Belajar untuk menghargai perbedaan dan toleransi bisa dilakukan dimana saja. Bentuknyapun beragam, bisa lewat dunia pendidikan, pergaulan, bahkan dunia kreativitas.
Seperti sayembara "Ahmad Wahib 2012" yang diselenggarakan Forum Muda Universitas Paramadina, LSM Hivos dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras. Bentuk kreativitas mulai dari film dokumenter hingga foto. Semuanya bernuansi toleransi dan keberagaman. Para peserta berusia 16-27 tahun, atau setingkat SMA hingga mereka yang duduk di perguruan tinggi. Apa semangat dibalik sayembara toleransi tersebut?
Sayembara Achmad Wahib sudah berlangsung sejak 2003 lalu. Awalnya, acara yang berlangsung dua tahunan ini, hanya melombakan penulisan esai. Namun kini ada yang berbeda dari sayembara sebelumnya. Materinya bukan hanya soal esai, tapi juga mengenai konten blog dan pembuatan film. Husni Mubarok, ketua pelaksana sayembara Ahmad Wahib mengatakan ini dilakukan untuk mendekatkan toleransi kepada kaum muda. Karena itu pesertanya pun diisi kaum muda antara 16 hingga 27 tahun.
Ucu Agustin, pembuat film sekaligus salah satu juri pembuatan film berharap, kaum muda bisa semakin terpacu untuk menyuarakan toleransi. Karena itu kata dia, siapapun pemenangnya, hasil karya yang dihasilkan akan dijadikan alat kampanye untuk lebih mensosialisasikan toleransi, khususnya pada kaum muda.
Rupanya sayembara toleransi ini mendapat respon positif dari para pemuda. Setidaknya sudah terkumpul seratusan lebih materi yang dilombakan. Panitia masih menunggu partisipasi kaum muda lainnya, untuk mengikuti sayembara ini. Setidaknya masih ada waktu satu bulan ke depan jika mau mengirimkan karya yang diinginkan.
Mengenal sosok Ahmad Wahib
Ahmad Wahib dianggap sebagai pembaharu muslim Indonesia. Husni Mubarok menyebut, Ahmad merupakan aktivis tahun 60/70. Kedekatan Ahmad terhadap isu toleransi ditunjukkan sewaktu dia kuliah. Meski penganut agama Islam, namun Ahmad tidak canggung untuk menetap di asrama Kristiani. Husni mengatakan pemikiran Ahmad soal keberagaman bisa dilihat dari buku hariannya yang diberi judul Pergolakan Pemikiran Islam. “Salah satu yang mendasar dari pemikiran Ahmad Wahib adalah jangan berhenti bertanya, jangan merasa puas dari pikiran yang telah kita dapatkan, termasuk soal Islam,” katanya.
Hal lain yang bisa diperoleh dari sikap pluralisme Ahmad adalah hati nurani. Ucu Agustin menjelaskan, menurut Ahmad Wahib hati nurani menjadi kunci untuk membuka pemikiran terhadap perbedaan. “Satu-satunya hakim dalam Islam adalah hati nurani. Bukan fatwa ulama dan buku-buku agama. Itu merupakan bahan-bahan pertimbangan yang benar-benar memang harus dipertimbangkan,” tuturnya sesuai kalimat dalam buku harian Wahib.
Sementara itu Husni menyebut, pemikiran Wahib bisa menginspirasi orang-orang yang hanya mau menjudge orang lain, tanpa mau melihat sesuatu yang riil. Husni mencontohkan kasus sengketa pembangunan Gereja Yasmin di Bogor, padahal sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Karena itu Husni mengatakan, pemikiran Wahib akan relevan sesuai perkembangan jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H