Mohon tunggu...
Ahmad Tubagus Muhtafi
Ahmad Tubagus Muhtafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bulu tangkis dan memancing

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Implementasi Pembelajaran Model Berbasis Proyek (CTL)

24 Juni 2024   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2024   12:46 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Dalam praktiknya "masyarakat belajar" terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
Pemodelan (modeling). Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. 

Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru. Apapun yang dilakukan guru, maka guru akan bertindak sebagai model bagi siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswapun akan berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya juga.
Refleksi (reflection). Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. 

Realisasi praktik di kelas dirancang pada setiap akhir pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan waktu untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi berupa : pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya.
Penilaian Otentik (authentic assessment). Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan assesmen autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.9 Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performance (penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio siswa".
Filosofi Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional
"Salah satu landasan filosofi pendidikan adalah konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan landasan filosofi yang meyakini bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tibatiba.Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif dengan caramembangun konsep baru dan pengetahuan baru berdasarkan data.

Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri.

Jadi pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu mengkonstruksinya".
"Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia.Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna dalam menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai dengan kehidupannya. 

Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakekat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahun bukan hasil "pemberian" dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. 

Bagaimana proses mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap subjek itu".
"Menurut filsafat konstruktivisme pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri.Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.

Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks realiatas dilapangan.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata".
"Konstruktivisme merupakan sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dan menemukan keinginan atau kebutuhan tersebut sedangkan orang lain hanya menfasilitasi saja.Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori konstruktivisme memberi keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri pengetahuan atau teknologi dan hal-hal lain. Dari penjelasan diatas, terdapat ciri-ciri pembelajaran menurut pendekatan konstruktivisme, yaitu":
"Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar dan belajar.
Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah atau pengetahuan.
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
Menyesuaikan kurikulum dengan kehidupan siswa.
Menggalakkan siswa bertanya dan berdialog dengan siswa lain dan guru. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran menggalakkan prosespengkajian dan eksperimen. Dari ciri-ciri yang di sebutkan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran konstruktivisme, yaitu sebagai berikut":
"Menumbuhkan motivasi bagi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 64 Jurnal MUDARRISUNA Volume 6, Nomor 1, Juni 2016 ISSN: 2089-5127 e-ISSN: 2460-0733.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu terjadi. Dari penjelasan diatas,terlihat bahwa guru tidak hanya sematamata memberikan pengetahuan kepada siswa.Tetapi siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorangguru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar membuat informasi yang relevan bagi siswa".
"Dari kajian teori-teori diatas, terlihat bahwa landasan pengembangan pembelajaran konstekstual adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.Kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempattempat lainnya.

Pendidik mampu mendesain lingkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya".
 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Kurikulum dan pembe1ajaran kontekstua1 perlu didasarkan atas prinsip dan strategi pembe1ajaran yang mendorong terciptanya lima bentuk pembelajaran "relating, experiencing, applying, cooperating, and transferring". Berikut beberapa prinsip pembelajaran kontekstual diantaranya:
"Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam kelas dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa".
Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk menerapkan model kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi model pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
Prinsip Kesaling-bergantungan
Prinsip Diferensiasi
Prinsip Pengaturan Diri
"Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. 

Prinsip kesalingbergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. 

Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masingmasing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun