Mohon tunggu...
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S Mohon Tunggu... Freelancer - #Ngopi-isme

Aku Melamun Maka Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahasiswa dan Tahun Politik

30 Maret 2018   21:15 Diperbarui: 1 April 2018   10:30 2606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada serentak kembali menyapa Indonesia di tahun 2018. Berbagai partai politik disibukkan dengan mempersiapkan calon-calon jebolan terbaiknya untuk beradu di Pilkada serentak.

Cara berkampanye para kandidat parpol bermacam-macam dan sesuai selera (tergantung bajet), ada yang menyanyikan mars persatuan bangsa, ada yang membagikan sembako demi kesejahteraan umat, ada yang blusukan ke kampung-kampung untuk menggalang simpati demi menggaet suara dari berbagai kalangan. Isu SARA dijadikan senjata sekaligus tameng dalam mensiasati perebutan kursi pemerintahan. Tak ketinggalan para pemuka agama dan tokoh masyarakat di rangkul yang katanya demi menjaga kestabilan dan keharmonisan bangsa.

Panggung demokrasi kembali dimeriahkan di zaman kepemimpinan Jokowi, otomatis di era kepemimpinannya menjadi perhatian utama dan strategis dalam pelaksanaan demokrasi yang beramanatkan Pancasila dan UUD 1945 di tahun ini. Hak bependapat di muka hukum merupakan hak setiap warga negara dalam menjalankan nilai demokrasi.

Pada tahun ini pula, sekaligus menjadi tolak ukur sejauh mana perjalanan demokrasi Indonesia setelah kemerdekaan. Pilkada tahun ini juga sebagai gambaran dan pintu gerbang menuju Pilpres di tahun 2019.

Sebanyak 17 provinsi akan menggelar pemilihan gubernur-wakil gubernur dalam Pilkada Serentak 2018. Total calon yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) mencapai 116 orang atau 58 pasang. Selain di 17 provinsi, Pilkada Serentak 2018 juga berlangsung di 39 Kota dan 115 Kabupaten. Totalnya, mencapai 373 pasang untuk pemilihan bupati-wakil bupati dan sebanyak 139 calon untuk pemilihan wali kota-wakil wali kota (Liputan6.com).

Lantas bagaimana paradigma mahasiswa Indonesia terhadap hiruk pikuk tahun politik? Mahasiswa sebagai generasi pemimpin bangsa yang akan datang selayaknya sudah harus berpikir kritis dan bertindak secara nyata demi perubahan bangsa ke arah yang lebih baik.

Kampus sebagai tempat kegiatan akademisi telah lama ini diibaratkan sebagai miniatur negara, yang mana didalamnya terdapat pemerintahannya sendiri. Layaknya BEM, MPM, dan UKM sebagai pusat kegiatan mahasiswa dalam berorganisasi di kampus secara tidak langsung telah menerapkan nilai-nilai politik didalamnya berupa demokrasi.

Fungsi organisasi selain menjadi wadah pengembangan diri dan penyaluran bakat, melalui organisasi juga mahasiswa menyalurkan aspirasi dan opininya tentang situasi yang terjadi kampusnya, baik internal maupun eksternal. Lewat organisasi, tingkat kepedulian dan kepekaan mahasiswa terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya lebih dipertajam.

Dari organisasi juga, lahirlah para pemikir yang kritis sekaligus pemecah solusi setiap peristiwa yang terjadi. Dan di tahun ini, timbul pemikiran kritis mahasiswa dengan sejuta opini dan harapannya kepada para pemimpin negeri. Bukan sekedar mengobral janji lewat kampanye, namun dibuktikan dengan kerja yang nyata.

Di tahun 2018, banyak terjadi peristiwa yang turut mewarnai tahun politik ini, diantaranya kasus korupsi mega proyek e-ktp, kasus gizi buruk di Papua, isu uang mahar parpol, pro-kontra UU MD3, kasus HAM Novel Baswedan, nasib para pahlawan devisa di negeri orang, hingga kenaikan harga BBM.

Melihat dari peristiwa yang ada, kira-kira, Apakah para penguasa yang nantinya terpilih akan mampu menyelesaikan semua permasalahan yang ada dengan segudang janjinya lewat kampanye? Obral janji rasanya sudah tidak asing lagi dan akan terus terulang. Apapun itu, sebagai warga negara yang baik harus selalu positif thingking kepada para wakilnya yang duduk di panggung pemerintahan. Bersama dalam menggiring program yang dicanangkan pemerintah dalam alur pembangunan demi kesejahteraan rakyat.

Bila sejarah demokrasi Indonesia di tarik ke belakang, demokrasi Indonesia pernah dibunuh mulai pertengahan 1959 sampai dengan tahun 1998, mengalami masa jeda sebentar antara tahun 1966-1967. Dengan tumbangnya sistem Orba (Orde Baru) pada akhir 1998, Indonesia memasuki era reformasi, gerbang kedua gelombang demokrasi yang dikomandoi oleh Presiden BJ Habibie, bapak demokrasi setelah Bung Hatta. Menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga akar demokrasi agar tetap tertanam kuat sebagai ideologi bangsa demi menjaga keutuhan negara.

Mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa harus mengambil sikap dan bergerak cepat dalam merespon keadaan lingkungannya serta tidak golput ketika pesta demokrasi digelar. Selain memiliki hak mendapatkan pendidikan yang layak, mahasiswa juga berhak dalam menyuarakan pendapatnya, umumnya seluruh warga negara. Berpikir sebelum bertindak, mengenali dan mengetahui semua calon kandidat sebelum memilih. Tentunya tidak mudah terbuai dengan tarian politik di panggung demokrasi, terlebih sekarang banyak yang menggunakan kedok tertentu untuk mengambil perhatian massa, layaknya hoax yang tersebar di mana-mana. (Faktanya, bukan katanya). 

Suara mahasiswa menjadi bagian dari aspirasi masyarakat yang gerah di kala pemilu menyapa. Soe Hok Gie telah mengajarkan kita sebagai mahasiswa bahwasanya harus memiliki pendirian yang teguh dan kokoh melawan arus. Seperti yang dikatakan oleh Gie, “hidup ini ada dua pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus, namun saya memilih untuk menjadi manusia yang merdeka”. Berpikir kritis dan menolak menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). 

Tidak sekedar pandai berbicara dalam teori, namun mampu memberikan perubahan yang nyata bagi bangsa. Rakyat tak butuh nilai, Rakyat hanya membutuhkan gebrakan yang nyata untuk perubahan yang lebih berharkat dan bermartabat. 

Hidup Mahasiswa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun