Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hukum Asal sebuah Pengantar dan Cabang Pohon

10 Juli 2024   17:48 Diperbarui: 10 Juli 2024   18:57 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

1. Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung dalam Kasus Korupsi E-KTP Kasus korupsi E-KTP merupakan salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia yang melibatkan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (E-KTP) pada tahun 2011-2012. Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara dan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun [5]. Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung No. 1686 K/Pid.Sus/2018, MA menerapkan prinsip positivisme hukum dengan ketat. Beberapa aspek yang menunjukkan penerapan positivisme hukum dalam kasus ini antara lain: 1. Penerapan hukum tertulis secara ketat: MA mendasarkan putusannya pada ketentuan hukum positif yang berlaku, terutama Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hakim tidak mempertimbangkan aspek-aspek di luar hukum tertulis dalam mengambil keputusan.

 2. Fokus pada unsur-unsur tindak pidana: Putusan MA secara rinci menguraikan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam undang-undang, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal seperti tekanan politik atau dampak sosial dari putusan tersebut.

 3. Penerapan sanksi sesuai ketentuan undang-undang: MA menjatuhkan hukuman sesuai dengan ancaman pidana yang diatur dalam undang-undang, tanpa mempertimbangkan aspek keadilan restoratif atau rehabilitasi terpidana. Analisis: Penerapan positivisme hukum dalam kasus E-KTP menunjukkan upaya untuk mencapai klaritas hukum asal dengan berpedoman pada hukum tertulis dan prosedur formal. Namun, pendekatan ini juga menimbulkan kritik, terutama dari perspektif hukum progresif yang menekankan pentingnya keadilan substantif di atas keadilan prosedural [6].

 IV. Kesimpulan Puritas nilai otentisitas hukum dan positivisme hukum sebagai klaritas hukum asal

Yakni, erupakan dua konsep penting dalam filsafat hukum yang memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik hukum modern. Meskipun kedua konsep ini bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum, penerapannya dalam kasus-kasus konkret seringkali menimbulkan perdebatan tentang keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan substantif. Studi kasus putusan MK tentang UU Perkawinan dan kasus korupsi E-KTP menunjukkan bahwa pengadilan di Indonesia cenderung menerapkan prinsip-prinsip positivisme hukum dan puritas nilai otentisitas hukum dalam putusannya. Namun, perkembangan pemikiran hukum progresif dan pendekatan hukum yang lebih holistik menantang dominasi paradigma positivistik ini. 

A.W. Al-faiz.

10/07/2924.

B. Lampung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun