Mohon tunggu...
Ahmad Zahir Ridho
Ahmad Zahir Ridho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Hobi Game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis terhadap Hukum Terkait Jual Beli Telur Ayam Belum Menetas Termasuk dalam Hukum Islam

27 September 2023   13:28 Diperbarui: 27 September 2023   13:46 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Ahmad Zahir Ridho


Nim : 212111263


Kelas : HES 5G


Dosen pengampu : Muhammad  Julijanto, S.Ag.,M.Ag

 

Jual beli merupakan suatu perbuatan atau transaksi yang diatur dalam artian dalam Islam terdapat hukum yang jelas mengenai taklifi, hukum yang diperbolehkan, izin ini terdapat dalam Al-Quran dan kitab suci Nabi. Telur ayam tidak bisa menetas, yaitu suatu kondisi dimana telur dikatakan memiliki cakram embrio atau embrio disc (lapisan jaringan embrio) tanpa tanda-tanda  darah. Penyebab yang pertama adalah telur tidak dibuahi dan tidak dibuahi, jika telur tidak dibuahi maka tidak akan menetas karena tidak ada embrio. Penyebab kedua adalah sel telur telah dibuahi namun embrio  mati karena tidak dapat memilih ciri-ciri telur yang baik untuk dierami dan kegagalan embrio juga disebabkan oleh :

Suhu terlalu panas,  telur tidak diputar maksimal minimal 4 kali/hari, kekurangan oksigen karena ventilasi buruk. 

Jual beli telur ayam yang tidak menetas menurut hukum positivisme. 

Mengenai barang asal Islam, barang penukarannya harus suci/bersih artinya harus aman untuk dikonsumsi manusia. . Sedangkan pada saat jual beli telur ayam yang belum menetas, nilai jumlah plak (total bakteri) melebihi standar nasional Indonesia untuk telur ayam yang akan dikonsumsi. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjual telur ayam yang belum menetas, beliau mengatakan bahwa telur ayam tersebut  tercampur  putih dan kuningnya sehingga hampir busuk sehingga tidak layak  untuk dikonsumsi. 

Penjual hanya tergiur  keuntungan  dan pembeli  tergiur harga lebih murah tanpa mengetahui akibat dari menjual dan mengkonsumsi telur yang belum menetas. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah No. Keputusan Nomor 28 Tahun 2004 tentang mutu pangan dan keamanan  gizi diatur dalam Pasal 23 (b) pangan yang mengandung bahan pencemar melebihi batas maksimum yang ditentukan dan Pasal 23 (d) pangan yang mengandung pangan yang kotor, busuk, tengik, membusuk atau mengandung penyakit hewan dan komponen nabati atau bangkai hewan yang mati sehingga menjadikan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. 

Dan hukum tidak melakukannya. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pangan yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) tentang Keamanan Pangan dilaksanakan untuk menjamin pangan  aman, higienis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan  keyakinan agama, agama, dan budaya masyarakat. Dan Pasal 26 ayat (2) tentang keamanan pangan bertujuan untuk mencegah terjadinya cemaran biologis, kimia, dan lainnya yang dapat menimbulkan gangguan, kerugian, dan membahayakan kesehatan masyarakat. 

Dan itu ada dalam undang-undang no. Menurut Keputusan Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 8 ayat (2), badan usaha dilarang memasarkan produk yang rusak, cacat, bekas atau terkontaminasi tanpa memberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang produk yang bersangkutan. Dalam hukum pidana, perbuatan demikian dapat dijerat dengan Pasal 378 mazhab Positivis. 

Menurut aliran hukum positivisme,

 hukum diterapkan hanya karena membawa manfaat bagi pemerintah. Ketika kita mempelajari hukum, kita hanya melihat bentuk hukumnya saja. 

Dengan kata lain:

Hukum hanya mementingkan bentuk-bentuk formal saja. Dengan  bentuk ini maka bentuk hukum undang-undang dipisahkan dari asas-asas hukum substantif. Hukum dapat dipahami melalui penerapannya dalam masyarakat, yang dapat mempengaruhi ajaran moral, budaya, politik, ekonomi, dan sosial. 

Argumentasi mengenai positivisme hukum dalam konteks hukum Indonesia:

Menurut pendapat saya, visi hukum positivisme berupaya menggabungkan landasan yang beragam, keberagaman, etika dan moralitas. Dan menurut pendekatan positivis, undang-undang mempunyai aturan yang jelas karena ditentukan oleh pemerintah dengan produk politik. Kesimpulannya, dalam hal ini penting untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya  lembaga legislatif, agar asas-asas hukum yang ada tetap berlaku  dan tidak terjadi kesenjangan dalam kehidupan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun