Di social media lagi ramai diskusi soal pembelian lahan untuk peternakan sapi BUMN di australia. Yang kontra kebanyakan berpikir: kenapa nggak bikin di dalam negeri saja sih, kan menyerap tenaga kerja?
Mereka yang kontra biasanya karena tidak tau sejarahnya kenapa Dahlan sampai pada ide pembelian lahan di Australia. Berikut akan saya coba rangkum kronologisnya. Dari sini kita bisa belajar bahwa Dahlan Iskan, sekali mempunyai plan, tidak akan gampang menyerah mewujudkannya. Hambatan apapun akan dicari terobosannya. Dahlan adalah pemimpin yang gigih memperjuangkan visinya sampai menjadi kenyataan.
Begitu Dahlan berniat melawan impor sapi, ini yang diusahakannya:
1. SAPI SAVANAH
Dahlan kaget melihat peternakan sapi di sumbawa dikelola PTPN yg merupakan BUMN perkebunan, padahal ada PT. BERDIKARI yang merupakan BUMN peternakan tapi malah hidup dari bisnis mebel dan asuransi. Dahlan mengembalikan Sapi savanah ke PT. Berdikari. Sapi savanah dikembngkan lagi oleh Berdikari, bisnis mebel dan asuransi dipaksa oleh dahlan untuk dilepas. Tapi lahan kita yang katanya luas itu terbatas kalau peternakan sapinya sistem tanpa kandang. Di peternakan savanah kabaru (peternakan terbesar punya BUMN) cuma bisa menghasilkan 5.000-an sapi per tahun. Padahal impor kita 350.000 ekor.
2.SAWIT SAWIT
Problem pakan yang mahal diatasi dengan program sapi sawit, pelepah sawit yang jadi sampah dicacah dan diberi nutrisi. Pilot projectnya di PTPN jambi, lalu dibeberapa PTPN lain. Sukses, tapi setelah mau dikembangkan besar-besaran, terkendala ketersediaan sapi bakalan (pedet) yang ternyata jumlahnya tidak sesuai sensus departemen pertanian. PAKAN MURAH TERSEDIA, PEDETNYA TIDAK ADA.
5. SAPI KOMBONG
Salah kalau dibilang dahlan tidak mencoba bikin peternakan di dalam negeri, Di sidrap, sulawesi sedang dikembangkan teknologi peternakan sistem kombong yang tidak memakan banyak lahan. Peternakan inin juga terintegrasi dengan perkebunan sorgum. Masalahnya tetap sama: bakalan tidak tersedia.
3.INSEMINASI
Kesalahan pembacaan data sensus sapi bakalan menghambat sapi sawit juga sapi kombong. Dari taget 100.000 sapi sawit cuma bisa dikumpulkan 20rban sapi bakalan. Dahlan lalu bekerjasama dengan balai inseminasi malang untuk melakukan program kawin suntik, dengan meminjam indukan milik petani. Tentu saja hasilnya butuh bertahun-tahun sebelum sapi hamil, lahir anak, jadi pedet dan siap digemukkan. Tapi dari petani ditemukan fakta lain: Biaya produksi pedet mencapai 9 juta, padahal kalau dijual cuma laku 4 jt. Petani tetap memproduksi pedet karena dikerjakan sambilan, sambil bertani, dengan pakan seadanya.
4.PRODUKSI ANAKAN DI AUSTRALIA
Problem semakin jelas. KIta tidak punya sistem industrialisasi sapi yang membuat proses produksi berjalan efisien. Di Austrailia bikin pedet cuma 3 jutaan. Strategi Dahlan selanjutanya adalah, membeli saham mayoritas peternakan yang sudah ada di australia. Setelah jadi sapi bakalan, digemukkan di indonesia. Karena biaya penggemukan lebih murah di dalam negeri. Ada banyak peternakan dalam negeri dan petani yang siap menggemukan pedet Australia hasil peternakan BUMN. Juga tentu saja peternakan BUMN seperti yang disebut diatas. Memang tetap dihitung impor, tapi kita membelinya dari peternakan kita sendiri.
Kenapa gak bikin pedet di dalam negeri saja? Butuh waktu bertahun-tahun untuk menciptakan infrastruktur industri sapi yang lengkap dan efisien seperti di Australia. Australia sudah membangun industri peternakan ini selama ratusan tahun. Sementara kita perlu segera menurunkan harga daging dan mengurangi impor sapi. SEGERA! Rakyat sudah terlalu lama menunggu. Harga daging harus segera diturunkan.
Jadi bikin peternakan di Australia jadi masuk akal kan? Negara lain seperti malaysia juga sudah melakukan hal ini.
Ini mirip yang terjadi di industri saya, advertising. Syuting iklan di bangkok itu jauh lebih murah daripada di jakarta. Padahal peralatan di bangkok lebih canggih. Padahal kita harus bawa rombongan dari Jakarta yang berarti plus biaya transport dan akomodasi. Tagihan akhirnya tetap lebih murah di Bangkok. Pernah saya buat iklan kolosal, dan ternyata setelah ditenderkan, negara yang bisa bikin produksi paling murah adalah asfel. no.2 selandia baru. Jadilah kita syuting di cape town. Itu terjadi karena industri film di bangkok dan afsel jauh lebih mapan dan efisien daripada industri film dalam negeri.