Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan mata kuliah yang dikerjakan diakhir semester biasanya disemester 5 ke atas. KKN menjadi saat yang tepat untuk mahasiswa menerapkan teori yang didapatkan dibangku kuliah dan mempraktekan langsung ke masyarakat. Selain itu, KKN juga memberikan pengalaman hidup bermasyarakat secara langsung.
KKN biasanya ditempatkan di daerah 3T (Tertingal, Terdepan dan Terluar) namun berbeda dengan KKN saya kali ini. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melalui Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) meluncurkan program KKN Recovery yang berlokasikan di Cianjur, Jawa Barat pada Kamis (19/1/23) sampai dengan (17/2/23). Kegiatan ini berfokus pada pendampingan psikososial penyintas bencana gempa bumi Cianjur.
KKN Tematik yang bertajuk Recovery Cianjur itu berkerja sama dengan Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Sebelum diterjukan ke lokasi mahasiswa diberi bekal mengenai tanggap bencana. dari UMY mengirimkan 99 mahasiswa yang dibagi menjadi 5 kelompok atau pos pelayanan dan disebar ke 5 Desa yang terdampak gempa bumi Cianjur. Banyak pelajaran yang kami temui selama KKN Recovery Cianjur.
Ketakutan diawal KKN Recovery Cianjur !
Kelompok kami berjumlah 18 Mahsiswa terdiri dari 6 laki-laki dan 12 perempuan. Kami ditempatkan di Desa Mangun Kecamatan Mangunkerta Kabupaten Cianjur.Â
Lokasi kami merupakan pusat terdekat dari gempa yang melanda waktu itu, kami datang di sore hari dan yang membuat kaget adalah tempat yang akan kami tinggali belom ada penerangan dan alas tidur yang ada hanya 2 tenda pengungsian. Di malam pertama kami tidur, kami diberi kejutan gempa susulan sebesar 4.0 SR hal tersebut membuat kami semua panik dan terbangun.
Beradaptasi di minggu pertama
Minggu pertama, kami masih seperti orang bingung yang ditempatkan di lokasi pengungsian, di Magun hampir 75% rumah hancur dan rusak berat disitulah yang membuat proses assesment terhambat dikarenakan kami dimita untuk mendata 2 Rt yang lokasi pengungsiannya berpencar-pencar dan kami harus mendatangi tenda satu persatu, yang membuat susahnya lagi warga Mangun berbahasa sunda dan dikelompok kami yang bisa berbahasa sunda hanya 3 orang.