Suara dentingan besi dan aungan motor mengingatkan saya dengan bengkel Pak Supri. Bengkel yang mungkin sekilas terlihat biasa dikalangan orang perkotaan, namun terasa istimewa bagi warga desa Podosari, terlebih saya pribadi. Gambaran ini adalah realita yang saya tuangkan dalam tulisan yang berjudul “Supri Si Guru Perak Pahlawan Bangsa”, karena sosok Pak Supri masih terekam jelas di kepala saya, saat masih mengikuti TIM 1 KKN Universitas Diponegoro dua bulan yang lalu, maupun sampai saat ini.
Beliau adalah Guru Sekolah Dasar yang tinggal di Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Pak Supri adalah orang yang gigih, saat matahari mulai terbit, beliau berangkat untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru. Sepulangnya dari sekolah, Pak supri melanjutkan rutinitasnya sebagai pemilik bengkel sekaligus coach, atau lebih tepatnya pelatih untuk membantu beberapa anak muda yang ingin belajar sekaligus menjalankan bengkel, program pelatihan otomotif ini dibantu oleh program pemerintah, yaitu pnpm. Rutinitas ini lantas tidak membuat Pak Supri berhenti sampai disitu, kegiatan rutin seperti rapat RT, RW, dan Musyawarah warga yang sering dilakukan di malam hari juga tetap beliau datangi.
Kegigihan Pak Supri tidaklah cukup untuk melalukan perubahan yang lebih besar, kreativitas juga dibutuhkan. Hal inilah yang membuat mengapa bengkel Pak Supri istimewa, Bengkel dengan harga terjangkau untuk kalangan warga desa ini, ramai diminati pelanggannya yang puas baik dari segi pelayanan, harga maupun hasil. Salah satu kreativitas Pak Supri adalah beliau membuat tambal ban listrik dilengkapi dengan timer atau lamanya waktu penambalan yang dapat diatur serta berdaya listrik rendah. Alat ini berbeda dengan tambal ban listrik yang biasa dijual online dengan harga yang mahal, berdaya lisrtik tinggi, dan tanpa timer. Alat yang hampir sama juga juga pernah dibuat oleh anak bangsa, mahasiswa salah satu universitas di Indonesia, namun memiliki daya listrik yang lebih tinggi dan membutuhkan biaya yang cukup mahal dalam pembuatannya. Tidak hanya bengkel motor, disini juga ada bengkel sepeda, dan las listrik sesuai banyaknya permintaan warga desa. Usaha bordirpun tak luput dari kreativitas beliau untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
Pak Guru ini mengingatkan saya dengan orangtua saya yang juga seorang guru. Kepintaran tidaklah cukup untuk membuat suatu perubahan besar, keinginan yang besar dan kerja keras juga diperlukan untuk membagi ilmu yang kita miliki demi memajukan bangsa dan membantu sesama. Kerja keras yang dilakukan Pak Supri ini membuahkan hasil yang manis, berawal dari ban motor saya yang bocor, saya dapat melihat pelayanan yang ramah dan memuaskan dari anak didik Pak Supri. Rapat RT yang hampir semua orang ingin menunjukkan siapa dirinya dengan bahasa yang intelektual, namun Pak Supri lebih banyak diam dan tersenyum. Pak Supri juga sering menyuruh anaknya ke posko KKN untuk belajar aplikasi garfis komputer agar tidak tertinggal dengan kemajuan teknologi sekarang ini.
Memberikan kesempatan yang baik pada generasi penerus adalah alasan kenapa saya mengambil kata “perak” pada judul diatas. Keluar dari zona nyaman dan memilih untuk bekerja keras, semata-mata bukanlah ingin menjadikan dirinya menjadi “emas”, namun sebagai “perak” di usianya ini, beliau ingin mengahsilkan generasi yang lebih baik darinya, yaitu generasi “emas” untuk bangsa. Demikian tulisan ini saya buat, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H