Penulis di depan Masjid Jogokariyan Yogyakarta (foto: dokpri)
Jum'at malam (27/01/23) penulis berkesempatan mengunjungi Masjid Jogokariyan yang  terletak di jalan Jogokariyan No.36 Mantrijeron Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta. Nama masjid diambil dari nama kampung di mana masjid itu berdiri, Kampung Jogokariyan.Â
Setiba di masjid yang terletak di kampung Jogokariyan yang padat penduduk sekitar pukul 21.30 WIB penulis langsung ambil air wudhu untuk melaksanakan solat tahiyatal masjid dua rekaat, di dalam masjid, sementara di serambi masjid ada kegiatan Pengajian dan satunan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Di masjid penulis bertemu dengan salah satu Marbot Masjid Jogokariyan untuk menyerahkan dua buku karya untuk perpustakaan Masjid Jogokariyan, dua buku penulis berjudul Pak Guru Menjadi Tamu Allah dan Jiwa-jiwa yang Cendayam.
Penulis menyerahkan dua buku karya kepada Ustadz Muslim salah satu Matbot Masjid Jogokariyan Yogyakarta (foto: dokpri)
Sambil menyerahkan buku kepada Ustadz Muslim menceritakan tentang penamaan nama Masjid Jogokariyan.
Hal ini mengikuti kebiasaan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu memberi nama masjid sesuai dengan di mana masjid itu berada.
Rasulullah berdakwah di Quba, namanya Masjid Quba, beliau berdakwah di Bani Salamah, masjidnya juga namanya Bani Salamah sesuai dengan nama tempatnya.
Masjid Jogokariyan yang awal mulanya berupa langgar kecil. Pada tanggal 20 September 1966 dimulai proses pembangunan masjid, berawal dari wakaf seorang pedagang batik dari Karangkajen Yogyakarta, dan mulai digunakan pada 1967.Â
Masjid Jogokariyan Yogyakarta (foto: dokpri)
Tahun 2009 dibangun Islamic Center Jogokariyan di atas tanah milik warga yang sudah dibeli masjid. Di Islamic Center Masjid Jogokariyan inilah segala kegiatan pelayanan jamaah banyak dilakukan.
Program unggulan seperti program infak nol rupiah, program gerakan jamaah mandiri yang mampu menaikkan jumlah infak mingguan menjadi 400%, program peta dakwah, dan shodaqoh ATM beras.Â
Banyaknya kegiatan di masjid Jogokariyan inilah yang membuat masjid ini tak pernah sepi dari kegiatan baik rutin berupa jamaah sholat fardhu, kajian kitab, pengajian rutin, dan kegiatan sosial kemasyarakatan yang ditempatkan di Masjid Jogokariyan.
Meski di luar Bulan Ramadan, jamaah shalatnya selalu ramai, dan menarik perhatian masyarakat muslim di luar Yogyakarta juga luar negeri.Â
Banyak yang studi banding dari berbagai pengurus masjid dari seluruh Indonesia, bahkan dari masjid dari negara Asia Tenggara untuk mempelajari manajemen dan bagaimana mengelola dan memakmurkan masjid.
"Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah: 215).
Memang prinsip yang dijalankan oleh manajemen atau pengurus Masjid Jogokariyan yaitu setiap yang didapat dari jamaah hari itu juga harus dihabiskan untuk kepentingan jamaah akan makin banyak mendatangkan infak lagi dan terus berinfak untuk kemakmuran masjid.
Pengurus masjid bukan sekedar mengurus masjid tapi juga melayani jamaah. Punya klinik, ada divisi-divisi yang langsung ke masyarakat. Kotak infaq yang besar dan lubangnya juga besar.
Dan terbukti setiap hari jumlah infaq selalu bertambah karena para pemberi infaq merasa bahwa infaqnya langsung dinikmati oleh jamaah dan pahalanya langsung bisa diterima oleh para pemberi infaq baik yang insidental atau donatur tetap.
Ini bisa dilihat dari makin banyak dan bervariasinya kegiatan ibadah dan kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan di Masjid Jogokariyan.
Penulis di depan acara pengajian rutin di serambi masjid Jogokariyan (foto: dokpri)
Semoga barakah, manfaat.
Lobby Next Hotel, 28 Januari 2023
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H