DI BALKONI APARTEMEN
#novel Abii#
Â
Sore ini aku duduk seorang diri di balkoni apartemen tempat tinggal ku. Aku tinggal di Australia wilayah paling selatan. Tepatnya di Kota Hobart, Tasmania. Aku tinggal di sebuah apartemen. Beralamat di 248 Nelson Road, Mount Nelson, Tasmania-Australia. Aku sudah tinggal di sini selama satu tahun setengah. Dan aku berharap dalam jangka waktu dua tahun kedepan aku bisa menyelesaikan pendidikan S3 ku di salah satu univesitas negeri di Australia ini.
Saat itu cuaca sangat cerah. Udara cukup segar bertiup agak kencang. Udara di Australia khsusnya negara bagian Tasmania memang terasa lebih dingin di bandingkan di negara bagian lain. Apalagi jika dibandingkan dengan udara di Indonesia. Suasana yang cerah seperti ini selalu mengingatkan ku pada masa lalu. Masa waktu masih kecil.
Pemandangan apartemen ku sangat indah. Posisinya yang berada di perbukitan membuat ku leluasa memperhatikan pemandangan bagian bawah apartemen ku. Di bagian bawah ada sungai yang sangat besar dan luas. Sementara di bagian kiri atas terlihat bangunan rumah-rumah dan gedung-gedung perkantoran yang terlihat jelas dari ketinggian.
Aliran sungai Derwent yang lebar dan dalam, terlihat sangat mempesona. Terutama jika sore hari seperti ini. Di bagian sungai agak atas terlihat sebuah jembatan panjang. Menurut cerita seorang sopir yang pernah menjumput ku saat pertama kali sampai di kota ini. Panjang jembatan itu satu kilo meter lebih. Kalau dilihat dalam buku sejarah, panjang jembatan itu tepatnya 1.395 M. Jembatan ini mulai dioperasikan pada tahun 1965. Saat Indonesia sedang menghadapi pergolakan PKI.
Sementara itu, di bagian bawah jembatan searah aliran sungai, terdapat bangunan-bangunan menjulang tinggi. Ada hotel dan gedung-gedung perkantoran dan musium. Lokasi jempatan itu memang tidak terlalu jauh dari pusat kota Hobart. Jarak dari jembatan hanya sekitar dua ratusan meter. Tetapi dari apartemen ku kelihatanya sangat dekat dengan jembatan. Hal itu karena gedung-gedung itu tinggi, sehingga terlihat seolah antara gedung dan jempatan berdampingan. Di sisi sungai terdapat banyak kapal-kapal kecil, yang oleh masyarakat disebut dengan boat. Disanalah terminalnya boat-boat itu diparkir. Itu sebabnya di salah satu disi terdapat sebuah tempat yang disebut dengan boatwalk. Disana ada kapal-kapal kecil yang diparkir secara rapi. Sementara itu, di sela-sela kapal kecil itu ada jalan setapak yang mengambang di barisan kapal-kapal kecil itu. Semua tertata sangat rapi. Saking rapinya penataan terminal boat itu, jalan setapak atau footpath itu nampak seperti susunan rumah-rumah yang tertata rapi di perumahan. Susunannya memang mirip seperti struktur perumahan di kota ini jika kita melihat di google maps.
Air nampak jernih. Tidak ada sampah sedikitpun. Dalam air sungai nampak jelas tidak tercampur dengan kotoran apapun kecuali lumpur biasa. Airnya yang jernih terlihat sangat biru. Saat berada di atas boatwalk, kita akan melihat sungai itu sangat dalam. Di pinggiran sungai itu kita juga bisa melihata bagian bawah sungat yang banyak kerang-kerang menempel badan beton penyangga jalan. Juga beberapa ikan yang bentuknya aneh-aneh. Rasanya aku belum pernah melihat jenis ikan itu selama di negeri ku. Aku pernah juga menyaksikan banyak cumi-cumi kecil. Jika kita beruntung, menurut teman-teman yang sudah lama tinggal disini, kita bisa melihat anjing laut yang bermain-main di tengah sungai. Sayang selama aku disini aku belum pernah melihatnya.
Di bagian pinggir sungai, tepatnya dekat sebuah gedung yang besar. Gedung itu adalah gedu yang dinamakan Arts Center. Gedung milik universitas dimana aku saat ini belajar. Di situ terdapat dua darmaga besar. Satu darmaga terlihat sangat besar. Jika tidak ada kapal yang sedang mendarat lempengan darmaga itu terlihat jelas dari balkoni apatement ku. Padahal jarak apartemen sampai ke darmaga itu mungkin sekitar tiga sampai enam kilo meter. Di darmaga itulah kapal pesiar biasanya berlabuh. Kapal-kapal pesiar ini biasanya akan hilir mudik dan berhenti disina saat musim panas tiba. Para turis yang sedang berkeliling dunia, pasti akan singgah di kota yang indah ini.
Menurut cerita teman, kapal-kapal itu akan memberi kesempatan para penumpang  untuk berwisata beberapa hari di kota kecil ini. Itulah sebabnya saat musim panas tiba kota yang sebenarnya sepi ini menjadi sangat ramai saat musim panas tiba. Kapal-kapal itu Sekaligus mengisi segala kebutuhan kapal sebelum melanjutkan perjalanan ke negara lain.
Sementara itu, dermaga yang satunya digunakan untuk kapal-kapal barang. Kapal kargo ini hampir setiap saat ada. Cuma karena ukurannya yang tidak begitu besar. Keberadaannya sering tidak menarik perhatian kami.
Posisi apartemen ku memang sangat setrategis. Selain semua pamandangan sungai, juga terlihat rumah-rumah penduduk di seberang sungai. Jika malam cahaya lampu-lampu dari rumah penduduk terlihat sangat jelas. Pantulan cahaya lampu itu berkilau-kilau di air sungai Derwent saat malam hari tiba. Â Â
*****
Â
Aku tidak pernah berpikir, jika aku akan sampai disini. Semua kesulitan, hambatan dan rintangan tidak pernah kurasakan. Semua mengalir begitu saja.
Orang desa seperti ku tidak pernah berani bermimpi hidup di negara makmur seperti ini.
Meskipun waktu kecil aku sempat mengimpikan punya kebun yang luas, ternak yang banyak dan juga kolam ikan, tetapi aku tidak pernah bermimpi untuk bisa merasakan tinggal di Luar Negeri. Apalagi aku disini untuk kuliah S3. Aku bersyukur bisa tinggal beberapa tahun di negara kangguru ini.
Mungkin jika dulu aku cerita pada orang kampung, jika aku akan kuliah S3 di Luar Negeri, mereka akan mentertawakan ku. lebih lagi jika aku cerita pada teman-teman SMP ku, pasti semua akan menggap ku gila. Pasalnya belum ada seorang pun anak kampung ku yang bisa kuliah sampai lulus. Anak-anak di kampung ku rata-rata hanya lulusan SD. Kalaupun ada beberapa yang lulus SMP mereka pun sama saja dengan yang lulusan sekolah dasar. Paling setelah lulus bekerja kembali sebagai petani. Ijazah mereka tidak pernah memberikan peningkatan apa-apa bagi mereka. Â
Sebelum aku kuliah memang ada beberapa orang yang kuliah di luar daerah. Itupun hasil kuliah mereka tidak jelas, karena setelah selesai kuliah mereka nganggur atau maksimal berkerja sebagai buruh di Jakarta. Lebih memprihatinkan lagi ada beberapa diantara mereka yang tidak bisa menyelesaikan kuliah karena tersandung berbagai masalah.
Tapi itulah masa lalu ku. Masa lalu yang memperkaya kehidupan ku saat ini. Masa lalu ku yang pedih ternyata memberikan banyak manfaat dalam kehidupan ku. bukan sekedar pengalaman yang ku dapatkan, tetapi juga kekuatan mental dan spiritual dalam menghadapi segala cobaan hidup ku.
Tentu semua yang ku nikmati hari ini adalah hasil jerih payah kedua orang tuaku. Mereka telah bekerja keras, peras keringat banting tulang. Merekalah yang telah bekerja keras untuk membiayai sekolah ku hingga bisa sampai seperti ini. Berkat doa mereka lah, sesuatu yang tidak mungkin dalam hidup ku menjadi mungkin.
*****
Â
Suasana yang cerah diiringi semilir angin dan nyanyian burung-burung liar di sekitar apartemen mengingat ku pada masa lalu. Langit terlihat cerah. Burung-burung berterbangan dan sebagian menyari riang. Seolah mereka sedang menghiburku. Mareka ingin mengiringi suasana hati ku yang sedang menikmati udara sore itu.
Duduk di balkoni apartemen sore hari adalah kesukaan ku. Jika waktu sudah sore pemandangan memang terasa lebih indah. Tiupan angin di pepohonan, cahaya matari yang memantul dari sungai Derwen memperindah pemandangan suasana sore. Ku pandangi sungai yang nampak seperti laut, begitu mempesona.
Posisi balkoni apartemen tempat tinggal ku memang sangat menyenangkan. Airnya yang jernih, berwarna biru berkilauan seolah menggambarkan betapa dalamnya sungai itu.
Aku tidak tinggal sendiri di apartment ini. Gedungnya cukup besar. Apartemen ini ditempati beberapa keluarga. Yang aku tahu, pemiliknya orang Mesir. Tetapi ia sudah menjadi orang Australia. Dia adalah Mr. Hafez, pensiunan dosen yang sangat disiplin dan enak di ajak ngobrol. Dia menempati ruang bagian paling atas yang sangat luas. Apartemen Mr. hafez memiliki balkoni yang jauh lebih besar dari pada yang kami sewa. Pemandangan dari balkoninya sangat sempurna.
Sementara itu, apartemen paling ujung. Bagian kiri dari bangunan ini, di tempati keluarga dari India. Mareka sudah lebih lama tinggal di apartemen Mr. Hafez ini. Menurut Mr. Hafez mereka sudah lebih lima tahun mereka tinggal disini. Kebetulan aku sendiri tidak pernah ngobrol pada orang India itu. Kecuali pada anak perempuannya yang bernama Widi. Itupun karena dia sering main di pelataran apartemen bersama anak-anak kecil lain yang tidak selalu ada disini. Beberapa kali juga menyapa ibunya saat ketemu di jalan sehabis nganter Widi ke sekolah. Sementara ayah Widi sibuk bekerja di siang hari. Ia berada di apartemen hanya di malam hari atau pada hari libur. Itupun dia tidak pernah keluar ruangan.
Sebenarnya masih ada satu lagi orang yang tinggal di apartement tepatnya di sebelah apartemen ku persis. Namun karena ia sangat sibuk bekerja aku belum sempat ngobrol juga dengannya. Ia adalah seorang pengusaha sekaligus sopir taksi. Siang malam dia pergi bekerja. Pulang hanya tengah malam dan pagi buta saat aku belum bangun dia sudah pergi lagi. Hari minggu pun demikian, sehingga meskipun aku sudah disini be berapa bulan aku belum pernah sempat bertemu dan ngobrol dengannya.
Aku hanya sering ngobrol dengan pemilik apartement. Selain karena ada beberapa hal yang sering kutanyakan saat awal menempati apartment ini, ia juga orang yang ramah. Aku beberapa kali membantunya membesihkan taman di depan apartemen ku. selama membersikan taman tempat barbiqiu itulah ia banyak cerita tentang orang-orang yang saat ini tinggal di apartementnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H