Mohon tunggu...
Ahmad Taufiq Hidayat
Ahmad Taufiq Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang Penulis

Selanjutnya

Tutup

Financial

Indonesia Pernah Mengalami Defisit Anggaran? Mengkaji Fenomena Twin Defisit Era Krisis Moneter dan Pandemi Covid-19

4 November 2024   13:27 Diperbarui: 4 November 2024   13:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Jember, 1 November 2024 -- Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi yang dinamis, telah menghadapi sejumlah tantangan besar yang memengaruhi kestabilan perekonomiannya. Dua peristiwa krusial yang mengguncang ekonomi nasional adalah krisis moneter pada tahun 1997-1998 dan pandemi Covid-19 yang melanda mulai tahun 2020. Kedua fenomena ini tidak hanya menyebabkan defisit anggaran yang signifikan, tetapi juga berdampak luas pada aspek sosial dan politik di Indonesia.

Krisis moneter 1997-1998 menandai salah satu titik balik paling dramatis dalam sejarah ekonomi Indonesia. Krisis yang diawali oleh keruntuhan nilai tukar baht Thailand ini segera menyebar ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Anjloknya nilai tukar rupiah berakibat pada inflasi yang melonjak, pengangguran yang meningkat, dan banyaknya perusahaan yang terpaksa tutup. Gelombang demonstrasi dan ketidakpuasan sosial pun melanda, memicu perubahan besar dalam struktur politik Indonesia.

Sementara itu, pandemi Covid-19 yang dimulai pada awal tahun 2020 membawa tantangan baru yang tak terduga. Pada awalnya, pemerintah memperkirakan defisit anggaran hanya akan berada pada angka 1,76% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, seiring dengan meningkatnya belanja pemerintah untuk menangani pandemi, batas maksimal defisit anggaran diubah menjadi 5,07% dari PDB. Lonjakan pengeluaran dan pembiayaan utang yang drastis menciptakan tekanan berat pada ekonomi, dan defisit anggaran akhirnya mencapai 4,67% dari PDB pada akhir 2020.

Dalam artikel ini, kita akan menganalisis secara komprehensif kedua krisis tersebut, menjelajahi faktor penyebab, dampak yang ditimbulkan, serta langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memulihkan ekonomi. Dengan memahami pengalaman dari masa lalu, diharapkan kita dapat merumuskan strategi yang lebih efektif untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Krisis Moneter 1997-1998: Ketidakstabilan Ekonomi yang Menghancurkan

Pada tahun 1997, Indonesia pernah mengalami fase pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dengan laju pertumbuhan mencapai 8,2 persen. Pertumbuhan ini menandakan optimisme besar di kalangan pelaku ekonomi, investor, dan masyarakat umum. Namun, harapan dan ekspektasi tersebut segera sirna ketika krisis moneter yang bermula di Thailand mulai menyebar ke seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dampak dari krisis ini sangat mendalam, mengubah arah perekonomian nasional dalam waktu yang sangat singkat.

Ketika krisis melanda, nilai tukar rupiah anjlok tajam. Hal ini menyebabkan inflasi melonjak, dengan harga barang dan kebutuhan pokok yang meningkat drastis. Banyak perusahaan, terutama yang bergantung pada impor bahan baku, terpaksa menutup operasionalnya. Akibatnya, tingkat pengangguran meningkat tajam, menciptakan dampak sosial yang parah. Masyarakat yang sebelumnya optimis kini menghadapi kenyataan pahit, di mana banyak yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian mereka. Ketidakpuasan terhadap situasi ini mulai mengemuka, dan gejolak sosial-politik pun mencuat di berbagai daerah.

Dalam menghadapi krisis yang semakin parah, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto terpaksa meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Total pinjaman yang diterima pemerintah mencapai 17,36 miliar Special Drawing Rights (SDR), yang setara dengan US$ 23,53 miliar atau sekitar Rp 130 triliun. Pinjaman ini tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga menambah beban utang negara yang sudah terjerat sebelumnya. Defisit anggaran pada masa itu mencapai 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), mencerminkan betapa kritisnya kondisi keuangan negara.

Pandemi Covid-19: Tantangan Baru dan Strategi Pemulihan Ekonomi Indonesia

Memasuki era modern, Indonesia dihadapkan pada tantangan signifikan akibat pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal tahun 2020. Sebelum pandemi, pemerintah telah memperkirakan defisit anggaran berada pada angka 1,76% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, kehadiran pandemi memaksa pemerintah untuk mengambil langkah drastis demi mengatasi dampak yang ditimbulkan. Pada April 2020, batas maksimal defisit anggaran diubah dari 3% menjadi 5,07% dari PDB, sebuah keputusan yang mencerminkan urgensi situasi yang dihadapi.

Peningkatan defisit anggaran ini utamanya disebabkan oleh lonjakan belanja pemerintah untuk menangani pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi. Selama tahun 2020, belanja pemerintah pusat mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp 168 triliun, setara dengan 10% dari anggaran sebelumnya. Sementara itu, pembiayaan melalui utang juga meningkat pesat, dengan total mencapai Rp 655 triliun atau 187% dari anggaran sebelumnya. Semua langkah ini berkontribusi pada defisit anggaran yang mencapai Rp 764,9 triliun atau 4,67% dari PDB pada bulan Oktober 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun