Tulisan ini akan membahas tugas modul 1.1.a.9, yaitu Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Melalui tugas ini, Calon Guru Penggerak diharapkan mampu membuat kesimpulan dan refleksi pengetahuan dan pengalaman baru yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dengan kegiatan ini, Calon Guru Penggerak diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi dari Pembelajaran 1(satu) hingga Pembelajaran 6 (enam) dan memperkuat koneksi antar materi yang sudah dipelajari.
Pembahasan tugas ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu koneksi antar materi, konstruksi proses pembelajaran, refleksi dan kesimpulan.
A. KONEKSI ANTAR MATERI
Untuk dapat membuat kaitan antar materi, para Calon Guru Penggerak diberikan 3 (tiga) pertanyaan pemantik (panduan), yang telah disediakan di aplikasi modul pembelajaran atau aplikasi model pembelajaran Learning Management System (LMS). Jawaban atas 3 (tiga) pertanyaan tersebut kemudian dirakit sedemikian rupa, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari pembelajaran sebelumnya. Uraian berikut merupakan hasil yang telah saya peroleh.
Sebelum saya mempelajari isi modul 1.1, ada beberapa hal yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas yang tempat saya mengajar. Keyakinan itu melekat dalam jiwa saya dan telah berlangsung bertahun-tahun, cukup lama. Pertama-tama saya menganggap peserta didik sebagai obyek. Peserta didik masih polos, bimbang dan penurut serta diam. Selalu mengikuti instruksi dari guru dalam proses pembelajaran. Anggapan ini semakin kuat karena saya juga mengganggap peserta didik sebagai kertas kosong.
Hanya guru yang dapat mengisinya sesuai dengan yang diinginkannya. Disamping itu, ada keyakinan dalam diri saya bahwa dengan tindakan-tindakan tegas dan menghukum peserta didik bisa merubah perilakunya. Saya belum sepenuhnya menyadari akan keberadaan kodrat alam sang anak, sehingga sering marah-marah ketika ada anak yang lamban dalam satu pelajaran.
Kurangnya kesadaran guru terhadap kodrat alam peserta didik, menyebabkan guru dalam proses pembelajaran hanya terfokus pada asfek kognitifnya saja. Proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru masih terfokus pada guru itu sendiri. Sehingga, guru kurang mampu menuntun dan menemukan perkembangan potensi, minat dan bakat anak.
Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas, sebagaimana telah dipaparkan di atas, ternyata keliru setelah saya mempelajari isi modul 1.1. Kesadaran itu memotivasi saya untuk melakukan perubahan mendasar dalam praktik pendidikan dan pengajaran yang saya lakukan.
Beberapa hal yang berubah dari pemikiran dan perilaku saya setelah mempelajari modul 1.1. Saya tidak lagi memandang peserta didik sebagau obyek, melainkan menganggap mereka sebagai subyek. Mereka yang berperan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peserta didik juga tidak saya pandang sebagai kertas kosong, tetapi menganggap mereka sebagai sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, guru tinggal menuntunnya supaya memiliki budi pekerti yang baik.
Proses pembelajaran harus berpihak pada peserta didik dengan pendekatan yang didasari oleh cinta dan kasih sayang dengan menyentuh, mendengar, melihat, merasakan dan memberikan apa yang anak-anak butuhkan dan harus mereka teladani (memberi contoh suri toladan yang baik). Untuk itu, saya harus memberikan tuntunan kepada peserta didik dengan lebih sabar dan ikhlas, karena mereka masing-masing unik dan berbeda. Tidak perlu memberikan hukuman yang sifatnya tidak mendidik.
Dalam rangka mewujudkan hal di atas, maka proses pendidikan dan pengajaran harus dilaksanakan secara menyeluruh, mencakup ranah kognitif, afektif, psikomotor, spiritual, sosial dan psikologis. Kedewasaan peserta didik dalam ranah-ranah tersebut merupakan jaminan bagi aspek psikomotoriknya. Menjadi modal bagi peserta didik untuk siap menghadapi kehidupan bermasyarakat secara bertanggungjawab. Dalam proses pendidikan dan pengajaran, kita harus berpusat pada murid (student centered learning).
Artinya kita harus menjadi guru yang memberikan ilmu pengetahuan dan menjadi orang tua kandung yang dapat memberikan kasih sayang yang tulus kepada peserta didik. Sehingga peserta didik dapat merasakan kebahagian dalam jiwanya. Menuntun anak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman, sehingga anak dapat mencapai keselamatan dalam raganya dan kebahagiaan dalam jiwanya. Karena dengan begitu kemerdekaan dalam belajar secara utuh dan penuh dapat terwujud.
Perubahan-perubahan yang ada pada diri saya tersebut, merupakan modal untuk merumuskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya, sehingga proses pembelajaran dapat mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Adapun rumusan tentang hal-hal bisa segera saya terapkan lebih baik, agar kelas dapat mencerminkan pemikiran KHD seperti berikut ini.
Pertama, perlu membuat kesepakatan kelas untuk mengenali potensi, minat, kebutuhan dan kodrat dari masing-masing anak. Juga sebagai bentuk komitmen dalam menerapkan merdeka belajar. Kedua, tidak memberikan hukuman kepada peserta didik. Guru memposisikan diri lebih besar untuk membimbing (menuntun) peserta didik sesuai dengan kodratnya. Ketiga, menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan memahami karakteristik, potensi, minat dan bakat peserta didik.
Untuk menunjang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, digunakan model pendekatan pembelajaran holistik, dan menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, baik berupa gambar, video, audio atau pembelajaran yang berbasis permainan (game based learning).
Dan keempat, elakukan proses pembelajaran yang kreatif dipadukan dengan nilai kebudayaan, sehingga tumbuh karakter anak yang berbudi luhur. Misalnya, pembelajaran dikembangkan berdasarkan kecakapan abad 21, tetapi di dalamnya diikuti dengan mengintegrasikan budaya lokal atau kearifan lokal (permainan) dalam pembelajaran.
Dengan demikian, perubahan dalam pendidikan dan pengajaran dapat terjadi dengan mempelajari dan memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, dan cara mengelola pembelajaran sebelum mempelajari dan mendalami filosofi pendidikan Kihajar Dewantara, dapat diperbaiki dengan mengacu pada hasil pemikiran tokoh pendidikan tersebut. Inspirasi yang diperoleh tersebut menjad langkah awal untuk mendesain dan mengembangkan proses pembelajaran seperti yang diharapkan Ki Hajar Dewantara.
B. KONSTRUKSI PROSES PEMBELAJARAN
Selanjutnya saya akan mencoba mengkonstruksikan kembali proses pembelajaran yang mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara secara kongkrit sesuai dengan konteks lokal, sosial dan budaya.
Hal utama adalah mulai dari diri. Berawal dari hal kecil menerapkan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun). Kemudian diikuti dengan penerapan pembiasaan-pembiasaan positif (karakter positif), seperti karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas. Dapat kita ketahui bahwa kondisi karakter, khususnya peserta didik di masa sekarang sangatlah memprihatinan, baik secara emosional, tindakan maupun prilaku sosial mereka.
Manusia adalah mahluk berbudaya artinya manusia mengalami dinamika evolutif dalam khasanah pembentukan diri menjadi pribadi yang berbudi pekerti . Dengan demikian pendidikan perlu dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai kebudayaan. Sehingga nantinya dapat membentuk siswa menjadi profil pelajar Pancasila, yang segala lakunya selalu menerapkan nilai-nilai kemanusiaan. Proses pembelajaran perlu didesain, tidak saja berpusat dan berpihak pada peserta didik melalui pendekatan holistik, tetapi juga dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya setempat.
C. REFLEKSI DAN KESIMPULAN
Dasar-dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, dapat dipaparkan secara singkat sebagai berikut. Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Tujuan pendidikan sebagai upaya memerdekakan manusia agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Selamat raganya dan bahagia jiwanya. Peserta didik diberi kebebasan namun tetap diberikan arahan (bimbingan atau tuntunan) agar tidak kehilangan arah dan tidak membahayakan dirinya.
Oleh karena itu, pendidik diibaratkan sebagai seorang petani, yang merawat tumbuhan sehingga bisa tumbuh dengan baik. Ini mengandung makna bahwa pendidik harus berpihak pada peserta didik.
Memberikan pelayanan kepada peserta didik tanpa harus membedakannya. Untuk itu, pendidik harus mendidik peserta didik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Perlakuan yang disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman akan menciptakan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Karena pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya adalah menyangkut upaya memahami dan mengayomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan.
Dalam konsteks itu, tugas pendidik adalah menuntun tumbuh kembangnya potensi-potensi peserta didik dan menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu pembelajaran. Pengetahuan tidak ditanamkan secara paksa, tetapi ditemukan, diolah, dan dipilih oleh murid. Pengetahuan yang ditawarkan juga sesuai dengan kebutuhan zamannya.
Dalam perspektif pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendidikan sebagai aktifitas “mengasuh”.
Dasar dari aktifitas belajar adalah aktifitas berpikir/olah pikir. Aktifitas berpikir merupakan langkah awal manusia untuk mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya. Dengan berpikir manusia memulai proses awal belajar, Bagaimana ia berprilaku dan bersikap kepada diri, sesama, dan lingkungan alamnya.
Berpikir adalah aktifitas dasar manusia dan merupakan pintu masuk ke arah pendidikan, kemanusian, kebudayaan serta pemeliharaan lingkungan alam dan sosial. Berpikir tentang hal-hal yang bermakna untuk perkembangan kehidupan dalam arti seluas-luasnya, tergolong sebagai aktifitas belajar atau proses pendidikan.
Maka tidak ada yang namanya pendidikan jika tidak bermula dari kegiatan berpikir. Berpikir tentang makna hidup, nilai-nilai hidup dan bagaimana mengembangkan kehidupan itu sendiri membentuknya menjadi manusiawi. Manusia yang merdeka secara utuh dan penuh.
Untuk menuju kearah itu, pendidik dituntut untuk mampu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan menyenangkan dengan memahami karakteristik, potensi, minat dan bakat peserta didik yang berbeda. Proses pembelajaran dikembangkan berdasarkan pendekatan holistik dengan menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, termasuk di dalamnya metode permainan.
Yang tidak kalah pentingnya, pendidik mengembangkan proses pembelajaran dengan mengintegrasikan budaya lokal atau nilai-nilai kebudayaan masyarakat setempat. Sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang manusiawi, memiliki budi pekerti luhur.
Mereka tumbuh dan berkembang mejadi pelajar Pancasila, memiliki profil pelajar Pancasila. Dengan begitu, merdeka belajar dapat diwujudkan. Merdeka belajar merupakan salah satu upaya mewujudkan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Demikian artikel sederhana ini saya susun, semoga ada manfaatnya. Terima kasih kepada para pembaca yang telah membaca tulisan singkat ini, dan saya mengharapkan komentar, saran dan masukannya.
Jerowaru, 1 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H