Namun, metafora "dua sisi mata uang" mengingatkan kita bahwa dualisme ini bukan tentang oposisi yang kaku, melainkan tentang integritas. Seperti mata uang yang tidak ada artinya jika hanya satu sisi, makna dalam bahasa sering muncul dari interaksi antara pasangan. "Dingin" bermakna karena ada "panas", "agen" ada karena "pasien".
Lebih jauh lagi, gagasan "twin" menantang kita untuk memikirkan kembali kategori biner kita. Dalam fonologi, kita menemukan suara yang tidak sepenuhnya bersuara atau tak bersuara. Dalam sintaksis, kita memiliki konstruksi "middle voice". Dalam semantik, kita punya "camp" yang bukan sepenuhnya serius atau ironis.
Maka, sementara "twin" dan "dua sisi mata uang" menyoroti dualisme yang melimpah dalam bahasa, mereka juga mengundang kita untuk melihat melampaui biner. Mungkin, seperti dalam mekanika kuantum di mana partikel bisa berada dalam superposisi berbagai keadaan, unit linguistik pun bisa mengandung multidimensi makna---tidak hanya dua, tapi spektrum tak terbatas.
Jadi, dalam memahami "wajah" bahasa melalui lensa kembar dan mata uang, kita tidak hanya memahami strukturnya, tetapi juga sifat pikiran manusia---selalu mencari pasangan, kontras, dan akhirnya, sintesis.
BANDAR LAAMPUNG, 03/06/2024.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI