Mohon tunggu...
Ahmad Tarmizi
Ahmad Tarmizi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemberantasan Buta Aksara, Memerdekakan Bangsa dari Kebodohan

21 Maret 2016   22:24 Diperbarui: 21 Maret 2016   22:27 1828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2.      Masih ada kelompok masyarakat yang buta aksara,

3.      Adanya kelompok masyarakat yang telah melek huruf namun menjadi buta huruf kembali, dan

4.      Kemelekan hurufan merupakan dasar pengetahuan bagi setiap individu.

Undang-undang Sisdiknas Republik Indonesia Tahun 2003 Pasal 26 menegaskan peran pendidikan non formal bagi pendukung pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat, merupakan suatu sistem baru yang berbeda  dengan sistem pendidikan yang sekarang sedang berjalan. Dalam pendidikan sepanjang hayat peran-peran baru dan kelembagaan di kembanigkan agar dapat menjangkau layanan pendidikan yang lebih luas. Dalam system pendidikan sepanjang hayat, semua aktivitas pendidikan yang terkotak-kotak dan terpisah (seperti: kejuruan dan umum, formal dan informal, sekolah dan luar sekolah, kebudayaan dan pendidikan, dll.), diupayakan uni-education atau self directed learning).

Aktivitas belajar yang dilakukan secara terorganisasi oleh diri sendiri dengan tujuan bagi pengembangan diri perlu memperoleh penghargaan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan. Apalagi saat ini berkembang ungkapan bahwa hampir seluruh aktivitas dalam kehidupan dapat dipandang sebagai bagian dari belajar sepanjang hayat.

Apa yang penting dalam sistem pendidikan sepanjang hayat adalah adanya  kemauan untuk terus menerus belajar dalam diri setiap individu masyarakat, kemauan untuk mengembangkan diri berkelanjutan (continuing self development). Persoalanya adalah sudah siapkah individu dan masyarakat dengan budaya belajar yaitu sikap  dan perilaku  menyenangi dan menghargai aktivitas belajar bagi pengembangan dirinya. Apakah layanan pendidikan sekarang ini baik formal, nonformal, dan informal  sudah dapat membentuk suatu nilai sikap dan perilaku yang menyenangi kegiatan belajar dalam diri individu dan masyarakat.

Dalam Rencana Membangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009 dan Rencana Strategis  Pendidikan Nasional tahun 2005-2009  serta dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2006 ditegaskan bahwa akhir tahun 2009, angka buta huruf usia 15 tahun keatas tersisa 5% atau 7,7 juta orang. Sementara itu, sampai akhir tahun 2008 menunjukkan bahwa penduduk  buta huruf 9,76 juta orang atau setara  dengan 7,51% populasi (www.diknas.depdiknas.co.id).

Ada beberapa alasan mengapa mereka buta huruf, antara lain disebabkan: 1. Tidak sekolah sejak awal (karena alas an georafis dan ekonomi), 2. Drop out sekolah dasar (SD Kelas 1-3), 3. Keterbatasan kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan pelayanan kepada kelompok marginal, 4. Buta huruf kembali, karena tidak diaplikasikannya hasil pendidikan keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal ini Direktorat Pendidikan Masyarakat melaksanakan program pemberantasan buta aksara yang sejalan dengan prakarsa keaksaraan untuk pemberdayaan.

Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 dinyatakan bahwa: “Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan, pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesataraan serta pendidikan lain yang ditujukkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengenyam pendidikan”.

Gerakan pemberantasan buta aksara merupakan salah satu program untuk menuntaskan penduduk yang masih buta aksara, mereka dituntut untuk bisa menulis, membaca dan menghitung dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai realisa untuk menuntaskan penduduk yang belum melek aksara terdapat strategi baru dalam pembelajaran pendidikan keaksaraan,yaitu pendidikan keaksaraan keluarga bagi masyarakat.

Upaya pendampingan dalam proses pembelajaran pendidikan keaksaraan keluarga adalah anggota keluarga yang mempunyai kemampuan membaca, menulis, berhitung dan paling utama mempunyai kesabaran yang tinggi untuk mendampingi warga untuk belajar. Dengan teknik pendampingan dalam keluarga, proses pembelajaran pendidikan keaksaraan akan lebih efektif dan efisien dalm percepatan pemberantasan buta aksara di Indonesia yang tercinta ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun