Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Music

Pink Floyd (70's): Suatu Miskonsepsi Populer

10 Agustus 2024   03:43 Diperbarui: 10 Agustus 2024   03:59 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pink Floyd: Suatu Miskonsepsi Yang Populer Dalam Lirik Musik - Sebuah Mozaik Suara Yang Terputus.



Pink Floyd, band rock progresif asal Inggris, telah lama menjadi subjek berbagai interpretasi dan miskonsepsi. Lirik mereka yang kompleks dan sering kali ambigu, dikombinasikan dengan komposisi musik yang inovatif, telah menciptakan lanskap sonic yang kaya akan makna dan interpretasi. Namun, popularitas mereka juga telah melahirkan beberapa miskonsepsi yang perlu kita telaah lebih dalam.


Miskonsepsi Populer dalam Lirik Pink Floyd.

1. Simplifikasi Makna.   Salah satu miskonsepsi terbesar adalah kecenderungan untuk menyederhanakan makna lirik Pink Floyd. Banyak pendengar menafsirkan lagu-lagu mereka secara harfiah, padahal seringkali lirik tersebut memiliki lapisan makna yang lebih dalam dan kompleks. Contoh: "Another Brick in the Wall" sering disalahartikan sebagai kritik sederhana terhadap pendidikan, padahal lagu ini adalah bagian dari narasi yang lebih besar tentang isolasi dan alienasi dalam album "The Wall".

2. Overinterpretasi Referensi Narkoba. Musik Pink Floyd sering dikaitkan dengan budaya psikedelik dan penggunaan narkoba. Meskipun beberapa lagu memang terinspirasi dari pengalaman tersebut, banyak pendengar cenderung melebih-lebihkan aspek ini, mengabaikan tema-tema sosial, filosofis, dan personal yang lebih luas dalam karya mereka.

3. Asumsi Koherensi Naratif. Banyak penggemar berasumsi bahwa semua album Pink Floyd memiliki narasi yang koheren dan terstruktur seperti "The Wall" atau "The Dark Side of the Moon". Padahal, tidak semua album mereka dirancang sebagai konsep album yang ketat.

4. Personifikasi Berlebihan. Pendengar sering mengasumsikan bahwa setiap lagu adalah representasi langsung dari pengalaman personal anggota band. Meskipun beberapa lagu memang autobiografis, banyak yang merupakan eksplorasi tema universal atau fiksi murni.

Mozaik Suara Yang Terputus

Konsep "mozaik suara yang terputus" sangat relevan dalam memahami pendekatan Pink Floyd terhadap komposisi musik dan penulisan lirik. Ini merujuk pada teknik mereka dalam menggabungkan berbagai elemen sonic dan lirik yang tampaknya tidak berhubungan menjadi satu kesatuan artistik yang koheren.

1. Fragmentation dan Reintegrasi. Pink Floyd sering menggunakan teknik fragmentasi dalam musik mereka, memecah melodi, ritme, dan lirik menjadi potongan-potongan kecil, kemudian menyusunnya kembali dalam cara yang tidak konvensional. Ini menciptakan pengalaman mendengarkan yang kompleks dan berlapis. 

Contoh: Dalam "Shine On You Crazy Diamond", transisi antara bagian-bagian lagu sering kali terputus-putus, namun tetap mengalir secara musikal. 

2. Soundscapes dan Ambience. Penggunaan efek suara ambient dan soundscapes yang elaborate oleh Pink Floyd menciptakan latar belakang sonic yang kompleks. Suara-suara ini sering muncul dan menghilang, menciptakan mozaik auditori yang dinamis. 

3. Lirik Non-Linear. Lirik Pink Floyd sering kali tidak mengikuti struktur naratif linear. Mereka menggabungkan citra, metafora, dan frasa yang tampaknya tidak berhubungan, menciptakan mozaik makna yang harus diinterpretasikan oleh pendengar. Contoh: Dalam "Brain Damage", lirik melompat antara berbagai citra dan ide, dari "bulan" hingga "sisi gelap", menciptakan narasi yang terfragmentasi namun puitis.

 4. Interpolasi Suara. Pink Floyd terkenal dengan penggunaan rekaman suara non-musikal dalam lagu-lagu mereka. Suara-suara ini - dari percakapan hingga efek suara - sering muncul dan menghilang, menambah lapisan kompleksitas pada mozaik sonic mereka. Sebagai contoh: Penggunaan suara jam dan suara-suara lainnya dalam "Time" menciptakan atmosfer yang kaya dan berlapis.

Miskonsepsi populer.


Miskonsepsi populer tentang lirik Pink Floyd sering kali muncul dari kecenderungan untuk menyederhanakan atau terlalu menginterpretasikan karya mereka yang kompleks. Memahami pendekatan mereka sebagai "mozaik suara yang terputus" memberikan perspektif yang lebih nuansa tentang keahlian mereka dalam menciptakan lanskap musikal yang kaya dan berlapis.

Karya Pink Floyd menantang pendengar untuk melampaui interpretasi sederhana dan mengeksplorasi berbagai lapisan makna dan pengalaman sonic. Dalam melakukan ini, mereka telah menciptakan warisan musikal yang terus menginspirasi dan membingungkan pendengar, generasi demi generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun