Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Pulchra es Tu Putas": Tubuh Feminisme - Rasionalitas dan Gender

5 September 2024   03:35 Diperbarui: 5 September 2024   03:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan ini telah memicu kritik keras dari kalangan feminis. Para feminis menegaskan bahwa rasionalitas bukanlah monopoli kaum laki-laki. Perempuan juga memiliki kapasitas intelektual, kemampuan analisis, dan daya nalar yang setara dengan laki-laki. Membatasi rasionalitas hanya pada maskulinitas berarti melanggengkan diskriminasi dan bias gender yang merugikan perempuan. 

Lebih jauh lagi, feminis menekankan bahwa rasionalitas tidak seharusnya diletakkan sebagai satu-satunya ukuran atau standar kemanusiaan. Pendekatan yang terlalu rasionalistik acap kali mengabaikan dimensi-dimensi lain yang menjadi bagian dari kemanusiaan, seperti emosi, intuisi, dan pengalaman subjektif. Feminisme memperjuangkan kesetaraan dengan tetap menghargai perbedaan-perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan.

Di sinilah letak pentingnya memahami hubungan antara feminisme, rasionalitas, dan gender. Upaya mengintegrasikan ketiga aspek ini dapat membuka jalan bagi terciptanya masyarakat yang lebih adil dan setara, di mana perempuan tidak lagi dipandang semata-mata berdasarkan stereotip dan konstruksi sosial, melainkan diakui sebagai individu otonom yang memiliki hak dan kapasitas yang setara. Diskursus mengenai feminisme, rasionalitas, dan gender terus berkembang seiring dengan dinamika sosial-budaya yang ada. Perdebatan dan pertukaran gagasan yang kritis dan konstruktif sangat dibutuhkan untuk mewujudkan visi kesetaraan yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun