Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Han HALAKA

18 Desember 2023   22:50 Diperbarui: 18 Desember 2023   23:39 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Han HALAKA.
- buat, RG.

/0
Kepadamu, aku tulis puisi ini
Dan, semoga arwahmu tenang :
Di alam sana.

Dengarlah,
Han HALAKA

Itu,
dahulu.

Derajat nenek moyangku
Seorang kera penjual koran tanpa sepatu
Tanpa, hak-hak di jalan hidupnya.

Percayakah, kata; kata; busuk ini

"Sungguh!" Aku memang berdusta!"

Sungguh!

Aku, hanyalah;

Lelaki yang lahir di dalam ruang perzinahan yang dizinkan oleh yang di atas plafon, sekor biawak yang sedang bertelur. Menunggu, saat tepat untuk sebuah, agresi.


Di sebuah kelas, universitas fakultas ---
Pada jurusan dagang sapi, dan had.

Lelaki, dengan dekap tangan, itu

Membawa, do'a di dalam:

sebuah buku evolusi
Dewa Charles : Dalam Origin Of Law.

Di laut lepas udara lepas
Menenggelamkan mimpi daratan

Han,

apakah kau dengar? :
Derap yang begitu,
Cepat memburu: debar ombak jantungmu
Menerpa semilir bisikan seekor anjing
Di atas pasir pantai parang tritis

Menuliskan sajak derita
Pada terumbu batu karang

Dan, biduk cintamu berarak angin
Di hamparan layar;
Di lautan yang karam.

Saat,
Di tengah fajar buta - saat safar
Dari para musafir itu,
Lelah terlelap. Di atas gundukan pasir pantai.

/1
Han,
Kita dididik untuk megikuti siapa?
Mengikuti, nabi?

Nabi yang mana?

Terkadang, aku tak lagi tahu, mana

Nabi mana Beni

Han?

/2
Han, HALAKA

Itu,
dahulu.
Derajat nenek moyangku:

Dengar saja.

/3
Sepatu para bidak
Prajurit yang mejadi alat kekuasaan
Di tengah-tengah pasar, riuh menjual
Kaset berisi rekaman,
bunyi derap sepatu bersuara sisik jantung. Tanpa hak.

Bagi, hidup dan kehidupan.

Kita, menjadi babu dan buruh

Di istana sendiri. Mendelegasikan

Panorama luka dan nyeri.

/4

Tanpa,

Kancing,
Dan, busana wanita. -
Tanpa tari gemoy.

/5
Tegakkanlah, saja,
Hak-hak wanita berhak tinggi itu,
Sesuka hatimu.

Sebab, lelaki hanya,
Mengenal bahwa, tak ada jawaban
Bagi keadilan, di masa yang berlalu -
Di balik sepatu berhak;

Mereka berhak untuk di urusi.

Bukan, kaki-kaki

Dengan sepatu, -meski itu adalah 

Hak bagi pemakainya;

:

Sepatu yang cemar, adalah

Sepatu, berhak, senantiasa, berbudi luhur;
Yang mengjnjak penderitan, dan mengantungi dalam brankas,
Kotoran manusia. Selayaknya menyimpan emas.

Bandar Lampung, 2023.
A. W. al-faiz.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun