Jember 23 November 2024-- Kebijakan makroprudensial telah menjadi salah satu instrumen strategis dalam upaya memulihkan perekonomian Indonesia pasca pandemi COVID-19. Langkah ini mencerminkan kesadaran bahwa stabilitas sistem keuangan tidak hanya menjadi prasyarat, tetapi juga katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Bank Indonesia (BI) bersama pemerintah terus memperkuat implementasi kebijakan makroprudensial melalui pendekatan yang terintegrasi, mencakup berbagai sektor dan kelompok masyarakat. Fokus kebijakan ini tidak hanya terbatas pada penguatan stabilitas keuangan, tetapi juga pada penciptaan ruang fiskal dan moneter yang memungkinkan percepatan penyaluran kredit, khususnya kepada sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Salah satu prioritas utama dalam penerapan kebijakan makroprudensial diantaranya adalah optimalisasi penyaluran kredit, yang menjadi kunci untuk mendorong konsumsi domestik dan investasi. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa kredit yang disalurkan benar-benar menjangkau sektor-sektor yang membutuhkan, seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dalam konteks ini, kebijakan makroprudensial berperan penting dalam menciptakan insentif bagi lembaga keuangan untuk lebih proaktif dalam memberikan akses pembiayaan kepada UMKM.
Selain itu, inklusi keuangan juga menjadi agenda penting dalam rangka memperluas basis ekonomi. Dengan mendorong akses layanan keuangan kepada masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani, kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan ekonomi dan memberdayakan segmen masyarakat bawah. Hal ini sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi yang tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga berkualitas, dengan memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat dapat berkontribusi dan menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia (BI) terus melanjutkan pelonggaran kebijakan makroprudensial sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Salah satu instrumen kunci yang digunakan adalah pengurangan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), yang bertujuan memberikan keleluasaan likuiditas bagi perbankan untuk memperluas penyaluran kredit ke sektor riil. Langkah ini menunjukkan pendekatan yang fleksibel dalam merespons kebutuhan pasar dan dinamika ekonomi pasca pandemi, di mana likuiditas yang cukup menjadi prasyarat penting untuk mendorong konsumsi dan investasi domestik.
Selain itu, implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mencerminkan upaya BI dalam memberikan stimulus langsung kepada perbankan agar lebih proaktif dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas, seperti UMKM dan industri berorientasi ekspor. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat stabilisasi jangka pendek, tetapi juga sebagai mekanisme insentif untuk mendorong inklusi keuangan yang lebih luas dan meningkatkan kontribusi sektor perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Penguatan instrumen Countercyclical Capital Buffer (CCyB) juga menjadi langkah krusial dalam menjaga ketahanan perbankan di tengah siklus ekonomi yang fluktuatif. Dengan adanya CCyB, perbankan dipastikan memiliki cadangan modal yang cukup untuk menghadapi potensi risiko kredit yang meningkat, khususnya dalam situasi perlambatan ekonomi. Kebijakan ini memberikan perlindungan terhadap kemungkinan penurunan kualitas aset perbankan, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Selanjutnya, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) diperkuat sebagai upaya untuk memastikan keseimbangan antara penyaluran kredit dan likuiditas perbankan. Penyesuaian RIM ini bertujuan menjaga agar perbankan tetap mampu menjalankan fungsi intermediasi secara optimal tanpa mengabaikan aspek kehati-hatian. Dalam konteks pemulihan ekonomi, kebijakan ini menjadi instrumen penting untuk mendorong aliran kredit yang sehat ke sektor produktif, yang pada akhirnya dapat mempercepat pemulihan ekonomi sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap guncangan eksternal.
Kebijakan makroprudensial yang diterapkan Bank Indonesia (BI) saat ini tidak berdiri sendiri, melainkan berjalan beriringan dengan kebijakan moneter yang berfokus pada stabilitas nilai tukar Rupiah dan pengendalian inflasi. Sinergi antara kedua kebijakan ini mencerminkan pendekatan holistik dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, seperti fluktuasi harga komoditas, gejolak pasar keuangan internasional, dan tekanan inflasi global, pendekatan ini menjadi kunci untuk menjaga daya saing ekonomi Indonesia di mata investor internasional.
Stabilitas nilai tukar Rupiah merupakan elemen penting dalam menciptakan kepercayaan investor asing, terutama di tengah arus modal global yang cenderung volatil. Kebijakan moneter yang responsif, termasuk strategi operasi moneter pro-market yang diterapkan BI, dirancang untuk memperkuat cadangan devisa dan menjaga kestabilan pasar keuangan domestik. Langkah ini tidak hanya memberikan ketenangan bagi pelaku pasar, tetapi juga memperkuat fundamental ekonomi nasional, sehingga Indonesia tetap menarik bagi investasi asing langsung (FDI) maupun portofolio. Stabilitas nilai tukar yang terjaga juga berkontribusi pada pengendalian inflasi, terutama mengingat ketergantungan Indonesia pada impor barang konsumsi dan bahan baku.
Kebijakan makroprudensial yang fleksibel dan adaptif menjadi pelengkap dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang terus berubah. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai perisai terhadap risiko sistemik, tetapi juga sebagai katalis dalam mendorong fungsi intermediasi keuangan yang sehat. Dengan mengatur rasio likuiditas dan penyangga modal perbankan, BI memastikan bahwa sistem keuangan mampu bertahan dalam kondisi tekanan tanpa mengorbankan kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor produktif.
Kolaborasi erat antara kebijakan makroprudensial, moneter, fiskal, dan regulasi mikroprudensial semakin memperkuat fondasi ekonomi Indonesia. Dukungan dari kebijakan fiskal, seperti insentif pajak dan belanja infrastruktur, memberikan stimulus tambahan bagi sektor riil, sementara regulasi mikroprudensial memastikan bahwa risiko keuangan pada tingkat individu lembaga tetap terkendali. Dengan kerangka kebijakan yang terkoordinasi ini, Indonesia memiliki potensi besar untuk tidak hanya mencapai pemulihan ekonomi yang kuat pasca-pandemi, tetapi juga menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.