Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ironi Iklan Pajak dan Kemiskinan di Negeri Kita

3 Agustus 2012   14:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:17 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironi Iklan Pajak

Mari bayar pajak dengan jujur untuk

membantu pengentasan kemiskinan”.

Itulah salah satu kalimat dari ratusan atau mungkin ribuah iklan agar rakyat membayar pajak. Jika diterjemahkan kalimat tersebut memang sangat rasional mengingat begitu banyak rakyat yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa rakyat yang tidak taat pajak tersebut sebenarnya tidak lebih jahat ketimbang para elit yang menilep pajak. Ironisnya lagi yang sering mangkir atau memanipulasi pajak adalah orang kaya, para elit dan pemegang kekuasaan di neger ini.

Masyarakat kecil tidak mungkin tidak jujur bayar pajak. Masalahnya barang yang dimiliki terlalu sedikit, sehingga lebih mudah menghitungnya. Rakyat kecil tidak mungkin memanipulasi jumlah kewajiban bajak. Selain karena tidak berani, sistem pengawasan juga lebih terbuka dan ketat. Dari pemerintah daerah dari RT, RW atau minimal kadus selalu mengawal pembayaran pajak rakyat rendahan.

Hal itu berbeda dengan rakyat elit, dimana kekayaan yang mereka miliki cukup memusingkan untuk menghitungnya. Para pengusaha dengan berbagai badan usaha yang dimiliki diminta menghitung sendiri besaran pajak yang didapat dari aset dan pendapatan perusahaannya. Dan proses inipun sangat tergantung dari pengusaha itu sendiri. Pengawasan tergantung dari ketelitian dan kepercayaan pejabat perpajakan sehingga jumlah besarannya tergantung dari kedua belah pihak. Makanya tidak heran banyak yang memanipulasi besaran jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Akibatnya, banyak pendapatan daerah atau pendapatan negara tidak optimal sebagaimana yang seharusnya.

Kembali pada iklan tersebut di atas, nampak sangat santun. Namun ketika melihat apa yang dilakukan oleh para pengusaha, dan para elit politik yang tidak taat pajak. Kesadaran akan membayar pajak hanyalah khayalan.Mestinya masyarakat sadar bahwa slogan tersebut hanyalah akal-akalan para pemegang kekuasaan. Kejahatan yang dilakukan para penguasa dengan tidak membayar pajak sudah bukan rahasia lagi. Ironisnya lagi, banyak setoran pajak yang diselewengkan atau disunat oleh pejabat pajak untuk kepentingan mereka sendiri.

Jadi korban

Sebagus apapun himbauan dan seruan akan taat pajak, masyarakat kecil tetap akan menjadi korban. Masyarakat kecil yang berpendapatan papasan, harus menanggung beban pembayaran pajak, baik pajak hak milik, PPH, PPN dan lainnya. Ditambah lagi rakyat kecil tidak menikmati sepenuhnya pajak yang telah dibayarkan. Buktinya fasilitas umum yang direalisasikan dari pajak tidak sebanding dengan jumlah pajak yang dibayarkannya.

Korban wajib pajak masyarakat kecil ditambah lagi dengan barang-barang yang mereka beli. Dalam beberapa hal konsumen (masyarakat kecil) menjadi korban rekayasa pajak dengan harus membayar PPN, yang notabene diperuntuk kan untuk pemerintah. Namun, tidak bisa dipastikan apakah pajak yang sudah dibayarkan pembeli itu benar-benar diserahkan kepada pemerintah sebagaimana yang dijanjikan.

Kondisi memprihatinkan inilah yang perlu kita sayangnya sering terjadi di negeri ini. Kemerdekaan negeri ini ternyata tidak serta-merta memerdekakan rakyat kecil dari penindasan. Penindasan para penguasa terhadap rakyat kecil terus saja terjadi. Itu sebabnya sangat tidak mungkin negeri ini bisa maju jika rakyatnya sendiri dikebiri dengan berbagai peraturan sedangkan para elit penguasa sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Saat ini orang-orang miskin, fakir, yatim piatu, dan orang-orang terlantar ada dimana-mana. Mereka dibiarkan begitu saja tanpa masa depan yang jelas. Kondisi ini tentu akan memicu kejahatan di negeri ini. Padahal mereka sebenarnya tanggungjawab negara. Walluhua’lam.

Yogyakarta, 3 Agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun