Definisi Pembelajaran Kontekstual
"Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) Adapun pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut: Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment)".
"Karweit mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai pembelajaran yang dirancang untuk memungkinkan siswa menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah dengan cara yang mencerminkan sifat tugas seperti di dunia nyata. Demikian pula, penelitian mendukung efektivitas pembelajaran dalam konteks yang bermakna".
"Menurut Nurhad yang dikutip Rusman, pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapannya. hidup sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat".
Resnick mengemukakan bahwa sekolah menekankan manipulasi simbol daripada konteks pembelajaran. Permasalahannya, menurut Resnick, simbol-simbol tersebut terputus dari rujukan sebenarnya karena tidak kontekstual, sehingga pembelajaran tidak relevan bagi siswa.
Dalam lingkungan pembelajaran CTL, siswa menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam kehidupan nyata. Peserta didik menginternalisasikan konsep dengan menemukan, memperkuat dan mengembangkan hubungan. Pembelajaran kontekstual membangun tim, baik di kelas, laboratorium, tempat kerja atau di tempat lain. CTL mendorong guru yang tertarik untuk merancang lingkungan belajar yang menggabungkan beragam pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan.
"Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontekstual belajar adalah perubahan tingkah laku secara terus-menerus dari masa bodoh menjadi tahu, dari kurang paham menjadi paham, dari keterampilan kurang terampil menjadi lebih terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, dan hal ini bermanfaat bagi masyarakat, lingkungan dan individu itu sendiri. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.Â
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti".
Adapun terdapat karakteristik pembelajaran kontekstual Menurut Johnson dalam Nurhadi ada (8) komponen yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
"Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
 Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard).Â
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut "excellence".
Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata".
Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
"Pembelajaran  kontekstual  dipe-ngaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang dikemukakan oleh Mark Baldwin dan  disempurnakan oleh Jean Piaget dan Vgotsky. Menurut aliran ini bahwa belajar  bukanlah  sekedar  menghafal, tetapi  proses mengkonstruksi pengeta-huan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah  hasil  pemberian  dari  orang lain  seperti  guru,  melainkan  hasil  dari proses  merekonstruksi  yang  dilakukan setiap individu".
"Konstruktivisme  menurut Bru-ning dalam  Schunk adalah perspektif psikologi dan filosofis yang memandang  bahwa  masing-masing  in-dividu  membentuk  atau  membangun sebagian  besar  dari  apa  yang  mereka pelajari  dan  pahami.  Menurut  Schunk Konstruktivisme  adalah  sebuah  episte-mologi atau penjelasan filosofis tentang sifat pembelajaran, dan aliran ini meno-lak  gagasan  bahwa  pengetahuan  itu didapat  dari  menunggu,  pengetahuan tidak  diatur  dari  orang  lain  melainkan terbentuk  dari  pencarian  dalam  diri".
Berdasarkan  konsep  dasar  pembelajaran  di  atas  maka  ada  tiga  hal  yang harus  dipahami  dalam  pembelajaran kontekstual:
"Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses  keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan kepada  proses  pengalaman  secara langsung.  Proses  belajar  tidak  ha-nya mengharapkan siswa menerima pelajaran,  tetapi  juga  proses  men-cari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Pembelajaran  kontekstual  mendorong. orang siswa dapat menemukan hubu-ngan  antara  materi  yang  dipelajari dengan  situasi  kehidupan  nyata, artinya  siswa  dituntut  untuk  dapat menangkap  hubungan  antara  pen-galaman  belajar  di  sekolah  dengan kehidupan  nyata.Â
Hal  ini  penting, karena dengan dapat mengkorelasi-kan materi yang ditemukan dengan kehidupan  nyata,  maka  materi  itu tidak  hanya  bermakna  secara  fung-sional, melainkan juga tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak mudah untuk dilupakan.
Pembelajaran  kontekstual  mendorong. orang  siswa  dapat  menerapkan  dalam  kehidupan,  artinya  siswa  tidak hanya  diharapkan  dapat  memaha- mi  materi  yang  dipelajarinya,  akan tetapi  bagaimana  materi  pelajaran itu  dapat  mewarnai  prilakunya  da-lam  kehidupan  sehari-hari.  Materi pelajaran tidak ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi se-bagai  bekal  mereka  dalam  menga-rungi  kehidupan  nyata".
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas (komponen). Asas-asas inilah yang melandasi pelaksanaan pembelajarann kontekstual (CTL), yaitu:
"Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang didasari premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, siswa membangun, mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan tentang dunia tempat mereka hidup. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan objek tersebut. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
Inkuiri berarti proses pembelajaran didasarkan pada pencaraian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.Â
Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya.
Bertanya (Questioning). Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.Â
Dalam pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, melainkan memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaanpertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Masyarakat Belajar (learning community). Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.Â
Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Dalam praktiknya "masyarakat belajar" terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
Pemodelan (modeling). Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.Â
Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru. Apapun yang dilakukan guru, maka guru akan bertindak sebagai model bagi siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswapun akan berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya juga.
Refleksi (reflection). Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.Â
Realisasi praktik di kelas dirancang pada setiap akhir pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan waktu untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi berupa : pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya.
Penilaian Otentik (authentic assessment). Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan assesmen autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.9 Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performance (penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio siswa".
Filosofi Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional
"Salah satu landasan filosofi pendidikan adalah konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan landasan filosofi yang meyakini bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tibatiba.Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif dengan caramembangun konsep baru dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri.
Jadi pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu mengkonstruksinya".
"Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia.Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna dalam menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai dengan kehidupannya.Â
Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakekat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahun bukan hasil "pemberian" dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.Â
Bagaimana proses mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap subjek itu".
"Menurut filsafat konstruktivisme pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri.Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks realiatas dilapangan.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata".
"Konstruktivisme merupakan sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dan menemukan keinginan atau kebutuhan tersebut sedangkan orang lain hanya menfasilitasi saja.Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori konstruktivisme memberi keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri pengetahuan atau teknologi dan hal-hal lain. Dari penjelasan diatas, terdapat ciri-ciri pembelajaran menurut pendekatan konstruktivisme, yaitu":
"Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar dan belajar.
Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah atau pengetahuan.
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
Menyesuaikan kurikulum dengan kehidupan siswa.
Menggalakkan siswa bertanya dan berdialog dengan siswa lain dan guru. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran menggalakkan prosespengkajian dan eksperimen. Dari ciri-ciri yang di sebutkan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran konstruktivisme, yaitu sebagai berikut":
"Menumbuhkan motivasi bagi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 64 Jurnal MUDARRISUNA Volume 6, Nomor 1, Juni 2016 ISSN: 2089-5127 e-ISSN: 2460-0733.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu terjadi. Dari penjelasan diatas,terlihat bahwa guru tidak hanya sematamata memberikan pengetahuan kepada siswa.Tetapi siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorangguru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar membuat informasi yang relevan bagi siswa".
"Dari kajian teori-teori diatas, terlihat bahwa landasan pengembangan pembelajaran konstekstual adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.Kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempattempat lainnya.
Pendidik mampu mendesain lingkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya".
 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Kurikulum dan pembe1ajaran kontekstua1 perlu didasarkan atas prinsip dan strategi pembe1ajaran yang mendorong terciptanya lima bentuk pembelajaran "relating, experiencing, applying, cooperating, and transferring". Berikut beberapa prinsip pembelajaran kontekstual diantaranya:
"Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam kelas dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa".
Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk menerapkan model kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi model pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
Prinsip Kesaling-bergantungan
Prinsip Diferensiasi
Prinsip Pengaturan Diri
"Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan.Â
Prinsip kesalingbergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan.Â
Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masingmasing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri.Â
Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti".
Skenario Pembelajaran Kontekstual
Sebelum pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual, tentunya guru harus terlebih dahulu menyiapkan rencana pembelajaran (skenario) sebagai pedoman umum, dan kini setiap komponen pembelajaran kontekstual dijadikan pembelajaran dalam pelaksanaannya. Pada prinsipnya pembelajaran mendalam dapat dilaksanakan sebagai berikut:
Langkah pertama adalah mengembangkan pemikiran siswa untuk mewujudkan kegiatan belajar yang lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan barunya sendiri.
Langkah kedua adalah melakukan kegiatan penelitian semaksimal mungkin.untuk semua mata pelajaran yang diajarkan.
Tahap ketiga, mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui pertanyaan.
Tahap keempat, menciptakan komunitas belajar misalnya melalui diskusi kelompok dan kegiatan tanya jawab.
 Langkah kelima, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui gambar, model atau bahkan media nyata.
Langkah keenam, bimbing anak-anak untuk merefleksikan setiap pembelajaran yang telah diselesaikan dalam kursus tersebut.
Langkah ketujuh adalah melakukan evaluasi objektif, yaitu evaluasi terhadap kemampuan nyata setiap siswa
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana tindakan kelas yang dikembangkan oleh guru, yaitu berupa skenario langkah demi langkah yang dilakukan bersama siswa selama proses pembelajaran. Program tersebut harus secara jelas mencerminkan pelaksanaan tujuh komponen pembelajaran kontekstual, sehingga setiap guru siap secara utuh terhadap rencana yang akan dilaksanakan dalam arah belajar mengajar di kelas.
Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara format program pendidikan tradisional yang digunakan guru hingga saat ini. Mereka dibedakan berdasarkan penekanannya, dimana pada model tradisional lebih ditekankan pada deskripsi tujuan yang dapat dicapai (jelas dan fungsional), sedangkan pada program pembelajaran kontekstual lebih ditekankan pada skenario pembelajaran, yaitu. selangkah demi selangkah. kegiatan yang dilakukan guru dan siswa untuk mencapai tujuan p pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya:
menyediakan kegiatan pembelajaran utama, yaitu laporan kinerja siswa yang merupakan gabungan antara keterampilan utama, materi inti, dan indikator pencapaian hasil pembelajaran.
Nyatakan dengan jelas tujuan pembelajaran umum.
Mendeskripsikan secara rinci alat dan sumber pembelajaran yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
Merumuskan langkah demi langkah kegiatan yang harus diselesaikan siswa dalam proses pembelajaran.
Merancang dan menerapkan sistem evaluasi, dengan fokus pada kemampuan nyata siswa baik selama maupun setelah pembelajaran.
Hakikat Pembelajaran Kontekstual dan Perbedaannya dengan Pembelajaran Konvensional
Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional seperti yang banyak diterapkan di sekolah sekarang in. Â Dibawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan kedua model tersebut, yaitu:
"CTL menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didikberperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
Dalam pembel ajaran CTL, peserta didik belajar melalui kegiatan kelompok. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, peserta didik lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara real. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman. Sedangkan dalam konvensional kemampuan diperolah melalui latihan-latihan.
Tujuan akhir dari pembelajaran CTL adalah kepuasan diri. Sedangkan dalam konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
Dalam CTL, tindakan dibangun atas kesadaran diri sendiri. Sedangkan, dalam konvensional tindakan didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya hanya untuk mendapatkan nilai.
Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya. Sedangkan, dalam konvensional tidak demikian.
Dalam CTL, peserta didik bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing. Sedangkan, dalam konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
Dalam CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan, dalam konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
Dalam CTL, keberhasilan peserta didik dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi dan sebagainya. sedangkan, dalam konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dengan tes saja. Beberapa perbedaan pokok di atas, menggambarkan bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri, baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya".
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Kelebihan
Metode kontekstual akan membuat siswa lebih percaya diri saat menceritakan apa yang mereka lihat dan alami dalam kehidupan nyata, serta akan mempersiapkan mereka dalam menghadapi permasalahan yang sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Siswa tidak merasakan bosan dengan pembelajaran kelas yang monoton, yang membuat siswa lebih menyenangkan. Pembelajaran konteks juga membuat siswa lebih peka terhadap alam dan lebih mencintai lingkungan mereka. Di sisi lain, guru mempunyai tugas yang lebih besar dalam menentukan topik pembelajaran yang akan diajarkan (Sholeh, 2010).
Adapun kelebihan dalam model pembelajaran contektual, yaitu:
memberi murid kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuan mereka maka dari itu murid diajak untuk berpartisipasi aktif dalam PBM.
memberi murid kesempatan untuk berpikir kritis dan kreatif saat mengakumulasi informasi, mengetahui serta menyelesaikan masalah, sehingga pendidik bisa menjadi lebih kreatif.
model pembelajaran CTL memungkinkan guru untuk dapat memberi tahu murid tentang apa yang di pelajari.
pendidik tidak wajib untuk menentukan informasi berdasarkan kebutuhan seorang murid.
Belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
Menolong murid bekerja secara efektif dalam berkalaborasi.
Terjalinnya hubungan berkalaborasi yang baik antara individu dan kelompok.
kekurangan
Model pembelajaran kontekstual memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah waktu yang digunakannya tidak produktif sebab memerlukan waktu yang cukup untuk memahami tema dengan materi. Selain itu, ketika diimplementasikan kepada siswa di kelas yang lebih kecil, seperti siswa di kelas satu dan dua. Pendidik menghadapi tantangan dalam menciptakan kelas yang menyenangkan. Jika di awal masuk kelas siswa diajak untuk belajar di luar kelas, akan susah bagi mereka untuk diatur dan memerlukan pengawasan tambahan karena siswa biasanya mempunyai keingintahuan yang sangat besar.
Adapun kekurangan dari model pembelajaran kontektual ini, yaitu:
Ketentuan informasi atau materi di kelas didasarkan pada kebutuhan murid, sebab setiap murid memiliki keterampilan berbeda-beda di dalam kelas. Oleh karena itu, pendidik akan merasa sulit dalam memastikan materi pelajaran sebab tingkat pencapaian murid yang berbeda.
Tidak efektif sebab PBM memerlukan waktu yang lama.
Pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL, akan terlihat perbedaan yang jelas antara murid yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata dan murid yang mempuyai kemampuan dibawah rata-rata, sehingga membuat siswa yang memiliki kemampuan rendah menurunkan rasa percaya dirinya.
Karena metode pembelajaran CTL berdasar pada keaktifan dan upaya sendiri, murid yang tertinggal akan terus ketinggalan dan kesulitan untuk mengejar ketertinggalannya. Dengan metode ini, murid yang berhasil mengikuti tiap pembelajaran dan mereka tidak akan menunggu temannya yang tertinggal dalam menghadapi kesulitannya.
Tidak semua murid mampu mengembangkan dan menyesuaikan dirinya dengan kemampuan model belajar mengajar berbasis kontektual (CTL) ini.
Semua murid mempunyai kemampuan yang unik dan berbeda-beda, dan siswa yang mempunyai kemampuan intelektual yang luar biasa tetapi sulit untuk mengapresiasinya selama bentuk lesan akan menghadapi kesulitan karena CTL meningkatkan keterampilan soft skill lebih dari kemampuan Intelektual.
Pengetahuan yang dipelajari oleh masing-masing murid akan berbeda dan tidak merata.
Penilaian dalam pembelajaran kontekstual
Authentic assessment juga dikenal sebagai Penilaian autentik, yang dilaksanakan dalam pembelajaran CTL untuk memperkirakan implementasi pengetahuan dalam konteks autentik. Tujuan dari penilaian autentik ini adalah memberikan informasi yang akurat serta valid tentang apa yang sebenarnya dipahami dan bisa dikerjakan murid atau parkara suatu mutu program pendidikan menurut Ratumanan (2015: 89-95), Beberapa teknik penilaian termasuk dalam penilaian autentik, yaitu:
Asesmen kinerja (performance assessment)
Asesmen ini diaplikasikan untuk mengevaluasi seberapa mampu siswa dapat menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya mereka dalam keadaan nyata dalam konteks tertentu. Berdasarkan Johnson yang memetik dari buku "Inovasi Pembelajaran" yang ditulis Ratumanan, mengatakan bahwa dalam tugas kinerja, siswa harus menunjukkan pada penonton bahwasannya mereka sudah mencapaitujuan belajar tertentu. Asesmen kinerja ini bisa dipersingkat atau diperluas menjadi pertanyaan terbuka (open-ended question) atau pilihan ganda. Penilaian kerja dalam arti luas mencakup menulis, membaca, proyek, proses, penyelesaian persoalan, tugas penjabaran kajian, atau jenis tugas lain di mana murid dapat menunjukkan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu
Portofolio (Portfolio)
Portofolio adalah jenis penilaian asli yang paling umum. Portofolio adalah mengkoleksi perkembangan siswa, seperti buku prestasi, keterampilan, dan sikap mereka. Portofolio dapat berupa catatan atau tulisan, tapi juga bisa berupa gambar, model, atau bahan ajar. portofolio ini mencangkkup kemajuan siswa dalam jangkawaktu tertentu, bisa satu semester, satu tahun, atau bahkan beberapa tahun.
Proyek (Project)
Proyek membantu siswa untuk menjangkau tujuan pembelajaran yang mungkin sulit dicapai melalui metode lain. Proyek adalah tugas yang meminta siswa untuk membuat sesuatu yang relevan dengan kurikulum dan bukan sekedar mereplikasi pengetahuan yang di peroleh dalam ujian. Dalam buku "Inovasi Pembelajaran" yang ditulis Ratumanan, Johson & Johnson menyatakan beberapa manfaat proyek, seperti:
Proyek memungkinkan siswa untuk berkreasi dalam mengintegrasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan.
Proyek memungkinkan siswa menggunakan berbagai media untuk menunjukkan dan mengklasifikasikan berbagai keterampilan mereka.
Proyek mengharuskan siswa menggunakan, menggabungkan, mengimplementasikan, dan mentransfer berbagai keterampilan dan berbagai informasi dalam proyek yang di buatnya.
Proyek memberi peluang pada murid untuk memberikan pertanyaan serta mencoba untuk menjawab.
d. Buku Harian dan Jurnal
Buku harian dan jurnal adalah media penting untuk mencatat, mendokumentasikan, dan merefleksikan pengalaman belajar siswa. Buku harian adalah salah satu bentuk self-reporting dimana siswa merangkum dengan singkat suatu topik yang telah dipelajarinya, dan jurnal adalah suatu bentuk self-reporting dimana siswa merangkum secara naratif suatu topik yang telah dipelajarinya. Isi jurnal dapat terdiri dari pengamatan, perasaan, dan pendapat yang dihasilkan dari respons terhadap bacaan, peristiwa, dan pengalaman. Jurnal memberi siswa kesempatan untuk merefleksikan ide-ide mereka dan menghubungkannya dengan ide-ide sebelumnya. Kemudian, pendidik mengevaluasi refleksi siswa untuk menentukan atau mengumpulkan data tentang sejauh mana pemahaman berpikir siswa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI