Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konherensi Logis - Pendekatan, Terhadap Problem Inkonsitensi Indonesia (Sosial Masyarakatnya)

17 Agustus 2024   03:49 Diperbarui: 17 Agustus 2024   03:49 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Papua Merdeka : Suatu Peninjauan Latar Belakang.

Papua, provinsi paling timur Indonesia, memiliki sejarah panjang ketegangan dengan pemerintah pusat. Sejak integrasi ke Indonesia pada 1969, berbagai kelompok di Papua telah menyuarakan keinginan untuk merdeka. Alasan di balik gerakan ini beragam, mulai dari perbedaan budaya, ketimpangan ekonomi, hingga dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Indeks, Dalam Koherensi Logis Papua.

Jika, benar keberadaannya akan halnya, adanya akibat inkonsistensi, yang terjadi sebagai dampak sebab, keberadaan struktur kebijakan, yakni, inkonsistensi kebijakan, dalam kebijakan pemerintah Indonesia maka, menerapkan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua sejak 2001. Namun, implementasinya sering dianggap tidak konsisten dan belum sepenuhnya menjawab aspirasi masyarakat Papua. Dimana, terindikasi adanya, ketegangan antara pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan dalam menangani isu Papua. Benturan Hukum dan aspirasi yang secara hukum, Papua adalah bagian integral dari Indonesia. Namun, aspirasi untuk merdeka tetap ada di sebagian masyarakat Papua. Hal, berikutnya, sebagai tantangan dalam mengakomodasi hukum adat dan kearifan lokal Papua dalam sistem hukum nasional. Adanya, kesenjangan Pembangunan, yang meskipun kaya akan sumber daya alam, Papua masih tertinggal dalam berbagai indikator pembangunan dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Dan, adanya persepsi bahwa pembangunan di Papua tidak merata dan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan lokal. Dalam dilema, narasi sejarah yang berbeda, dimana, perbedaan narasi sejarah antara pemerintah pusat dan sebagian masyarakat Papua mengenai proses integrasi Papua ke Indonesia.

Upaya Dialog.

Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menginisiasi dialog dengan berbagai elemen masyarakat Papua. Namun, proses ini menghadapi berbagai tantangan terutama, dalam Representasi yang menyoal, siapa yang dianggap mewakili aspirasi masyarakat Papua secara legitimate?

Kemudian, dalam agendanya dilaog, menjadi upaya mempertanyakan, Apa yang bisa dan tidak bisa dibicarakan dalam dialog? dan Apakah isu kemerdekaan bisa menjadi bagian dari dialog? Sehingga, terus merupakan, perihal, yang selalu menjadi wacana kontradiksinya; Sehingga, faktor lazim, seperti, kepercayaan, dalam membangun rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua setelah sejarah panjang ketegangan. Pada bagian implementasi, dialog selalu berupaya bertanya, bagaimana memastikan hasil dialog diterapkan secara konsisten dan efektif ? dalam hal ini, struktur dialog memiliki kelemahan elemen dan komposisi dari dialog yang dilakukan dalam inkonherensi, atas problem struktural mendasar kebijakan Papua, yang jika dilaog masih menjadi suatu pendekatannya, dalam penengahan konflik di Papua, maka, kelemahan segmentasi topik, tersebut, harus menjadi re-efesiensi, yang menuntut adanya kesadaran waktu, dalam pengertian propek dan potensi akhir, yang berupa proses di dalam masa kebijakan, dalam "Jangka panjang" dalam pendekatan logis terhadap konflik dengan mediasi dialog berikutnya, menuju konherensi logis dari pokok persoalan konflik nasional, di Papua. Yang, haruslah, dipahamai sebagai aspek logis, yang berada dalam alur jangka panjang dari hasil upaya penyelesaian konflik tersebut.


Sementara, Implikasi terhadap Koherensi Logis Indonesia.

Dalam Pendekatan konherensi logisnya, implikasi dalam menuju kematangan demokrasi Indonesia, paling tidak, sudah semestinya menjawab, aspek subtansi dari pernyataan sosial-inkonsistensi, yang ada, meskipun, dialog; sebagai jembatan pendekatan logis dari adanya kesenjangan inkonsistensi Indonesia dalam kebijakan pemerintahan. 

Namun, pada impresi, di dalam kesan yang menampilkan Dialog Papua Merdeka tidak lain, implikasi dialog seharusnya untuk menunjukkan beberapa hal penting yang mempengaruhi, yakni, kompleksitas dan kesatuan dalam keragaman, dan, bagaimana Indonesia dapat mempertahankan kesatuan nasional sambil menghormati keragaman dan aspirasi daerah? yang adalah sebuah tantangan bagi desentralisasi, yang menyoroti sejauh mana otonomi daerah dapat diberikan tanpa mengancam integritas nasional ? dan keadilan dan pemerataan, dalam notasi logisnya, "bagaimana menyeimbangkan pembangunan nasional dengan kebutuhan dan karakteristik lokal? lalu, perihal pendekatan multidimensi sebagai antisipasi dalam pentingnya pendekatan yang komprehensif, melibatkan aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam menyelesaikan isu-isu kompleks.

Dialog Papua Merdeka.

Dialog Papua Merdeka, bukan hanya tentang Papua atau kemerdekaan. Ini adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar yang dihadapi Indonesia dalam mencapai koherensi logis di tengah keberagamannya. Kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu terus mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif, fleksibel, dan kontekstual dalam mengelola keragamannya. Pencapaian koherensi logis dalam kasus seperti ini mungkin tidak selalu berarti keseragaman atau konsensus mutlak. Sebaliknya, ini mungkin lebih tentang bagaimana menciptakan kerangka bersama di mana perbedaan dapat dinegosiasikan dan diakomodasi secara damai dan konstruktif. Ini adalah proses yang akan terus berkembang, mencerminkan dinamika dan kompleksitas Indonesia sebagai negara majemuk.

Integritas, Keadilan Sosial, & Kedaulatan NKRI:

Pilar Koherensi Logis Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun