Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ahimsa Bapu!

18 Oktober 2023   00:10 Diperbarui: 18 Oktober 2023   03:59 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"AHIMSA* Bapu!"

("In, Memoriam, Ayahanda, Drs, Muhammad Ichwan, MA").

Oleh : A.W. Al-faiz.

Mahatma Gandhi : "Kekerasan Hanya Akan Menstimulus K
ekerasan Yang Lebih Besar."

Google (gambar source Mahatma Gandhi).
Google (gambar source Mahatma Gandhi).

Pemikiran Politik Kemerdekaan India Oleh Sejarah "Perlawanan Tanpa Kekerasan," Mahatma Gandhi :  Sebagai, suatu Sumberdaya Kekayaan Nilai, Bagi Komponen Demokrasi.


               Demikian pernyataan tersebut, kemudian di tuliskan dalam sebuah buku, yang menuliskan jejak perlawanan Mahatma Gandhi, tanpa kekerasan dalam sikap perlawanannya untuk membebaskan India, dari Britania Raya yang menjajah India. Namun, saya sedikit meragukan akan hal itu, sebagai hal yang benar-benar diyakini atau diucapkan sebagai hasil dari konteks dari konsep yang lahir oleh pemikiran politik Mahatma Gandhi, kepada dirinya sendiri. Atau, hal yang setidaknya merupakan interprestasi dari penulis yang merangkum jejak dari perjalanan politik "anti-kekerasan" dalam pembebasan atau kemerdekaan India, dari Britania Raya. Tentu, sebagai sebuah notasi dari kritik secara logika, apa yang saya pikirkan adalah sosok Mahatma Gandhi di tengah dinamika para pemikir dunia. 

Untuk, melihat sejauh mana, sebenarnya keberadaan dari statement judul di atas oleh, masyarakat India sendiri. Yang saya sendiri lebih bersetuju akan hal yang redaksional, menyoal di atas, "bahwa setiap kekerasan hanya akan, mensimulasi kekerasan yang sama besarnya," dari apa yang diberikan dari stimulus tersebut. Tanpa, harus melebih-lebihkan sosok Gandhi, sebagai habitat dari pemikiran mengenai Demokrasi dalam segmentasi sejarah India lepas dari kungkungan penjajah, dan juga, jejak pemikiran politik Mahatma Gandhi sebagai tokoh pemikir dunia, yang jenius yang tidaklah mungkin tidak menyadari adanya kesenjangan dalam interaksi dari dinamika dan dialektika politik di India, yang memaksa dirinya untuk menyatakan pernyataan yang kalimat yang lugu di atas.

            Sebagai, kelayakan dan ketepatan untuk mengucapkan ini dalam sebuah esai kritik tulisan pun saya rasa saya bukanlah, juga tentu, belumlah sebagai orang yang memenuhi syarat untuk hal ini. Terlebih, integrasi nilai yang memungkinkan, untuk saya tidak memilikinya di dalam diri saya secara sempurna. Terkecuali, saya meletakan diri saya sebagai, seorang yang diibaratkan penonton yang menyaksikan sebuah potongan dari adegan yang di pertunjukkan, di atas panggung sejarah dunia melalui penuturan di dalam jejak dokumentasi sejarah berupa penafsiran atas penafsiran peristiwa sejarah yang telah lebih dulu datang dan berada keberadaannya, bahkan sebelum saya lahir di muka bumi ini. 

Mungkin juga kelancangan dari diri saya atas sikap yang subjektif ini, namun, kegelisahan yang saya tidak bisa sembunyikan, untuk jujur mengakui ketidak-kesempurnaan, pilihan dalam polarisasi dari struktur yang saya pahami, dari dalam diri saya, oleh kegelisahan atas hal tersebut. Terutama, dalam membaca sejarah sebagai interprestasi terhadap interprestasi dari fakta peristiwa yang sebenarnya, lalu kemudian apa yang saya bisa lakukan adalah melakukan kesalahan yang sama, ayas tindakan gegabah ini.

Dengan menuliskan terminologi kritik bagi otokritik saya sebagai perspektif dalam menilai sejarah sebagai interprestasi dan penafsiran atas peristiwa yang hanya memungkin saya untuk berada dalam bayang-bayang, "penutur ketiga" dalam aksen naratif yang telah terbangun alurnya sebagai dimensi yang objektif dan realistis, dalam melihat sosok tokoh pemikiran dunia dalam konsep-konsep pemikirannya di dalam inklusi ruang lingkup, konstelasi masa dan waktu serta jarak yang berjauhan, bagi nalar realitas, yang bukan mencakup nilai yang mana, bisa saja terus terjadi di setiap waktu, ruang, jarak, dan tempat. Yang, selalu membuat saya khawatir dan waspada akan turbulensi dari pergerakan nilai sejarah dalam politik terutama. Saya, sendiri, lebih mengilhami sosok misterius, dan penuh misteri seperti halnya Mahatma Gandhi, sebagai citra dari suatu konsensi dari konsentrasi pemikiran politik.

Seperti seorang Ayah, kepada anaknya, dalam memberi pendekatan secara adil untuk memutuskan sikap dari kesombongan diri, dan memilih simpati atas nasib kehidupan di masa mendatang sebagai masa depan manusia, sebagai juga masa depan seorang ayah, di dalam diri anaknya, sebagaimana Mahatma Gandhi, kepada India, sebagai seorang Bapu, suatu ruang kehidupan bagi regenerasi kehidupan selanjutnya. Yang, tentu saja India, dan saya, sebagai anak dari kemerdekaan dari ruang penjajahan dalam segala bentuk ketidak adilan di dunia ini, dalam berbagai prespektif genealogi dari pemikiran, setiap anak kepada ayah mereka. "Ahimsa!" Bapu!".

B. Lampung, 
17 Oktober 2023.

Source :

 https://id.wikipedia.org/wiki/Mahatma_Gandhi

Note:

*Ahimsa atau ahiṃsā atau ahingsā (Devanagari: अहिंसा; IAST ahiṃsā) adalah sebuah istilah Sanskerta yang berarti "antikekerasan". Ahimsa merupakan bagian penting dari agama Hinduisme, Jainisme, dan Buddhisme. Konsep ini pertama kali digunakan dalam sebuah kitab Hindu yang disebut Upanishad, yang salah satu bagiannya berasal dari tahun 800 SM.[1] Konsep ini kemudian dijelaskan lebih lanjut di Bhagavad Gita, Puranas dan kemudian teks-teks Buddhis.

source : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ahimsa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun