SUATU SAAT TENTANG CINTA YANG DISERUDUK KERBAU DARI BELAKANG DAN SURAT BUAT MO.
"Apakah engkau menyesali,
"pertemuan ini?" Ucap Mo perlahan.
        Sepertinya, kisah dalam cerita lirik lagu. Berkata demikian, dalam mengungkapkan sesuatu yang agitatif persoalan dari cinta, yang memberi semacam sensasi metafora dalam ironi pertemuan dan waktu yang tak terkendali oleh kemampuan manusia. Dan sepertinya, Mo bagiku belum cukup mengerti arti sebenarnya dari perpisahan dalam alur plot kisah cerita ini.
      Di dalam keluarga bahkan, aku tak mencintai ayah. Tapi, lebih pada duduk persoalan aku mencintai ayah, dalam spirit dan motivasi, kerja keras beliau dalam selintas pandangan mataku. Dan semua tahu, bahwa, entah, apa yang kemudian membahagiakannya, selain makan, makanan kesukaannya, sementara, mulutnya dipenuhi gigi palsu. Sebab, bagaimana aku mencintai orang yang menerjang tubuhku hingga terhuyung, terjatuh?
      Dan mungkin, lebih tepat, meski seorang intelektual, ayah, sangat berjiwa militan, yang militeristik, layaknya seorang patriotik tentara penjaga perbatasan. Dan memberi suatu pengajaran tentang hidup, kepada anak buahnya, bahwa, hidup ini, tidak sesederhana yang kerap dipikirkan orang-orang, di luaran sana, yang tak perduli padamu. Dan, atau, jika itu adalah ayahmu sendiri, maka, kau harus perduli dengan dirimu sendiri.Â
Tentu, saja ini sebuah caraku mencintai bagian dari diri ayah, yang ada dalam cara pandangku ini. "Meski jujur, aku bahkan, tidak tahu persis, seperti apa bentuknya." Dalam wujud perilaku sendiri selama ini, sebelum ayah meninggal. Karena, demensia, dan lalu, setelah itu, hilang ingatan, oleh karena menurunnya kondisi kesehatannya.
       Mo, mencintai diri sendiri, dan potensi terbaik dari dirimu, adalah cinta yang seharusnya kau jaga dan pahami sebagai cara atau jalan untuk mencintaiku. Jika, anggapanmu benar bahwa seorang lelaki sepertiku, adalah "seorang bajingan" dimana tuhan mencintaiku. Dan engkau bukan orang yang dicintai tuhan karena engkau bukanlah, "bajingan" Mo.
        Suatu, saat di sebuah waktu, pada tempat, aku memikirkan dirimu, kenapa aku tak menyesali lebih awal, ketika, perpisahan telah terjadi oleh dilema pertemuan. Orang bilang, penyesalan di depan adalah ketika di belakangmu seekor kerbau yang menyeruduk pinggangmu dari belakang, dan engkau berada di depan, lalu berkata, "aku menyesal!" berada di depan hadapan kerbau itu tadi, sehingga dia menyeruduk pinggangku. Semoga, engkau mengerti canda yang fiktif ini, sebagai hal yang menghibur luka kita sementara waktu Mo.Â
Ketika tak dapat menemukan pijakan, dan entah pada kalimat sakti yang mana harus menjadi pegangan, atau "apa? yang seseorang harus apa (pertanyakan) untuk membuat luka dari penderitaan cintamu, mengering di udara yang lembab dan basah. Mo, di dalam surat yang engkau baca ini, yang hanya hamparan huruf, dan bunyi, dari yang dapat kita bayangkan sebagai hasrat, dalam menghayati bagaimana maknanya. Sehingga, "aku hanya dapat menyuruhmu, "makanlah!," Habiskan hidanganmu!" Mo!" Sebab, tuhan telah menghidangkannya untukmu, dari langit.
Sebab, engkau harus mensyukuri, ketidaktahuan pikiran dan naluriah, akan makna dari cinta yang sesungguhnya. Sebab, tak semua perihal harus diketahui, setiap orang di atas dunia ini, sebagai suatu makna dari buah pikiran, atau naluriah, terlebih apalagi, bajingan seperti diriku. Orang yang dicintai oleh tuhan. Seperti, pepatah politik, "Dia pergi ke Cina," di hanya mengurus dirinya sendiri, "Bajingan Tolol!".
"Apa engkau tahu, dengan apa yang menjadi maksud kata-kata pepatah itu, Mo?"
Selamat, malam untukmu, sebelum tidur, dan juga sekaligus mengakhiri surat cintaku ini padamu.
Bandar Lampung, 31 Agustus 2023.
A.W.E. El-sabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H