Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsesus: Implisitas Partisi Ide-Politik di Balik Kebudayaan

19 Agustus 2024   14:35 Diperbarui: 19 Agustus 2024   14:51 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Teori konsensus budaya adalah sebuah pendekatan terhadap pengumpulan informasi (agregasi, fusi data) yang mendukung sebuah kerangka kerja untuk pengukuran dan evaluasi keyakinan sebagai budaya ; yang dianut sampai batas tertentu oleh sekelompok individu1. 

Dalam era digital yang semakin terhubung, kebudayaan telah mengalami transformasi yang signifikan. Tak lagi terbatas pada ruang fisik, kebudayaan kini merambah dunia maya, menciptakan lanskap baru yang kompleks dan multidimensi. 

Salah satu manifestasi paling menonjol dari fenomena ini adalah platform berbagi video YouTube, yang telah menjadi cermin sekaligus pembentuk kebudayaan global kontemporer.


Kebudayaan Youtube : Kebudayaan yang Dipertontonkan2.

YouTube, dengan slogan "Broadcast Yourself", telah menciptakan apa yang bisa kita sebut sebagai "dunia yang mengindera". Platform ini tidak hanya menjadi media untuk berbagi konten, tetapi juga telah berkembang menjadi semacam indera kolektif masyarakat global. Melalui YouTube, kita bisa melihat, mendengar, dan bahkan merasakan pengalaman dari berbagai sudut dunia. 

Namun, di balik kemampuannya untuk memperluas persepsi kita tentang dunia, YouTube juga menjadi arena di mana partisi ide-politik implisit dalam kebudayaan menjadi semakin terlihat. 

Konsep konsensus dalam konteks kebudayaan sering dipahami sebagai kesepakatan tak terucap yang membentuk nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Namun, era YouTube telah membawa dimensi baru pada konsep ini. Algoritma rekomendasi platform ini, yang dirancang untuk memaksimalkan engagement pengguna, secara tidak langsung menciptakan "filter bubble" yang memperkuat pandangan dan keyakinan yang sudah ada. 

Akibatnya, alih-alih menciptakan konsensus global, YouTube justru bisa memperdalam partisi ide-politik yang ada di masyarakat. Implisitas politik dalam kebudayaan, yang sebelumnya mungkin tersembunyi di balik praktek-praktek sosial sehari-hari, kini menjadi lebih eksplisit di dunia YouTube. 

Video-video yang dibagikan, disukai, dan dikomentari menjadi indikator preferensi politik dan ideologis. Bahkan konten yang tampaknya apolitis - seperti video makanan, musik, atau gaya hidup - sering kali mengandung pesan-pesan politik implisit yang membentuk dan dibentuk oleh konsensus budaya tertentu. Fenomena ini menciptakan paradoks menarik. 

Di satu sisi, YouTube menawarkan platform yang tampaknya demokratis, di mana siapa saja bisa membagikan pandangan mereka. Namun di sisi lain, algoritma yang mendasari platform ini cenderung mengelompokkan pengguna ke dalam komunitas-komunitas yang berpikiran serupa, memperkuat partisi ide yang ada alih-alih menciptakan dialog lintas perspektif. 

Lebih jauh lagi, YouTube telah mengubah cara kita "mengindera" dunia. Realitas yang dimediasi oleh layar telah menjadi norma baru, di mana pengalaman kita tentang dunia semakin banyak yang melalui konten yang kita konsumsi online. Hal ini memiliki implikasi mendalam pada pembentukan identitas budaya dan politik. 

Generasi muda, misalnya, mungkin lebih terhubung dengan komunitas online global daripada dengan lingkungan fisik mereka, menciptakan identitas budaya hybrid yang menantang konsep tradisional tentang kebangsaan dan kewarganegaraan.

Dalam konteks ini, konsensus budaya tidak lagi bisa dipahami sebagai sesuatu yang statis atau terbatas secara geografis. Sebaliknya, konsensus menjadi proses yang dinamis dan terus-menerus dinegosiasikan di ruang virtual. 

Partisi ide-politik yang implisit dalam kebudayaan menjadi lebih cair, namun pada saat yang sama juga bisa menjadi lebih terpolarisasi. Tantangan ke depan adalah bagaimana kita bisa menavigasi lanskap budaya digital ini dengan cara yang memungkinkan dialog yang bermakna antar perspektif yang berbeda. 

Bagaimana kita bisa memanfaatkan potensi platform seperti YouTube untuk memperluas pemahaman kita tentang dunia, sambil tetap kritis terhadap cara platform tersebut membentuk persepsi kita? 

Pada akhirnya, memahami implisitas partisi ide-politik di balik kebudayaan di era YouTube dan media sosial adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan reflektif. 

Ini membutuhkan kesadaran kritis tentang bagaimana teknologi membentuk cara kita mengindera dan memahami dunia, serta komitmen untuk terus menantang dan memperluas batas-batas "filter bubble" kita sendiri.unnes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun