Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perkenalan

1 September 2023   02:25 Diperbarui: 1 September 2023   02:32 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan lain, yang mempertemukan nadi dengan cinta dan ketulusan?" Hatiku membusuk, membeku, dalam dingin penderitaan yang ekstrem, untuk sebuah ambisi, dan hasrat yang tak tercapai oleh prasangka, atau justru kerana menahan laju sudut pandang menjadi suatu celah untuk kembali pulih dari luka.

Manusia bukanlah, seharusnya menjadi sombong karena suatu tradisi dari kebijaksanaan dan kebaikan dirinya. Melainkan, sombong karena tuhan pun demikian untuk menyifati ke-maha sombongannya agar selalu, kita dalam dimensi ruang yang bersama dengan kekuasaan tuhan dari kausa dan kuasa kesombongan tersebut.

Perlahan dengan malu-malu, aku bangun dari keterpakuan diri, setelah melihatnya, seolah-olah dia pantas melihatku atau sebaliknya aku pantas memperhatikan dirinya.

Jean, mungkin seseorang yang datang padaku menunduk penuh rasa putus asa, dia meminta keadilan dariku, atas fatamorgana ruang cinta, dan nafsunya terpendam dalam lesu yang lelah selama ini, mencurahkan perhatian pada gadis itu. Sementara, aku tak berdaya pada bocah lelaki itu, setelah penampilan dramanya di hadapan penonton yang memainkan peran badut yang filosofis bahkan menurutku dia lebih pantas disebut bandit. Untuk segenggam cinta yang ada pada naluri hangat suhu tubuh Jean. Semacam sebuah pengantar frekuensi dari termodinamika dalam memberi pesan dan sinyal dari "mugdah" sebuah kursi di tempat hati seorang wanita bertahta dan berfirman.

"Baiklah!" Bento sudah larut malam" seharusnya telah tidur dan mencekam dalam tawa yang nisbi" sebuah parodi dari Ginting untuk paradoks dari paradigma batang-batang rokok bermerk Surya, Jean. Tanpa harus mengencangkan sepatu, jika seorang memakai sandal untuk pulang ke rumah.

 -------------------------

Pucuk-pucuk Tegal, kota tegal, mengingatkan Baron padaku, dan secepat mencelatkan loncat matanya yang tajam bagai bilah parang klan geng-geng yakuza Jepang, dia menemui diriku di rumah.

"Kudengar engkau akan menikahi seorang gadis ya?" Kata, Baron tak membawa rokok yang biasanya dia sodorkan sebagai narasi awal pembicaraan seperti biasa.

"Ah!" Sudahlah, aku tahu permainan kalian dan kisah paradoks lainya yang kalian berdua, buat bersama Ginting" kalian memang penuh siasat" kataku.

Kalau kalian memang hobi menonton, lebih baik ada yang lebih baik dari drama yang kalian buat ini. Sebagai pemicu ketegangan dengan bocah laki-laki itu, yang mengejar-ngejar Jean. Ini bukan diskusi integritas implementasi dari teater bagi kesenian daerah yang belakangan agak sedikit rancu oleh penampilan seorang dewa Krisna Jaya dan Govinda. Sang maha pengetahuan dalam mitos gambar dewa Krisna malam itu menabuh saluang Minang Kabau. Yang membuatku tersentuh ingin sebuah kecupan dan menangis untuk dibelikan permen kojai dengan bentuk kaki manusia.

Dan, aku memang mengenal luka di kepalaku, sebuah peluru angin deras, dari timah, para pemburu, sebuah dimensi kalkulus dan juga algoritma operasi bilangan-bilangan numerik dalam jumlah yang sangat akrab itu dengan batinku. Dia adalah sebuah rumus yang padat dengan manifestasi-manifestasi jumlah-jumlah computasi dalam Aljabar, yang berhenti pada sebuah bilah dari sebuah cinta kasih yang terenggut bersama nyawa dan darah oleh pedang perompak bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun