Istriku, jika engkau bumi
Akulah matahari
Aku menyinari  kamu
Kamu mengharapkan aku
Ingatlah bahtera yg kita kayuh
Begitu penuh riak gelombang
Aku tetap menyinari bumi hingga kadang bumipun silau
Lantas aku ingat satu hal
Bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi
Ada planet lain yang juga mengharap aku sinari
Jadi..
Relakanlah aku menyinari planet lain, menebar sinarku
Menyampaikan faedah adanya aku, karena sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...
Suamiku,
Bila kau memang mentari, sang surya penebar cahaya
Aku rela kau berikan sinarmu kepada segala planet yang pernah TUHAN ciptakan
Karena mereka juga seperti aku butuh penyinaran dan akupun juga tak akan merasa kurang dengan pencahayaanmu
AKAN TETAPIIIIIIII……..
Bila kau hanya sejengkal lilin yang berkekuatan 5 watt,
jangan bermimpi menyinari planet lain!!!
Karena kamar kita yg kecil pun
belum sanggup kau terangi
Bercerminlah pada kaca di sudut kamar kita,
di tengah remang-remang
Pencahayaanmu yang tidak seberapa telah menguak mata
Coba liat siapa dirimu...
MENTARI atau lilin ?
PLISÂ Â DEH AH.....!!!
Suranadi Lombok Barat, 17 Desember 2011
Maaf sebelumnya, puisi ini hanya merupakan tulisan instan yang dirumuskan di saat waktu luang sedang mengikuti pelatihan bersama teman-teman hari ini di Teratai Grand Resor Suranadi Lombok Barat. Mungkin puisi ini tidak memiliki kaedah penulisan yang benar, maklum saya tidak punya kemampuan dalam tulisan fiksi. Jadi kalau salah mohon dimaafkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H