Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Profetik? Publik Speaker - Sebuah Wacana Profesi Publik.

13 Juli 2024   01:00 Diperbarui: 13 Juli 2024   01:07 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esai.

Profetik? : Kedudukan "Public Speaker" dalam Wacana Bernegara. - Sebuah Wacana Publik.

Oleh : Ahmad Wansa Al-faiz, S.Ip

             Di tengah arus informasi yang semakin deras dan kompleks, peran seorang public speaker dalam membentuk wacana bernegara menjadi semakin krusial. Mereka bukan sekadar penyampai pesan, melainkan juga pemandu opini yang mampu mengarahkan diskursus publik ke arah yang lebih konstruktif dan visioner. Dalam konteks kenegaraan Indonesia yang sedang berproses menuju demokrasi yang lebih matang, kehadiran public speaker yang berkualitas menjadi sebuah keniscayaan.

Sebagai negara dengan beragam suku, agama, dan budaya, Indonesia memerlukan figur-figur yang mampu menjembatani perbedaan dan membangun narasi persatuan. Di sinilah public speaker memainkan peran profetiknya. Mereka dituntut untuk tidak hanya fasih dalam beretorika, tetapi juga memiliki wawasan yang luas, integritas yang tinggi, dan kepekaan sosial yang tajam. Seorang public speaker sejati harus mampu membaca tanda-tanda zaman, mengantisipasi tantangan masa depan, dan mengartikulasikan visi yang menginspirasi.

Dalam konteks Pancasila sebagai dasar negara, public speaker memiliki tanggung jawab untuk terus menghidupkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Mereka harus mampu menerjemahkan abstraksi filosofis Pancasila ke dalam bahasa yang dapat dipahami dan diresapi oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih dari itu, mereka juga berperan sebagai katalisator yang mendorong implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun, peran profetik public speaker tidak berhenti pada tataran wacana. Mereka juga dituntut untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam masyarakat. Melalui kata-kata yang diucapkan dan tindakan yang dilakukan, seorang public speaker harus mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan bangsa. Mereka harus berani menyuarakan kebenaran, mengkritisi kebijakan yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat, dan menawarkan solusi-solusi inovatif atas berbagai permasalahan bangsa.

Di era digital yang sarat dengan informasi yang terdistorsi dan berita bohong, peran public speaker sebagai penjaga kebenaran menjadi semakin vital. Mereka harus mampu memilah informasi, menganalisis secara kritis, dan menyajikan fakta secara objektif kepada publik. Dalam hal ini, integritas dan kredibilitas menjadi modal utama yang harus dijaga dengan sepenuh hati.

Lebih jauh lagi, public speaker masa depan harus mampu melampaui batas-batas konvensional dan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif. Mereka harus membuka ruang dialog yang setara, di mana setiap suara dapat didengar dan setiap perspektif dihargai. Dengan demikian, wacana bernegara tidak lagi menjadi monopoli elit, tetapi menjadi milik bersama seluruh elemen masyarakat.

Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, peran public speaker akan semakin menentukan. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam membangun kesadaran kolektif tentang tantangan dan peluang yang dihadapi bangsa. Melalui narasi yang inspiratif dan motivatif, mereka akan membantu membangkitkan semangat juang dan optimisme masyarakat dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa.

Namun, dengan kekuatan besar yang dimiliki, seorang public speaker juga harus menyadari tanggung jawab etis yang menyertainya. Mereka harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan kepentingan bersama. Kata-kata yang diucapkan harus dilandasi oleh kebijaksanaan dan kearifan, bukan semata-mata untuk mencari popularitas atau memenuhi agenda pribadi.

Di masa depan, kita dapat membayangkan munculnya generasi baru public speaker yang tidak hanya mahir dalam retorika konvensional, tetapi juga menguasai teknologi digital dan media sosial. Mereka akan menjadi influencer positif yang mampu menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Dengan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lanskap media dan komunikasi, mereka akan memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan mengarahkan diskursus nasional.

Lebih dari itu, public speaker masa depan harus mampu menjadi jembatan antara generasi, menyatukan kearifan tradisional dengan inovasi modern. Mereka harus dapat mengartikulasikan nilai-nilai luhur bangsa dalam konteks global, sehingga Indonesia tidak kehilangan jati dirinya di tengah arus globalisasi yang semakin deras.

Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks, public speaker juga dituntut untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu internasional. Mereka harus mampu menjelaskan posisi dan kepentingan Indonesia dalam kancah global, sekaligus membangun citra positif bangsa di mata dunia. Diplomasi publik akan menjadi arena baru di mana public speaker dapat berkontribusi secara signifikan.

Namun, di tengah semua peran dan tanggung jawab tersebut, seorang public speaker sejati harus tetap rendah hati dan terbuka terhadap kritik. Mereka harus menyadari bahwa kekuatan mereka bukan terletak pada kemampuan untuk mendominasi wacana, melainkan pada kapasitas untuk memfasilitasi dialog yang konstruktif dan inklusif.

Pada akhirnya, kedudukan public speaker dalam wacana bernegara bukanlah sebuah privilese, melainkan sebuah amanah. Mereka adalah penjaga api semangat kebangsaan, penyambung lidah rakyat, dan penunjuk arah menuju masa depan yang lebih baik. Dengan memahami dan menjalankan peran profetik ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, public speaker dapat menjadi katalisator perubahan yang positif dan berkelanjutan dalam perjalanan Indonesia menuju kejayaannya.

Sebagai penutup, mari kita renungkan bahwa kekuatan kata-kata, jika digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab, dapat menjadi senjata ampuh dalam membangun peradaban. Public speaker, dengan kedudukan strategisnya dalam wacana bernegara, memiliki kesempatan emas untuk menjadi agen perubahan yang positif. Mereka dapat menjadi lentera yang menerangi jalan menuju Indonesia yang lebih adil, makmur, dan bermartabat. Semoga dengan kesadaran akan peran profetik ini, akan lahir generasi public speaker yang tidak hanya fasih berkata-kata, tetapi juga kaya dalam makna dan dampak positif bagi bangsa dan negara.

Bandar Lampung, 13/07/2924.

A.W. Al-faiz 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun