam bentuk BLBI).Â
Bila ulama berhasil mengajak bangsa untuk kembali ke pangkuan syariah, insya Allah, perbaikan ekonomi bangsa, melalui institusi perbankan syariah dapat terobati dan sehat. Ketujuh, mengajak umat untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan, tidak sepotong-potong seperti selama ini. Kedelapan, menjelaskan kepada masyarakat tentang dosa riba yang sangat besar, baik dari nash Al-Quran, sunnah, pendapat para filosof Yunani, pakar non muslim, pakar ekonomi Islam, dsb.Â
Kesembilan,memberikan motivasi kepada masyarakat, khususnya para pengusaha kecil, menengah atau wirausaha, agar mereka memiliki etos kerja yang sangat tinggi, bekerja keras sesuai dengan ridha Allah dan bersifat jujur (amanah) dalam mengelola uang umat. Kesepuluh, mengajak para hartawan dan pengusaha muslim agar mau mendukung dan mengamalkan perbankan syariah dalam kegiatan bisnis mereka. Dengan demikian, syiar muamalah Islam melalui perbankan syariah lebih berkembang dan diminati seluruh kalangan (Agustianto, 2009).
Dan selanjutnya jika kita lihat dengan seksama bahwasanya  status warga atau santri di pesantren yang banyak mempelajari ilmu agama, fiqh, dan bagaimana bermuamalah dengan syar'i. maka merupakan besar peluang bagi Bank Syari'ah untuk mempromosikan produknya kepada mereka karena mereka sudah mempunyai dasar ilmu agama yang tentunya merupakan ilmu bagaimana bermuamalah  sesuai tuntunan Al-Qur'an dan Hadis.
Yang paling penting saat ini adalah bagaimana pihak Aktivis Ekonomi Syari'ah mengenalkan, mempromosikan dan memberikan edukasi kepada warga pesantren, karena didalam pesantren masih banyak yang hanya fokus kepada Ilmu agamanya saja dan kurang mengikuti perkembangan yang ada diluar.
"Semoga Bermanfaat"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H