Apakah  definisi Asuransi? Dan apa landasan Hukum Asuransi baik dari kacamata ISlam dan Negara? Dan apa perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syari'ah? disini akan ita bahas. petama,  kata Asuransi berasal dari bahasa Belanda, Assurantie, dan dalam hukum Belanda dipakai kata "Verzekering". Kata ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kata "pertanggungan".Â
Dari kata Assurantie ini kemudian muncul istilah Assuradeur bagi penanggung, dan Geassureede bagi tertanggung, atau dengan istilah lain disebut juga penjamin dan terjamin. Begitu juga dari istilah Verzkering di atas, timbullah peristilahan verzekerar bagi penanggung dan Verzerkerde bagi tertanggung. Dalam bahasa Italia disebut insurensi yang berarti "Jaminan". Dalam bahasa Inggris asuransi berasal dari kata "Assurance" yang berarti jaminan. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah At-tamina diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.( Nurul huda dan Muh.Heykal: 2013:151)
Menurut bahasa Arab, istilah Asuransi adalah At-Ta'min, diambil dari kata Amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Asuransi itu dinamakan At-Ta'min telah disebabkan pemegang polis sedikit banyak telah merasa aman begitu mengikatkan dirinya sebagai anggota atau nasabah asuransi. Pengertian yang lain dari at-ta'min adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar pemegang polis atau ahli warisnya mendapat sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang. (M.Syakir Sula:2004:28)
Menurut UU no.2 tahun 1992 tentang perasuransian: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Quran dan As-sunah. (Gemala Dewi:2006:135)
Landasan Hukum Asuransi Islam
Landasan asuransi yang dipakai asuransi islam terdiri dari landasan syariah dan landasan yuridis.(Nurul Huda&Muh Heykal:2013)
1. Landasan Syariah
Asusransi terdapat berbagai pandangan di antara para ulama Islam tentang asuransi, yaitu pandangan yang membolehkan dan pandangan yang mengharamkan:
Pandangan yang mengharamkan ulama yang memiliki pandangan yang lebih keras akan keharaman asuransi adalah Syekh Muhammad Al Gazali. Dikatakan oleh beliau bahwa konsep asuransi dikatakan haram karena beberapa alasan, di antaranya adalah:
- Di akhir masa asuransi, dana premi akan dikembalikan beserta dengan bunganya.
- Adanya penggantian akan kerugian kepada pihak yang terjamin tidak dapat diterima sesuai dengan syariat Islam.
- Perusahaan asuransi tidak akan pernah bisa bebas dari bunga ataupun kegiatan ribawi lainnya.
- Hanya sebagian kecil dari yang mengikuti asuransi yang akan merasakan manfaat dari asuransi tersebut.
Pandangan yang membolehkan.
Dalam Al-Qur'an memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik asuransi Islam dan tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan tentang praktik ta'min dan takaful. Akan tetapi perintah Allah Swt mempersiapkan hari depan, firman Allah:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. . Â (QS.Al-Hasyr:18)
Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan orang. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad bersabda: "barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang muslim, maka Allah Swt. akan menghilangkan kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat". HR Muslim.
- Ijtihad
Fatwa Sahabat. Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Khalifah Kedua, Umar bin Khattab mereka berkata "orang-orang yang mana tercantum dalam diwam tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka". Umar lah yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara profesional per wilayah, dan orang-orang terdaftar diwajibkan saling menganggung beban.
- Ijma
para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak dengan tidak ada sahabat lainnya yang menentang pelaksanaan aqilah ini.
- Qiyas
Yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuan di dalam Al-Quran dan As-Sunna/Al-Hadis dengan hal lain yang hukumya disebut dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah/Al-Hadis karena persamaan illat (penyebab atau alasannya). Sistem aqilah pada zaman pra-Islam di-qiyas-kan dengan sistem aqilah yang diterima pada zaman Rasulullah Saw.
- Istishan
Istihsan adalah beralih dari penetapan hukum berdasarkan adat kebiasaan. Adapun mekanisme istihsan berlaku dari kebiasaan aqilah di kalangan suku Arab kuno/pra-Islam. Letak dari fenomena sebenarnya dari sistem ini adalah dapat mengubah dan meminimalisasi aksi balas dendam yang berkelanjutan di masa yang akan datang. (Nurul Huda&Muh Heykal:2013)
2. Landasan Yuridis, Hukum, Operasional Asuransi Islam
Peraturan tentang asuransi Islam masih menginduk ke peraturan perundang-undangan tentang perasurasian secara umum di Indonesia antara lain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Menurut (Gemala Dewi:2006), dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah di Indonesia karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Dengan kata lain, UU No.2 Tahun 1992 tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah.
Adapun peraturan yang tegas menjelaskan tentang asuransi Islam baru pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No.Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi Islam masih menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Islam Nasional Majelis Ulama Indonesia, yaitu Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, walaupun kita tahu bahwa dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, Fatwa MUI ini tidak bisa dijadikan pijakan hukum yang kuat terhadap pedoman usaha asuransi syariah. Maka untuk itu peru segera pemerintah dan legislati membuat peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut.
3. Perbedaan Asuransi Islam dan Asuransi Konvensional
Perbedaan asuransi konvensional dengan asuransi dalam ekonomi Islam terletak pada landasan filosofis yaitu mencari ridha' Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat dibandingkan hanya berorientasi bisnis semata yang bersifat spekulatif sebagaimana pendapat Manan berikut ini:
Bolehlah dikemukakan bahwa terdapat sekelompok orang yang tak dapat membedakan antara asuransi dan perjudian. Mereka menyamakan asuransi dengan spekulasi. Padahal dengan asuransi orang yang menjadi tanggungan dari seseorang yang meninggal dunia terlebih dahulu dapat menerima keuntungan lumayan untuk sejumlah kecil uang yang telah dibayar almarhum sebagai premi. Tampaknya hal ini seperti sejenis perjudian. Tapi perbedaan antara asuransi dan perjudian adalah fundamental, karena dasar asuransi adalah kerja sama yang diakui dalam Islam. Asuransi bermotivasikan prinsip kerja sama dan keuntungan sosial yang maksimum, sedangkan berjudi adalah penyangkalan dari prinsip-prinsip ini. Karena itu asurasi tidak dapat dinyatakan tidak islami. (M.A. Manan :1997:303)
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya hukum Asuransi Syari'ah baik kacamata Islam dan dan Negara sudah jelas diperbolehkan dan sudah dijelaskan juga perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syari'ah. dan sekarang kembali kepada masing masing pribadi apakah akan menggunakan Asuransi Syari'ah atau Asuransi Konvensional, karena pribadi masing-masing mempunyai hak  memilih apakah asuransi baik untuk dirinya atau tidak.
"Semoga Bermanfaat"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H