Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Partai Politik & Partisi Sistem Kebudayaan Politik

18 September 2024   01:38 Diperbarui: 18 September 2024   01:42 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Politik & Partisi Sistem Kebudayaan Politik: Sebuah Analisis Kritis.

Dalam lanskap perpolitikan Indonesia di masa yang menganut realitas, kontemporer, partai politik memainkan peran sentral sebagai jembatan antara aspirasi masyarakat dan mekanisme pemerintahan. Namun, keberadaan partai politik juga menciptakan partisi dalam sistem kebudayaan politik, yang dapat membawa dampak positif maupun negatif terhadap demokrasi dan kohesi sosial. Esai ini akan mengeksplorasi hubungan kompleks antara partai politik dan partisi sistem kebudayaan politik, serta implikasinya terhadap masyarakat modern. 

Partai politik, sebagaimana didefinisikan oleh Sartori (1976), adalah "kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan mampu menempatkan kandidatnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik." Fungsi utama partai politik mencakup agregasi kepentingan, artikulasi kebijakan, rekrutmen politik, dan sosialisasi politik (Almond & Powell, 1966). Namun, dalam menjalankan fungsi-fungsi ini, partai politik seringkali menciptakan garis pemisah ideologis dan kultural yang dapat membelah masyarakat.

Partisi sistem kebudayaan politik merujuk pada pembagian masyarakat ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan afiliasi politik, ideologi, atau identitas kultural yang terkait dengan politik. Fenomena ini dapat diamati dalam konsep "polarisasi politik" yang semakin menonjol dalam beberapa dekade terakhir (Iyengar et al., 2019). Polarisasi ini tidak hanya termanifestasi dalam preferensi kebijakan, tetapi juga dalam identitas sosial dan bahkan pilihan gaya hidup. Di satu sisi, partisi politik dapat dilihat sebagai manifestasi pluralisme yang sehat dalam masyarakat demokratis. Seperti yang diargumentasikan oleh Dahl (1956), kompetisi antara kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda adalah inti dari demokrasi. Partai politik, dalam konteks ini, berfungsi sebagai saluran untuk mengekspresikan keragaman pandangan dan kepentingan dalam masyarakat.

Namun, ketika partisi politik menjadi terlalu dalam dan kaku, ia dapat mengancam kohesi sosial dan stabilitas demokrasi. Sunstein (2002) memperingatkan tentang bahaya "enclave deliberation," di mana individu hanya berinteraksi dengan orang-orang yang sepaham, memperkuat keyakinan mereka sendiri dan meningkatkan polarisasi. Fenomena ini semakin diperparah oleh media sosial dan algoritma yang menciptakan "echo chambers" (Pariser, 2011).

Lebih jauh lagi, partisi yang tajam dalam sistem kebudayaan politik dapat menghalangi dialog konstruktif dan kompromi yang diperlukan untuk mengatasi tantangan kolektif. Habermas (1984) menekankan pentingnya "ruang publik" di mana warga negara dapat terlibat dalam diskusi rasional terlepas dari afiliasi politik mereka. Namun, partisi yang berlebihan dapat mengikis ruang publik ini, menggantikannya dengan pertarungan partisan yang tidak produktif. Untuk mengatasi dampak negatif dari partisi politik, beberapa sarjana telah mengusulkan berbagai solusi. Putnam (2000) menekankan pentingnya membangun "modal sosial" melalui keterlibatan sipil yang melampaui batas-batas partisan. Sementara itu, Mutz (2006) mengadvokasi pentingnya "cross-cutting exposure" - paparan terhadap pandangan politik yang berbeda - untuk mengurangi polarisasi dan meningkatkan toleransi politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun