Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gaya Hidup Hedonis dan Materialis Pemusnah Bangsa

7 Juli 2012   23:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:12 2345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Kepala Pusat Pengembangan Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Di saat negera sedang dalam kondisi yang tidak menentu. Masyarakat kita justru hidup foya-foya dengan kemewahan fasilitas yang serba canggih. Ironisnya, semua barang itu belum tentu dibeli dari uang sendiri. Sebagaian para pemegang kekuasaan memakain kendaraan dan fasilitas dari uang korupsi, sedangkan rakyat kecil bergaya hidup mewah dari uang hutangan atau dari sesuatu yang tidak jelas.

Sikap seperti inilah yang oleh para ahli disebut sebagai gaya hidup Hedonis. Sebuah paham yang mementingkan kenikmatan sesaat. Bagi manusia modern sekarang kebahagiaan dianggap dapat dipenuhi dengan fasilitas yang serba mewah. Walhasil budaya hedonis ini menjadi sebuah paham yang digabungkan dengan gaya hidup materialis. Karena dengan diyakininya bahwa kebahagiaan hanya diukur dengan materi, akan melahirkan kondisi ketidakpercayaan terhadap sesuatu yang immateri, Tuhan.

Gejala inipun nampaknya sudah sangat jelas ada di lingkungan kita. Orang sekarang lebih mementingkan kebutuhan yang berupa materi daripada kebutuhan spiritual. Uang dianggap segala-galanya dalam kehidupan. Alhasil, manusia bersikap serakah dan rakus terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan materi. Paham ini menjadikan manusia tidak pernah merasa puas, karena memang kodrat manusia akan selalu haus terhadap benda-benda duniawi.

Sikap hedonis dan materialis ini menjadi sebuah paham yang sangat merugikan bagi generasi bangsa ini. Masyarakat kita lebih banyak menghabiskan uang untuk aktivitas yang tidak jelas atau serba hiburan semata. Pertimbangan penting tidaknya suatu aktvitas bukan lagi prioritas, tetapi yang lebih penting dapat melahirkan kebahagiaan sesaat. Lihatlah bagaimana orang berlomba-lomba dengan kemewahan; rumah, kendaraan, handphone, dan fasilitas mewah lainnya. Semua itu sering bukan berdasar kebutuhan semata, tetapi titik tekannya lebih pada nilai prestis atau kebanggaan semata. Alhasil, bagi yang tidak mampu akan tergoda melakukan segala cara untuk mengikuti trend masyarakat ini.

Dr. Emmanuel Subangun (2004:96) menyebutkan bahwa gaya hidup seperti ini merupakan sebuah ilusi. Ilusi yang memberi kebahagiaan semu. Kebahagiaan dalam mimpi yang akhirnya akan mengecewakan kita sendiri. Karena tanpa kita sadari, biaya hidup kita terlalu besar yang terbuang percuma. Subangun menegaskan tindakan ini sebagai sesuatu yang mematikan. Bagaimana tidak, barang-barang mewah yang dinikmati oleh masyarakat kita adalah barang import. Itu sebabnya semua pengeluaran yang kita belanjakan bukan untuk kemajuan bangsa sendiri, tetapi untuk bangsa lain yang secara ekonomi, sosial, politik telah menjajah kita. Itulah kebodohan yang paling mendalam di dalam diri masyarakat di bangsa kita ini.

Sikap hedonis dan materialis juga telah menciptakan kompetisi yang tidak sehat antarmanusia. Adanya sikap seperti ini melahirkan kesenjangan social yang tidak sehat. Di sisi lain ada golongan yang penuh kemewahan sedangkan yang lain hidup dalam keterbatasan. Kondisi ini sering menimbulkan gesekan-gesekan psikologis yang secara tidak sadar telah melahirkan tekanan mental bagi segolongan orang di negeri ini. Lahirnya kebrutalan remaja atau pun anarkhisme di dalam masyarakat kita sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi yang tidak sehat ini.

Bangsa timur (termasuk Indonesia) adalah bangsa yang terkenal dengan kepritahinan dan kesederhanaan. Itu sebabnya perlu adanya penyadaran kembali akan karakteristik bangsa yang terpuji itu. Karena lama-kelamaan bangsa ini akan hancur berkeping-keping karena sikap masyarakatnya sendiri yang tidak mendukung pembangunan di negeri ini. Orientasi kemewahaan saat ini akan sangat berpengaruh pada gaya hidup generasi penerus bahkan para pemimpin di negeri ini. Jangan sampai negeri yang sudah bergelimang hutang ini, bergaya hidup mewah dengan hutang-hutang yang lain. Jika ini dilakukan tentu akan sangat membahayakan eksistensi bangsa dan Negara ini. Wa Allah A’lam.

Yogyakarta, 08 Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun