e. Manusia sebagai kesadaran etis.
     Manusia sebagai kesadaran etis dapat dilihat dalam beberapa perspektif. Pertama, kesadaran etis adalah kesadaran tentang norma-norma yang ada pada diri manusia. Kesadaran etis adalah suatu sikap yang memungkinkan individu untuk memahami dan mengikuti aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat[1].
Kedua, kesadaran etis juga dapat dilihat sebagai adanya kesadaran individu bahwa mereka sebagai agen moral. Kesadaran etis dapat dinilai melalui kemampuannya untuk menyadari adanya nilai-nilai etis dalam lingkungan dimana dia bekerja. Pengalaman kerja auditor, misalnya, sangat dipengaruhi oleh sensitivitas individu tersebut. Kesadaran etis juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti corporate ethical value, enforcement of ethical codes, dan budaya etis perusahaan[2][3].
Ketiga, kesadaran etis juga dapat dilihat sebagai suatu proses internal yang kompleks yang akan diwujudkan dalam perilaku etis. Kesadaran etis memungkinkan individu untuk memahami dan mengikuti aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat, serta memungkinkan individu untuk berperilaku profesional dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai etis organisasi[2][3].
[Makna Interprestasi].
Berpikir : Manusia : Konsep-Gagasan, Transendesi, atau Kesadaran - Suatu Kesimpulan Abstrak.
Manusia dalam pandangan Paulo Freire adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang berbeda-beda, mulai dari kesadaran magis hingga kesadaran kritis. Kesadaran magis adalah kesadaran yang hanya menyesuaikan diri dengan kehidupan, sedangkan kesadaran kritis adalah kesadaran yang memungkinkan manusia untuk memahami dan mengubah kenyataan dengan cara yang lebih otentik dan reflektif[1][2][3].
Sementara kenabian, Allah adalah makhluk yang transenden dan imanen. Allah berada di luar persepsi manusia, independen dan sama sekali berbeda dibandingkan dengan ciptaan-Nya. Allah berdaulat pada diri-Nya sendiri dan tidak bergantung pada apapun atau siapapun. Allah juga hadir dalam ruang dan waktu, berada di antara ciptaan-Nya, dan dekat dengan manusia[1].
Dalam sintesis, manusia memiliki kesadaran yang berbeda-beda dan memiliki kemampuan untuk memahami dan mengubah kenyataan. Sementara kenabian, Allah adalah makhluk yang transenden dan imanen, memiliki sifat-sifat seperti keagungan, kebesaran, dan keadilan, dan memiliki hubungan dengan manusia.
Citations:
[1] https://hokimtong.org/pembinaan/transendensi-dan-imanensi-allah/
[2] https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/almufida/article/download/67/61
[3] https://kumparan.com/berita-terkini/konsep-manusia-ruang-dan-waktu-dalam-sejarah-kehidupan-1z8ZBDPJSHB
[4] https://aceh.kemenag.go.id/baca/konsep-manusia-dalam-al-quran
[5] https://www.slideshare.net/slideshow/konsep-dasar-manusia-konsep-dasar-manusiapptx/266410332
Citations:
[1] https://repositori.uin-alauddin.ac.id/14399/1/Norjannah_30200114003.pdf
[2] https://business-law.binus.ac.id/2019/05/02/antara_humanisasi_liberasi_transendensi/
[3] https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57555/
[4] https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20422172&lokasi=lokal
[5] https://www.researchgate.net/publication/377951590_FILSAFAT_MANUSIA_MEMAHAMI_MANUSIA_SEBAGAI_HOMO_COMPLEXUS