Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

"Akal Bulus" & Kejahatan Politik Kekuasaan: Sebuah Analisa Kritis

28 Agustus 2024   16:03 Diperbarui: 28 Agustus 2024   16:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melawan Akal Bulus. Seputar-NTT.

"Akal Bulus" dan Kejahatan Politik Kekuasaan: Sebuah Analisis Kritis

Seputar-ntt (Gambar).


Mari membayangkan, bahwa Indonesia tidak hanya suatu peranan "Akal Sehat", atau; "Akal Baik", di dalamnya yang majemuk, perihal dalam poltik seperti istilah pepatah melayu lama, "Akal Bulus" bukan suatu yang mustahil, untuk di dapati di era dan konstelasi sekarang ini dalam kategori post-truth, dimana, istilah, "Akal Bulus" merujuk pada penggunaan kecerdasan atau akal untuk tujuan yang licik, menipu, atau merugikan pihak lain. 

Dalam konteks politik, istilah ini sering dikaitkan dengan manipulasi kekuasaan dan berbagai bentuk kejahatan politik. Analisis ini akan mengeksplorasi konsep "Akal Bulus", manifestasinya dalam politik kekuasaan, dan dampaknya terhadap masyarakat dan demokrasi.

Definisi dan karakteristik, dari Akal Bulus, ialah terkait, penggunaan kecerdasan atau strategi untuk menipu atau merugikan pihak lain. Hal, yang sering melibatkan manipulasi informasi, hukum, atau prosedur untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Sebagai, problem yang meletakan hal ini sebagai nilai kejahatan Politik Kekuasaan, adalah, tindakan penyalahgunaan kekuasaan politik untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hal yang dapat mencakup korupsi, nepotisme, penyuapan, dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya. 

Di dalam manifestasinya, "Akal Bulus" dalam Politik, kerap memperlihatkan dan memainkan peranan manipulasi hukum, untuk mencoba memanfaatkan celah hukum atau menciptakan regulasi yang menguntungkan kelompok tertentu. Sebagai, contoh: Pembentukan undang-undang yang memberikan imunitas kepada politisi tertentu. 

Terutama, propaganda dan dezinformasi, dalam penyebaran informasi palsu atau menyesatkan untuk mempengaruhi opini publik. Serta, penggunaan media sosial dan teknologi untuk manipulasi massa. Indikasi, terjadinya, permainan electoral, seperti, Gerrymandering, yakni, memanipulasi batas-batas distrik pemilihan untuk keuntungan politik, dan atau pun vote buying: Pembelian suara dan bentuk-bentuk kecurangan pemilu lainnya.

Sebagai Suatu tujuan dan sasaran, yang akan mengakibatkan langgengnya, nepotisme dan kronisme, di dalam penempatan kerabat atau rekan dalam posisi kekuasaan tanpa mempertimbangkan kompetensi. Kemudian, berpontensi menciptakan jaringan kekuasaan yang saling menguntungkan secara ilegal. Yang mengarah kepada korupsi yang sistemik, termasuk di dalam skema, untuk menciptaan sistem yang memfasilitasi korupsi berskala besar. Di dalam, penggunaan kekuasaan untuk menghalangi investigasi atau proses hukum.

Dampak "Akal Bulus" terhadap Masyarakat dan Demokrasi, akan terus diserang oleh, sekelumit erosi kepercayaan publik, yang akan mengalami degradasi dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan demokrasi. Serta, terbentuknya, cynicism politik yang meluas di kalangan warga negara. Yang berakibat, pada terjadinya, ketimpangan Sosial-Ekonomi, dan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan pada segelintir elit. 

Semakin meninggikan, angka, marginalisasi kelompok-kelompok yang tidak memiliki akses ke jaringan kekuasaan. Di dalam hal, degradasi pada kualitas demokrasi, bayang-bayang melemahnya checks and balances dalam sistem pemerintahan, terus terjadi dalam monopoli, kekuasaan yang berakibat, berkurangnya partisipasi publik dalam proses politik karena rasa frustrasi dan ketidakberdayaan.

Dimana, instabilitas politik, serta potensi konflik sosial akibat ketidakpuasan publik. Juga, risiko terhadap keamanan nasional dan stabilitas pemerintahan. Hal ini akan terus merambah, kepada terciptanya hambatan bagi sumberdaya keseimbangan, pembangunan, setidaknya menyoal, alokasi sumber daya yang tidak efisien dan tidak adil. Keterhambatnya inovasi dan pertumbuhan ekonomi akibat praktik monopoli dan nepotisme.

Kontras dengan "Akal Baik" dan "Akal Sehat" : Suatu Format Kontradiksi.

Jika, Akal Baik vs Akal Bulus, kemudaian dipertentangkan secara kontras, akal baik bertujuan untuk kebaikan bersama, sementara Akal Bulus mementingkan keuntungan sepihak. Lalu, Akal Baik bersifat transparan, sedangkan Akal Bulus cenderung manipulatif dan tersembunyi. Sementara, dari sudut paradigmatif dan presfektif, Akal Sehat vs Akal Bulus, jika dipertentangkan,  maka, Akal Sehat mengandalkan logika dan kebijaksanaan umum, sementara Akal Bulus sering mengeksploitasi kelemahan sistem. Dan, Akal Sehat cenderung inklusif, sedangkan Akal Bulus bersifat eksklusif dan menguntungkan kelompok tertentu.

Positifisme: Strategi Melawan "Akal Bulus" dalam Politik.

Di dalam, penguatan kapasitas, Institusi demokrasi, kita, telah selayaknya, turut memperkuat independensi lembaga peradilan dan anti-korupsi. Di dalam rangka, meningkatkan transparansi dalam proses legislatif dan eksekutif. Di lain sudut persoalan, maka, pendidikan politik, untuk meningkatkan literasi politik dan kesadaran kritis masyarakat. Dan, mendorong kesadaran, partisipasi aktif warga negara dalam proses demokratis. Yang, sejalan, dengan Reformasi Sistem Politik, menuju, arah implementasi sistem checks and balances yang lebih efektif. 

Dan mengukur, Reformasi sistem pemilu untuk dapat tercegah dan sebagai bagian upaya, dalam mencegah manipulasi dan kecurangan. Selain, penerapan, dari terwujudnya, perlindungan Whistleblower, untuk memperkuat perlindungan hukum bagi pelapor kejahatan politik. Juga, menciptakan mekanisme pelaporan yang aman dan efektif.

Kedudukan strtegis, juga merupakan, peranan, dari, peran Media dan Masyarakat Sipil, dalam hal, mendukung jurnalisme investigatif yang independen. Yang, memperkuat peran organisasi masyarakat sipil dalam mengawasi kekuasaan.

Di dalam Konteks Indonesia, Kita.

Sejarah Orde Baru, refleksi kritis terhadap praktik "Akal Bulus" selama era kepemimpinan Soeharto. Adalah suatu potensi pembelajaran dari proses reformasi dan demokratisasi pasca-Orde Baru. Dimana, desentralisasi dan Otonomi Daerah, dalam mengatasi tantangan korupsi dan nepotisme di tingkat lokal. 

Dan upaya, memperkuat akuntabilitas pemerintah daerah menjadi nihil. Terutama, dalam pemberantasan korupsi, yang tidak pernah mengakar pada, evaluasi efektivitas KPK (saat ini,) dan strategi anti-korupsi nasional. Di dalam, mengatasi resistensi politik terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Reformasi Birokrasi Suatu Cita-cita, Yang Bukan "Akal Bulus".

Sasaran dan ruang lingkup, Reformasi dalam Birokrasi, ialah, mengurangi praktik "Akal Bulus" dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri. Serta, meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan publik. Terutama, pendidikan Karakter, sebagai jendela,integrasi nilai-nilai integritas dan etika dalam kurikulum pendidikan nasional. Untuk membangun jalan budaya anti-korupsi sejak dini.

"Akal Bulus" dan kejahatan politik kekuasaan merupakan ancaman serius terhadap integritas demokrasi dan kesejahteraan masyarakat. Fenomena ini bukan hanya melanggar prinsip-prinsip etika politik, tetapi juga menggerogoti fondasi kepercayaan publik yang esensial bagi berfungsinya sistem demokratis. 

Melawan "Akal Bulus" memerlukan pendekatan multidimensi yang melibatkan reformasi institusional, pendidikan publik, dan partisipasi aktif masyarakat sipil. Ini adalah tantangan jangka panjang yang membutuhkan komitmen berkelanjutan dari semua elemen masyarakat. Dalam konteks Indonesia, perjuangan melawan "Akal Bulus" adalah bagian integral dari proses konsolidasi demokrasi pasca-Reformasi.

Ini memerlukan tidak hanya perubahan struktural, tetapi juga transformasi budaya politik yang menekankan integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Akhirnya, mengatasi "Akal Bulus" dan kejahatan politik kekuasaan bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun kembali kepercayaan publik dan mewujudkan visi politik yang benar-benar mengabdi pada kepentingan rakyat. Ini adalah perjuangan yang memerlukan kewaspadaan konstan dan partisipasi aktif dari setiap warga negara yang peduli akan masa depan demokrasi dan keadilan di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun