Beberapa persoalan dalam diskusi pertanian seperti pengalihan lahan, pupuk, sumber air, irigasi, harga, dan masih banyak lagi.Â
Memang pada dasarnya, pertanian adalah etalase terpenting di negeri ini. Bayangkan saja ketika pertanian itu lumpuh, siapa yang akan menghasilkan beras di negeri ini, siapa yang akan menyediakan sayur-sayuran untuk ibu-ibu agar masakannya lengkap, gula, merica dan masih banyak lagi sumber pertanian di negara kita. Penulis tidak akan membahas itu.Â
Menurut Yohanes, pertanian lebih dahulu muncul daripada ilmu pertanian itu sendiri yang diajarkan di kampus-kampus negeri, sehingga muncullah istilah pertanian alami.
Dari penyajian workshop kemarin pertanian alami ditopang 3 pilar yaitu tanaman, tanah, dan manusia. ketiganya saling merangkul walaupun demikian manusia tetap menjadi pemegang kendali.
Maka keberlangsungan pertanian alami ujung-ujungnya ada pada manusianya. Workshop kemudian berlanjut dengan praktek menanam. Sayangnya penulis tidak sempat ikut, berburu kegiatan selanjutnya.Â
Kekhawatiran kita tentang ilmu pertanian tentu tak boleh terlalu panjang. Nyatanya pertanian alami masih digunakan oleh beberapa kalangan untuk bertani, tapi bukan berarti pertanian modern adalah langkah yang keliru, tapi tergantung dari masyarakat, pertanian apa yang ingin mereka gunakan.
Maka tentu tempat yang digunakan oleh Yohanes dan kawan-kawan adalah wadah yang paling tepat untuk belajar berbagai macam sistem pertanian.
Ke depan kata Yohanes tempat yang mereka namakan Maros Point itu akan menjadi laboratorium alam untuk bereksperimen dengan bahan-bahan alami dan terbarukan.
Mereka juga bisa melakukan uji coba bahkan bisa mempelajari tentang masalah Sehingga Kebun komunitas di Maros Point ini akan menjadi sentral belajar bagi pemuda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H